Akhirnya Dylan sampai di rumah. Ia menutup pintu, lalu berdiri di belakangnya. Bersandar di pintu, menghembuskan nafas panjang sambil memerosotkan tubuhnya ke bawah. Hari ini sangat melelahkan. Ia membuka sepatu, lalu berjalan memasuki kamar.
Rumah masih terlihat seperti tadi pagi. Tidak ada barang yang berpindah tempat. Karena rumah ini benar-benar sepi dan tak berpenghuni selama Dylan pergi. Burung kakaktua miliknya juga sepertinya tidak berbunyi. Tumben sekali. Tidak seperti biasanya.
Dylan menaruh tasnya di atas tempat tidur, lalu membanting tubuhnya di sana.
GUBRAK!
Dylan terkejut dan kembali bangun. Setelah merebahkan tubuhnya, tiba-tiba saja terdengar suara benda jatuh. Tidak mungkin setelah ia tiduran, seketika rumah itu bergetar. Yang benar saja!
Dylan pun keluar kamar. Mengintip sejenak ke luar. Tidak ada siapapun. Lalu ia keluar dari kamar dan berjalan perlahan untuk memeriksa rumahnya dan mencari benda apa yang terjatuh barusan itu?
"Oh?"
Dylan menemukan sesuatu. Ternyata hanya sebuah barang koleksi milik kakaknya yang terjatuh. Sebuah boneka kayu. Memang agak menyeramkan rupanya. Tapi apa boleh buat, begitulah kakaknya.
Dia suka dengan hal-hal yang berbau misterius, mistis dan menyeramkan. Sehingga kamarnya pun dihiasi sesuatu yang menyeramkan dan satu lemari kaca penuh dengan boneka yang bentuknya ... seperti itulah! Intinya seram. Makanya Dylan jarang memasuki kamar kakaknya.
Bagaimana kalau ada hal-hal ghaib yang keluar dari benda-benda mistis itu? Tenang saja. Dylan sudah terbiasa. Tapi tetap saja, lelaki itu tidak percaya dengan hantu atau hal-hal mistis lainnya yang disukai kakaknya.
Dylan mengembalikan letak boneka kayu itu ke tempatnya kembali. Lalu setelah itu, Ia akan kembali ke kamar. Tapi baru beberapa langkah, tiba-tiba saja, boneka itu kembali terjatuh dari tempatnya.
Lagi-lagi seperti itu. "Ah, Sudahlah," Dylan membiarkannya saja. Hal seperti itu memang sudah biasa. Nanti juga naik lagi ke tempatnya sendiri. Makhluk-makhluk yang tidak bisa Dylan lihat itu hanya berusaha untuk menakutinya. Tapi mereka tidak berhasil, karena ia sudah terbiasa dengan kehadiran mereka.
****
Chapter 4: [ Takana di Rumah Dylan ]
****
Dylan kembali ke kamarnya. Ia sudah mengunci seluruh pintu dan jendela rumah. Setelah masuk ke kamarnya, ia juga mengunci pintu kamar. Setelah itu, Dylan duduk di depan komputer. Seperti biasa, ia akan melakukan hobinya.
Dylan tidak seperti Otaku pada umumnya. Ia hanya menyukai jejepangan, tapi ia tidak gemar bermain game online atau semacamnya. Karena menurutnya, bermain game itu membosankan menurutnya.
****
Malam harinya-
Pukul 23:00. Hampir tengah malam. Dylan masih saja menatapi layar komputernya. Ia ingin menyelesaikan episode terakhir Anime itu dahulu sebelum tidur.
Tak lama setelah jam 11 malam, Anime itu akhirnya berhasil ditamatkan. Ia mulai mengantuk sekarang. Dylan mematikan Komputernya, lalu membanting tubuh ke atas kasur.
Tidur dengan posisi terlentang itu sudah biasa dilakukan. Tapi, Dylan tidak akan bisa tidur tanpa Dakimakura miliknya. Bantal peluk itu berada di sampingnya. Dylan pun berbalik ke samping kanan sambil menutup mata. Ia pikir sudah memeluk Dakimakura miliknya. Tapi ternyata ia menyadari sesuatu.
"Sejak kapan Dakimakura milikku itu berbentuk." Dylan bisa merasakan tangan dan postur kepala manusia. Ia mulai merinding. Perlahan, membuka mata dan terkejut. Dugaan mengerikannya salah.
Ternyata yang ia peluk itu bukanlah hantu atau makhluk lainnya. Melainkan, sesuatu yang dia peluk itu adalah si Takana Utsuki! Sejak kapan gadis ada di kamar?!
"....?!"
Sangking terkejutnya, Dylan sampai mundur ke belakang secara berlebihan sampai terjatuh dari tempat tidur.
