[ Kak Fely! Sebenarnya, Dylan-san diculik orang jahat! ]
"Apaaa?! Bagaimana bisa?"
[Entahlah, aku tidak tahu. Maafkan aku, Nee-chan! ]
"Ah, tidak apa-apa, Takana. Ini bukan salahmu. Sekarang, Kakak juga akan pergi."
[Iya, kak! Kutunggu di tempat biasa.]
TUT!
Fely mematikan ponselnya. Setelah itu, ia merapihkan penampilannya, lalu keluar dari kamar mandi dengan tergesa-gesa. "Cish, ada saja yang masih mengganggu kehidupanku!" Ia mengumpat kesal dalam hati.
****
Takana berhenti di atap rumah seseorang. Rumah itu memiliki 3 tingkatan. Ia sedang menunggu kakak Fely datang. Sambil duduk di atas genting paling atas, Takana memperhatikan jalanan sekitar dari atas sana.
Lalu tak lama kemudian, Bell datang dan mengejutkan Takana. Takana melihat Bell dengan heran. Karena ia melihat sosok manusia biasa yang bisa melompat tinggi seperti dirinya juga.
"Be, Bell-chan? Jadi kamu seorang Oniroshi juga?!" tanya Takana tidak percaya.
"Ini aku."
"Eh? Irvan-san?! Bagaimana kau bisa berubah menjadi Bell-chan?"
"Huh, aku sedang bersatu dengan Bell. Kekuatan kami jadi bertambah."
"Ah, jadi seperti itu cara menggunakan Darling-mu?"
"Iya. Tapi bukan aku saja. Nanti, jika kau sudah menemukan Darling-mu, kau juga bisa menyatu dengan tubuh temanmu." Jelas Irvan.
Takana hanya mengangguk paham. "Jadi, kalau misalnya Dylan-san sudah menjadi Darling-ku, mungkin aku juga bisa menyatu dengannya. Kita bisa menjadi teman yang lebih akrab!" Takana senyum-senyum sendiri.
Takana kembali melirik ke Bell dan Irvan yang ada di sampingnya. Takana melihat wajah Bell yang ceria, telah berubah menjadi sosok seperti Irvan. Tatapan kosong dengan ekspresi datarnya.
"Aduh! Aku ada di mana ini? Eeehh?!"
Takana terkejut. Tiba-tiba saja, sosok Bell itu kembali. Lalu seketika, tubuhnya jadi tak terkendali. Banyak bergerak. Takana takut Bell akan terjatuh dari atas genting itu.
"Diam, Bell! Kita sedang berada di atas genting rumah orang lain. Ini tinggi loh! Apa kau mau jatuh?!"
"I–iya! Baiklah!"
Wajah Bell kembali biasa setelah memasang wajah ketakutannya. Sepertinya itu ekspresi Irvan lagi. Lalu dia melirik ke arah Takana. Takana tersentak. Dengan cepat, ia langsung membuang muka.
"Bell memang anak yang ribet." Gumam Irvan.
"Ahaha..., ternyata memang sulit, ya?" Takana tertawa kecil.
"Iya. Kau juga harus memiliki Darling yang bisa diajak kerja sama. Tidak seperti Darling-ku."
Takana mengangguk kecil. Ia sedikit bergumam di dalam hati. "Kira-kira, Dylan-san bisa bekerja sama denganku, tidak, ya?"
STAP!
"Hai kalian berdua! Maaf, aku terlambat!"
Itu Fely. Dia akhirnya datang juga. Takana sedikit terkejut dengan kehadirannya. Begitu juga dengan Irvan.
"Eh, jadi... di mana mobil yang menculik adikku, Takana?" tanya Fely.
"Oh iya! Mereka menggunakan mobil. Oh tidak, aku tidak tahu warna maupun merek mobil itu." Takana menggaruk kepalanya.
"Mobil sedan berwarna hitam!" Itu suara Bell. "Mereka pergi ke jalan perbukitan dekat dengan lapangan bola baseball." Lanjut Bell.
"Eh, dari mana kau tahu?" tanya Irvan tidak percaya.
"Karena, aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri, Van!"
Takana sedikit tertawa. Karena melihat Bell dan Irvan dalam satu tubuh itu sangat lucu menurutnya. Ia bisa melihat tubuh Bell seakan sedang bicara dan bertingkah sendiri. Melakukan monolog, tapi beda suara.