Dylan Kembali bangkit secara perlahan. Mengucek-ucek matanya, lalu kembali melihat ke arah tempat tidur. Ternyata yang ada di atas tempat tidurnya itu benar-benar si Takana!
"Kawaii..., Dylan-san kalau sedang tidur itu kawaii sekali!" ujar Takana kegirangan.
"A–apa yang kau lakukan di kamarku?!" bentak Dylan yang masih terkejut.
"Hanya berkunjung. Ternyata rumahmu bagus juga, ya? Watashi wa daisuki!"
Dylan pun mulai geram dengan Takana. Ia memaksanya untuk turun dari tempat tidurnya. Dipaksa juga untuk berjalan sampai ke depan pintu keluar.
"Sekarang juga, kau pergilah dari rumahku!" Dylan mendorongnya keluar rumah. Takana berdiri di depan teras rumahku. "Aku tidak tau kau masuk dari mana. Tapi apa yang ingin kau lakukan sampai segitunya?!"
"Tapi aku ingin berkunjung!"
"Ini rumahku, bukan tempat untuk berwisata. Jadi, kau tidak perlu repot-repot untuk datang ke rumahku, ya? Pergi sana! Sudah malam! Nanti takut orang tuamu akan mencari dirimu. Pergi sana!" bentak Dylan mengusirnya pergi menjauhi rumahnya.
"Eh, tapi ... aku tidak punya tempat tinggal dan keluarga," ujar Takana.
"Eh? Bukankah kau dari Jepang? Apa kau tidak punya keluarga di Jepang?" tanya Dylan.
"Tidak. Aku selalu sendirian. Di Jepang, aku adalah anak yang terlantar. Maka dari itu, aku ingin mengunjungi negara ini untuk mencari teman baru." Jelas Takana.
Dylan melihat mata birunya yang besar itu mulai berkaca-kaca dan mengeluarkan air mata. Air mata itu semakin deras. Tetesan air mata itu melewati pipi Takana yang mulus itu. Ia pun mengelap air matanya dan sebelah tangannya menutupi mata kanannya.
"Aku selalu sendirian. Aku kesepian di luar. Tidak ada yang mau bermain denganku," Takana mengeluarkan buku terjemahan bahasa Indonesia-nya. "Aku datang ke Indonesia hanya untuk mencari teman baru. Aku selalu giat mempelajari bahasa ini agar bisa bergaul dengan sesama orang Indonesia." Lanjutnya dengan suara yang terisak-isak.
Dylan merasa sedikit iba mendengar ceritanya. Terasa sakit saat merasakan penderitaan Takana. Kisah hidupnya sama sepertinya. Ia pun ikut prihatin. Lalu Dylan kembali membuka pintu rumahnya lebar-lebar. Takana mendongak dan kembali membuka matanya.
"Hah, untuk kali ini saja, aku akan membiarkanmu untuk menginap di rumahku." Kata Dylan pelan.
Mata Takana tersentak. "Benarkah?" tanyanya dengan ragu.
Dylan mengangguk iya. Takana merasa sangat senang. Dia Kembali masuk ke dalam rumah Dylan. Lelaki itu pun kembali menutup pintu.
"Semoga saja tidak ada orang lain yang melihatku telah membawa masuk seorang gadis ke rumahku di tengah malam seperti ini."
****
Dylan dan Takana kembali memasuki kamar.
"Dylan-san? Apa kau tidak memiliki Futon?" tanya Takana.
"Hmm ... bagaimana, ya? Aku tidak memiliki Futon. Tapi kau bisa menggunakan kasur kecil milikku yang lainnya." Jawab Dylan sambil menggaruk kepala.
"Kasur yang mirip seperti Futon?"
"Yaa..., seperti itulah. Tapi hanya saja, tidak ada selimutnya. Kau bisa menggunakan selimut milikku."
Dylan menarik kasur kecil yang ia bilang itu dari bawah tempat tidurnya. Kemudian, ia membuka lemari pakaian dan mengambil sebuah selimut tebal dari dalamnya. Ia berikan selimut itu untuk Takana. Setelah itu, Dylan kembali ke atas tempat tidurnya.
"Oyasumi, Dylan-san!"
"Hmm ...."
Dylan mulai terlelap pada pukul 12 malam. Dylan selalu terbangun malam hari ini. Entah kenapa, seperti ada yang mengganggu tidurnya. Ia tidak bisa tidur nyenyak malam ini. Suara gaduh terus bermunculan di pikiran dan mimpinya. Entah itu nyata atau tidak. Dylan hanya ingin mengistirahatkan otaknya saja untuk malam ini, tapi terasa sulit.
****
Keesokan harinya–
*
KRIING... KRIING....
BUK!
"Aduh!"
Sesuatu telah menimpa kepala Dylan. Itu ternyata jam alarm miliknya yang terjatuh di atas kepalanya.