"Perbukitan dekat lapangan Baseball, ya? Oh! Aku tahu tempatnya!" Dengan cepat, Fely langsung melompat ke atap rumah lainnya. Ia pergi secepatnya menuju ke tempat yang diberitahu Bell tadi.
Takana dan Irvan pun pergi mengikuti Fely. Mereka akan pergi untuk menyelamatkan Dylan.
****
Chapter 14: [ Jalan keluar. ]
****
"Hei, kalian! Keluarkan aku dari sini!"
Dylan berteriak sambil menggedor-gedor pintu itu. Ia dikurung di dalam sebuah ruangan yang lumayan gelap. Kalau menurutnya, tempatnya agak bagus dan kebersihannya juga terjaga. Dylan sudah memeriksa ruangan itu. Tapi hanya saja, yang tidak ia sukai adalah penerangan di tempat tersebut.
Gelap. Dylan agak takut dengan kegelapan. "Bagaimana kalau ada kecoak atau makhluk semacamnya? Merayap ke tubuhku dan menggerogoti isi kepalaku. Ish! Mengerikan!" Dengan cepat, Dylan pun menggeleng sambil mengacak-acak rambutnya. Ia tak sengaja berpikiran seperti itu.
"Ah, sudahlah! Mereka semua tuli, apa?! Masa aku berteriak saja tidak ada yang dengar." Batin Dylan kesal.
Dylan mulai pasrah. Ia menyandarkan tubuh ke pintu lalu merosot duduk ke bawah. Yang bisa ia lakukan saat ini hanya termenung sambil menunggu pintu itu terbuka dan berharap ada yang menolongnya.
Dylan tidak tahu ini malam, siang atau sore. Tidak ada jendela di sekitar sana. Hawanya juga mulai engap. Hanya ada sedikit oksigen yang masuk dari lubang di pintu itu. "Aku bisa mati jika terlalu lama di sini."
Dylan pun kembali berdiri. Ia ingin segera keluar dari tempat itu. Ia pun mulai memikirkan sesuatu. Cara untuk keluar dari tempat tersebut bagaimana pun caranya.
Sampai akhirnya, Dylan punya ide yang ia anggap hebat.
"Tolong buka pintunya! Woy! Yang di depan sana! Halooo! Apa ada orang?"
Sekali lagi Dylan berteriak. Lalu tak lama kemudian, ia mendengar suara langkah kaki. Dylan pun sedikit mengintip ke lubang yang ada di pintu itu. Memeriksa seseorang di depan sana yang datang kemari.
Itu ternyata seorang manusia berbadan besar. "Ini dia! Aku pasti bisa melakukannya."
"Hei! Bisakah kau bertenang sedikit!" Orang yang di depan sana membentak Dylan. Lalu setelah itu, ia membuka pintunya. Dylan pun langsung berlari cepat ke arah pintu. Saat orang itu telah membuka pintunya lebar-lebar, ia langsung melompat.
BUAK!
Dylan menendang tepat ke wajah orang itu. Seketika, dia langsung terjatuh. Dylan kembali bangkit dan langsung lari menjauh dari orang itu. Sepertinya orang tadi adalah penjaga di tempat itu.
"Sekarang Aku harus cepat keluar dari sini. Pak Botak itu juga sepertinya dia masih mengejarku dari belakang. Haruskah aku menengok?" Dylan tidak berani memeriksa sekitar. Jadi ia hanya bisa berlari saja. Entah mau ke mana tujuannya sekarang ini.
"Eh, iya juga! Aku mau ke mana, ya? Main lari-lari saja, padahal aku tidak tahu arah tujuanku berlari." Saat Dylan perhatikan, di sekitarnya itu semua serba kayu. Ia jadi kebingungan. Ia pikir, tempat itu adalah pondok, karena terbuat dari kayu. Tapi ternyata, tempat itu adalah rumah biasa yang lumayan luas.
Dylan mengetahui kalau tempat itu adalah rumah, sejak ia membuka sebuah pintu yang ada di sampingnya berlari tadi. Di balik pintu itu, ada sebuah jalan menuju ke bawah dengan cara melewati tangga. Sepertinya, di bawah sana semuanya bukan terbuat dari kayu lagi.
Dylan mengganjal pintu itu dengan menaruh sebuah kursi di depan pintunya. Lalu, ia mendorong sebuah lemari yang kebetulan berada di samping pintu itu. Setelah itu, ia pun mundur ke belakang. "Pak Botak itu sepertinya tidak mengejarku lagi. Apa aku kembali aman?"
"Sepertinya tidak. Aku harus tetap waspada karena aku masih berada di dalam rumah dengan lingkungan yang asing ini."
Di ruangan itu, Dylan menemukan tangga. Tangga menuju ke bawah. Sepertinya itu jalan keluarnya. Lalu secara perlahan dan berhati-hati, Dylan menuruni tangga itu. Mengintip di balik tembok untuk mengamati sekitar.
"Semuanya aman! Tapi ini terlalu mudah. Aku merasa curiga dengan tempat ini."
Biasanya tempat asing yang kelihatannya aman dan sepi, biasanya pemangsa sedang mengawasi di sekitar. Seperti di posisi Dylan saat ini. Semuanya terlihat biasa saja dan sepi. Tapi, siapa tahu saja, para penjahat itu sedang bersembunyi sambil mengawasinya. Saat sudah waktunya, mereka baru akan menjebak dan menangkapnya lagi.
Saat di ruangan bawah, Dylan merasa kagum dengan tempat itu. Sebuah markas penjahat saja bisa sebesar itu. Banyak ruangan kosong dan cat temboknya berwarna pink. Dylan jadi penasaran dengan pemilik tempat itu.
Dylan menyusuri lorong berwarna pink di sana. Masih dalam suasana yang sepi. Tapi kalau untuk berjalan santai saja, Dylan tidak akan bisa menemukan jalan keluarnya. "Kalau begitu, aku akan memeriksa setiap ruangan yang ada di samping kiri dan kananku ini."
Pintu pertama, Dylan akan memeriksanya. Di dalamnya tidak ada apa-apa. Lalu berikutnya, ia akan memeriksa ke ruangan yang lain. Pintu itu bercorak hati di mana-mana. Dylan jadi merasa jijik melihatnya.
"Huh, mungkin saja bos mereka ini perempuan!" gumamnya dalam hati.
Perlahan ia membuka pintu bercorak hati itu. Dylan mengintip ke dalamnya dan terkejut. Tiba-tiba saja, seseorang menodongkan Stun Gun ke arahnya. Untung saja, Dylan masih sempat menghindar.
Dylan langsung mundur ke belakang dengan cepat. Lalu tak lama kemudian, beberapa orang-orang asing keluar dari dalam ruangan itu dan ingin menangkapnya.
"Cih! Sial. Sudah kuduga kalau mereka semua sedang bersembunyi dan bersiap untuk menangkapku lagi!"
Dylan kembali berlari di lorong pink itu. Semua penjahat yang ada di belakangnya mulai mengejar. Mereka semua menggunakan senjata, sedangkan Dylan hanya dengan tangan kosong. "Apa yang bisa kulakukan di saat seperti ini?"
"Oh tidak! Apa lagi ini?!"
Dylan menghentikan langkah. Saat ia berbelok, ia terkejut. Karena jalan di depannya buntu. Dylan mulai terpojok, dan para penjahat itu kembali muncul. Mereka masih saja mengejar.
Dylan celingak-celinguk. Mencari sesuatu dan akhirnya, ia menemukan sebuah pintu ruangan di sampingnya. Yang letaknya di sudut pojok lorong itu.
Dengan cepat, Dylan masuk ke dalamnya. Lalu, ia pun kembali menutup pintu itu dengan cepat. Ia mengunci pintu itu dengan selotan pintunya. Lalu setelah itu, Dylan pun mundur ke belakang. Ternyata, ruangan itu juga buntu.
Namun sepertinya bukan kamar biasa. Di sana, Dylan melihat ada beberapa foto-foto orang. Yang membuatnya terkejut adalah saat ia melihat foto Takana juga tertera di dinding ruangan itu. Tidak hanya Takana, tapi di sampingnya juga ada foto si anak baru yang bernama Irvan.
Beberapa foto di sana ada yang ditancapkan pisau dan wajah mereka disilang dengan cat merah. Entah apa itu tandanya, Ia tidak mengerti.
"Kamu yang di sana? Apa yang kamu lakukan di sini?"