Jam yang ia buat sendiri. Khusus untuk membangunkannya. Ia letakan di atas papan kayu tipis yang kutempelkan di dinding tepat di atas kepala. Jika jam itu berbunyi, maka jam itu akan mengakibatkan getaran yang keras. Getaran itu bisa membuat jamnya bergerak tanpa arah dan akhirnya terjatuh dari atas papan.
Tapi tidak selalu berhasil. Terkadang, jam itu juga tidak bisa terjatuh. Terkadang juga, jatuhnya tidak mengenainya. Dylan akan memperbaikinya lain waktu.
Perlahan Ia bangun dan membuka mata. Mengecap pelan sambil meraba-raba kasurnya. Dylan mencari Dakimakura miliknya. Biasanya kalau tidur, ia tidak pernah melepaskan bantal guling itu. Tapi sekarang kenapa Dakimakura itu berada di depan pintu kamar?
Dylan pun turun dari tempat tidurnya untuk mengambil Dakimakura itu. Saat ia melirik ke lantai, ia pun tersadar kalau sebenarnya, dari tadi Takana sudah tidak ada di kamarnya.
"Ke mana dia?"
Apa dia sudah pulang? Tapi dia kan tidak punya rumah dan kunci pintunya juga masih ada di atas meja kamarnya.
Dylan celingak-celinguk mencari perempuan itu. Kasur dan selimutnya sudah dia rapihkan. Tapi ke mana dirinya?
Dylan merasa aneh pagi ini. Ia melihat, kamarnya sangat rapih. Tidak berantakan seperti semalam. Gelas yang ada di dekat komputer itu tidak ada. Figure Anime nya terlihat tersusun rapih. Komik-komiknya sudah tidak berdebu lagi. Ada yang telah membersihkan kamar.
"Tapi siapa? Apa Takana? Tapi untuk apa dia mau membersihkan kamarku? Kerajinan amat! Lagipula, sekarang baru jam setengah 6 pagi. Apa dia membersihkannya tadi malam? Dia tidak tidur?"
****
Dylan keluar dari kamar. Ruangan yang lain masih terlihat sama seperti kemarin. Kecuali boneka kayu yang menyeramkan itu. Terakhir kali ia melihatnya, boneka itu terjatuh ke lantai dan sekarang sudah kembali ke tempatnya semula. Tapi, kenapa hanya kamarnya saja yang terlihat rapih dan bersih?
Dylan mengambil handuk dan berjalan ke arah kamar mandi. Tapi saat ia membuka pintu kamar mandinya, seketika ia langsung terkejut. Karena di dalam kamar mandi itu ada ....
Takana Utsuki yang sedang mandi di dalamnya!
Secepatnya Dylan kembali menutup pintu kamar mandi itu kembali. Berusaha untuk bernafas secara normal.
"Sungguh! Aku tidak tahu Takana ada di dalam sana." Batinnya yang masih terkejut. Untung saja gadis itu sedang menghadap ke belakang dan mata Dylan baru saja melihat kepalanya. "Melirik sedikit saja, mataku pasti akan ternodai!"
"Dylan kenapa? Kenapa? Dylan kenapa?"
Itu suara burung kakaktua nya lagi. Dia terus mengoceh. Mengucapkan kalimat yang sama setiap menitnya. Dylan tidak akan tahan mendengarnya.
Suara kenop pintu yang berputar. Kenop pintu kamar mandi. Pintu itu terbuka. Dylan langsung membelakangi kamar mandi dan Takana pun keluar dari dalamnya. Tubuhnya dibungkus dengan handuk putih. Dia melirik ke arah Dylan.
"Dylan-san, sudah bangun?"
Suara Takana mengejutkannya. Dylan menjawabnya dengan mengangguk saja. "Kau duluan saja ke kamarku. Pakailah baju yang benar. Aku..., ingin mandi sebentar!"
Tanpa melihat ke Takana, Dylan berjalan membelakanginya pergi memasuki kamar mandi. Takana hanya menatapnya dengan ekspresi bingung khas dirinya itu. Lalu setelah itu, ia pun berjalan ke dalam kamar.
****
"Haaah, segarnya...."
Dylan mengelap rambut dengan handuk sambil berjalan ke arah kamar. Ia akan membuka pintunya.
"Wakatta!"
Namun sebelum itu, tak sengaja ia mendengar suara Takana yang sedang berbicara dengan seseorang di dalam kamarnya. "Siapa yang ada di dalam kamarku ini? Siapa yang bersama Takana di sana?"
Dylan akan menguping. Tapi sayangnya ia tidak sepenuhnya mengerti dengan apa yang mereka bicarakan dari sana. Selain suaranya yang tak jelas, mereka pastinya menggunakan bahasa Jepang.