Dylan terkejut. Ia pun langsung melirik ke sekitar sambil mencari asal suara itu. "Si–siapa kau?"
"Aku di sini."
Suaranya ada di belakangnya. Dylan kembali terkejut. Karena di pojokan tembok di ruangan itu, ia melihat ada seorang pemuda yang tertempel di dinding dengan keadaan kaki dan tangan yang terikat. Yang paling mengerikannya adalah, mata kanan lelaki itu tidak ada. Bolong dan dipenuhi bercak darah.
"Si–siapa kau?!" tanya Dylan yang merasa takut dengan sosok di hadapannya.
"Akhirnya, ada orang lain di sini."
Laki-laki itu mirip seperti Takana. Dylan hanya menebaknya saja. Hanya karena warna rambutnya saja yang sama seperti Takana. Tapi ia memang seperti laki-laki. Tidak seperti Takana si anak transgender.
"Bisakah kau membantuku?" tanya pemuda itu.
"Apa yang kau inginkan?"
"Bisakah kau melepaskan aku dari sini?"
Dylan tersentak. Ia ingin melepaskannya. Tapi ia sama sekali tidak kenal dengan lelaki itu. Bahkan mereka saja belum pernah bertemu. Tapi Dylan merasa kasihan dengan laki-laki itu.
"Ah, apa boleh buat! Aku akan menolongnya. Lagipula, dia mungkin saja bisa membantuku keluar dari tempat ini."
"Baiklah! Akan aku lepaskanmu."
Perlahan Dylan membuka ikatannya. Talinya sangat kuat, tapi untung saja tangannya punya kemampuan untuk membuka apapun. Jadi tali kecil seperti itu mudah sekali untuk dibuka.
"Nah, selesai."
BRUK!
Laki-laki itu terjatuh lemas di lantai. Dylan pun langsung membantunya berdiri kembali. Tapi tiba-tiba saja, bayangan hitam keluar dari tubuhnya. Lalu dari punggungnya, ia mengeluarkan beberapa tentakel hitam.
Seketika, tentakel hitam itu langsung melilit tangan dan kaki Dylan. Sampai seluruh tubuhnya. Ia sekarang tidak bisa bergerak!
"A–apa yang kau... Mmph!" Dylan belum selesai bicara, tiba-tiba saja lelaki itu membekap mulutnya dengan tentakel yang lain. Laki-laki itu mendongak dan tersenyum pada Dylan.
"Ayo kita keluar dari sini bersama-sama." Bisiknya.
Tubuh Dylan merasakan sakit yang tak tertahankan saat beberapa tentakelnya terlihat menusuk tubuhnya. Dylan ingin berteriak, tapi tidak bisa kerena tentakel lelaki ini masih menutup mulutnya. Tentakel itu memasuki tubuhnya secara perlahan. Begitu pula dengan laki-laki itu.
Seketika, tubuh Dylan dengan Laki-laki itu mulai bersatu. Setelah itu, Dylan pun kehilangan kesadarannya. Tubuhnya pun dikendalikan oleh si Laki-laki itu. Dengan tentakel hitam yang masih menjulur ke luar, Laki-laki yang menggunakan tubuh Dylan lalu berjalan mendekati pintu.
Ia membuka pintu, dan seketika, ada sebuah Stun Gun yang menancap di tubuhnya. Lalu dengan cepat, Laki-laki itu menarik kembali Stun Gun itu. Ia menelengkan kepalanya sambil tersenyum menatap beberapa penjahat yang mengejar Dylan tadi.
Semua penjahat itu sangat terkejut saat melihat sosok manusia bertentakel hitam itu.
"Tu–tuan Tanaka! Kenapa kau bisa–"
"Ah, terkejut, ya? Sama. Aku juga terkejut saat melihat kalian yang sudah menungguku di depan sini. Aku tidak sabar melihat Kalian semua masuk ke rumah sakit karena diriku." Laki-laki itu mensipitkan matanya dan tersenyum miring. "Bersiaplah untuk pembalasan dendam yang tak akan bisa kalian lupakan. Aku akan memberikan kejutan besar untuk kalian. Haha ...."
"AAAA...! TIDAAAAK!"
*
*
*
To be Continued-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Friska Petra
like thor.. maaf baru mampir lagii
2020-11-13
0
Mutie Cutie
aku mampir thor boom loke semangat ya
2020-06-16
0