Kalau begitu, Dylan akan memeriksanya langsung. Perlahan, ia membuka pintu. Mengintip ke dalam. Ternyata di sana tidak ada orang lain selain Takana.
"Eh?" Dylan menelengkan kepala. Ternyata di atas kasur, Takana sedang berbincang dengan Dakimakura miliknya? Yang benar saja!
"Ah, Dylan-san, kau sudah selesai mandinya?" tanya Takana.
"Iya. Eh, apa yang kau lakukan pada Dakimakura-ku?" tanya Dylan balik.
"Aku sedang bermain dengannya. Agar bisa terlihat hidup, kau harus mengajaknya berbincang. Iya kan Kura?"
"Eh, Kura?"
"Itu nama yang kuberikan untuknya." Jawab Takana.
Bantal itu tidak bisa diajak bicara. Dylan pun kembali merebut Dakimakura miliknya dari pelukan Takana. Takana kembali diam. Tapi dia menatap Dylan sambil tersenyum. Senyum yang disengaja. Ada apa dengannya?
Dari pertama kali Dylan bertemu dengannya, ia sudah menganggap kalau Takana itu anak yang aneh dan harus ia jauhi. Tapi, apa boleh buat, terpaksa Dylan harus membiarkan Takana untuk tinggal di rumahnya.
Dylan harap, kakak tidak cepat pulang. Kalau tidak, dia pasti akan salah sangka padanya.
****
Tap... tap... tap....
"Haha..., senang rasanya bisa berjalan berdua dengan Dylan-san. Kita seperti teman dekat saja, ya?" ujar Takana dengan tertawa gembiranya.
"Sudah kubilang, kau bukan temanku! Aku membiarkanmu tinggal di rumahku karena aku hanya sedikit. SEDIKIT! Merasa kasihan denganmu." Balas Dylan dengan nada kesal.
"Yaa..., tapi siapa tahu saja, kau bisa berteman denganku di lain waktu." Gumam Takana.
"Bahasa Indonesia-nya semakin lancar. Apa Takana banyak belajar demi bisa berteman dan banyak berbincang baik denganku? Ah! Aku jangan ke-ge'eran dulu. Dia tidak mungkin mau denganku, dan aku sendiri juga tidak mau berteman dengannya."
Mereka kembali terdiam. Tapi langkahnya masih tetap berjalan menyusuri jalan lurus di depan. Mereka akan menuju ke perempatan di sana. Di pinggir trotoar dekat dengan perempatan itu, Dylan akan menunggu di depan halte bus untuk mendapatkan kendaraan menuju ke sekolah.
Dekat lagi mereka sampai di perempatan itu. Halte bus-nya juga sudah terlihat. Berada di sebrang jalan sana. Mereka juga harus melewati Zebra cross untuk sampai ke Halte itu.
"Hah?!"
Dylan terkejut. Takana tiba-tiba saja berhenti, lalu dia menatapnya. Ia menengok ke Takana. Seketika, perasaannya mulai tidak enak. Lagi-lagi ekspresi itu. Ekspresi Takana yang terlihat tegang dan ketakutan saat melihatnya. Sepertinya ... dia mulai akan melakukan itu lagi padanya. "Aku... harus berhati-hati."
Takana masih menatap Dylan seperti itu. Dia melangkah maju mendekatinya. Dylan pun mundur ke belakang untuk menjauh darinya.
"Oni...."
Ia mulai bergumam dengan kata yang sama. Yaitu, "Oni".
"Oni! Oni...."
Suaranya semakin keras. Sepertinya Dylan harus lari sekarang. Tanpa menunggu lagi, ia pun langsung berlari ke arah perempatan itu.
"Oni! ONI!!"
Takana mulai berteriak. Dia mengejar Dylan. Dylan harus berlari secepat yang ia bisa. Ternyata gadis itu berlari lebih cepat daripada aku. Dylan sangat ketakutan. Nafasnya mulai terengah-engah dan langkah kakinya mulai melemah. "Capek sekali. Aku... tidak kuat berlari lagi."
Dylan akhirnya berlari sampai ke perempatan itu. Tanpa melihat kanan kiri, ia pun menyebrang di atas Zebra cross itu. Tapi tiba-tiba saja, orang yang ada di sebrang sana berteriak "Jangan" dan "Awas!" padanya. Dylan tidak mengerti. Langkahnya berhenti di tengah jalan. Lalu ia mendengar suara kendaraan lain.
Suara sebuah klakson mobil truk.
Perlahan, Dylan menengok ke arah kiri dan yang benar saja, sebuah truk besar sudah berada di hadapannya. Hanya berjarak beberapa meter saja. Sepertinya Dylan sudah tidak bisa untuk menghindar. Truk itu melaju ke arahnya dan semakin dekat.
CKIIIT... BRUAK!
*
*
*
To be Continued-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments