"Obati mereka, dan jangan lepaskan mereka dengan mudah. Aku yakin di balik sikap arogan yang mereka tunjukan ada orang kuat yang menyokong mereka.
Akan ku pastikan menuntaskan kekacauan ini sampai keakar-akarnya." Ucap Refal begitu ia berdiri di depan Bima.
Bima terlihat khawatir, bahkan tanpa mengucapkan sepatah kata pun Refal bisa menebak jalan pikiran asistennya. Usia mereka hanya terpaut dua tahun saja. Bagi Bima, Refal sudah seperti kakaknya sendiri, walau Refal terlihat cuek namun pada dasarnya ia tetaplah seorang pemimpin yang terkadang bersikap keras namun juga lunak.
"ANDA AKAN MEMBAYAR MA-HA-L." Ucap pemilik toko dengan suara terbata-bata. Wajahnya tampak seperti roti yang di olesi selai strawberry, hidungnya patah dan sudut bibirnya mengeluarkan darah. Ternyata saat Refal mengatakan lawannya tidak akan mengenali wajahnya saat bercermin bukanlah ucapan omong kosong belaka.
Sedetik kemudian tiga rekan pemilik toko di papah oleh beberapa polisi, keadaan mereka tidak jauh berbeda dari tuannya. Hanya satu kata yang cocok menggambarkan keadaan mereka, yakni menyedihkan.
"Pak, ayo kita ke rumah sakit. Wajah Bapak terlihat lebam. Malam ini keluarga Bapak akan berkunjung ke rumah Tuan Alan, itu artinya Nyonya akan memastikan pertunangan Bapak dengan putri dari rekan bisnisnya." Sahut Bima sambil memamerkan wajah sedihnya.
"Jangan hiraukan aku, aku akan berkunjung ketempat lain. Jika Mama menghubungi mu katakan padanya aku sedang rapat penting dengan Pak Wakil." Balas Refal sambil menahan sakit yang bersumber dari sudut bibirnya. Bukan hanya itu, ia juga merasakan sakit di bagian punggungnya. Maklum, empat banding satu membuat tenaganya terkuras habis.
"Pastikan mereka mendapatkan pengobatan terbaik, setelah sembuh langsung lemparkan mereka kedalam jeruji besi. Aku tidak perduli walau mereka menjadi makanan buaya, yang jelas jangan berikan kelonggaran untuk mereka." Ucap Refal lagi sebelum ia benar-benar pergi meninggalkan Bima dengan segala rasa sedihnya.
Sepuluh menit kemudian Refal sudah duduk di kursi kemudi mobil dinasnya, ia tidak mengizinkan pengawal mengikutinya, hatinya terlalu hancur dan dia tidak ingin kesedihannya terlihat oleh siapa pun.
Dia gadis yang cantik, dia juga sangat energik. Setiap kata yang keluar dari lisannya, semuanya mengandung kebenaran. Namun bagi pria bengis itu setiap kata yang keluar dari lisan Nona Hilya terdengar sangat pahit. Lima rekannya berakhir di tangan pria bengis hanya dengan satu tembakan yang berhasil menembus jantung.
Wanita itu... Karena dia terlibat pertarungan sengit dengan mafia pengedar obat-obatan terlarang dan juga bandar judi, dia di tangkap oleh dua orang pria yang berhasil melumpuhkannya.
Saya akui dia sangat cekatan, dia bertindak di saat yang tepat. Kamera tersembunyi yang ia letakkan di tubuhnya berhasil mendatangkan sepuluh rekan polisinya. Karena kesal, ketua penjahat itu menculik dan mencoba melecehkannya.
Saya akui... Dia bukan gadis cengeng dan gampang menyerah. Saat dia terdesak dan berusaha melepaskan diri dari kungkungan ketua mafia itu, dia melancarkan pertahanan terakhirnya, dia mengambil pisau kecil yang terselip di sepatunya kemudian melukai dan mengancam akan mengakhiri hidup pria kurang ajar yang mencoba melecehkannya.
Sebelum dia pergi dia berteriak dengan suara lantang kalau Refal-nya tidak akan melepaskan orang yang berani menyakitinya. Dua menit kemudian gadis itu bisa melarikan diri.
Sayangnya bos mafia yang mengetahui segalanya sangat marah, dia memerintahkan untuk mengakhiri nyawa gadis itu dengan di samarkan menjadi sebuah kecelakaan tragis lalu lintas... Tutup pemilik toko setelah Refal berhasil melumpuhkannya.
Darah Refal rasanya mengalir sepuluh kali lebih cepat, mendengar pengakuan penjaga toko itu membuat amarahnya semakin membara. Dia bahkan tidak pernah menyentuh Hilya, berani sekali orang kurang ajar itu berniat melecehkan kekasih hatinya.
"Pak... Tolong maafkan saya karena telah berani menantang anda. Saya janji tidak akan melakukan hal ini lagi." Ucap penjaga toko dengan suara memelas, sementara ketiga karyawannya terkapar tak sadarkan diri di lantai.
Huaaahhhhhh!
Mengingat pengakuan penjaga toko membuat Refal semakin di penuhi amarah, dia berteriak, matanya memerah, giginya bergemeletuk, bahkan berkali-kali ia sampai memukul kemudi mobil yang terletak di depannya. Saat seperti ini, tidak ada yang bisa Refal lakukan selain mengemudikan mobilnya menuju makam Hilya. Bahkan rasa rindunya pada gadis manis ini memenuhi seluruh pori-pori tubuhnya, perpisahan ini terlalu manyakitkan untuk Refal. Namun tak ada yang bisa ia lakukan selain pasrah pada Takdir yang sudah di putuskan oleh Tuhan yang maha Kuasa.
...***...
Sementara itu, ratusan kilo meter jaraknya dari makam Hilya, duduk Nyonya Asa dan suaminya di Mansion megah milik Tuan Alan. Ia dan suaminya berangkat selepas shalat Magrib. Keinginannya untuk menyatukan putranya dengan putri pemilik Mansion megah ini benar-benar keputusan yang tidak bisa di ganggu-gugat.
"Pa, dimana putri Tuan Alan? Sudah lima menit kita duduk disini, Mama bahkan tidak melihat batang hidungnya. Apa dia tidak di rumah? Ada apa dengan gadis itu? Sudah malam dan dia belum juga pulang, apa Mama salah karena berpikir menyatukan Refal dengan gadis rumah ini?" Nyonya Asa bicara sambil berbisik di telinga suaminya, Tuan Anton.
"Jangan bicara seperti itu, Ma. Papa yakin semua penghuni rumah ini orang baik." Balas Pak Anton sambil menatap wajah cemas istrinya.
"Baik apanya, Pa? Kita duduk di sini sejak tadi, bukannya pemilik rumah yang datang, yang datang malah pembantunya." Keluh Nyonya Asa sambil meremas bantal kecil yang ada di pangkuannya.
"Assalamu'alaikum... Maafkan kami, kami telat menyambut Tuan dan Nyonya Sekar.
Sebelum anda datang saya sudah berpesan agar Asisten rumah tangga meladeni anda dengan baik, kebetulan saya dan Abinya Fazila harus Shalat magrib dan membaca Al-Qur'an terlebih dahulu. Semoga kami tidak membuat Tuan dan Nyonya Sekar menunggu terlalu lama." Ucap Bu Fatimah sambil menyalami Nyonya Asa, wajah cantiknya memamerkan senyuman menawan.
"Ti-tidak apa-apa Nyonya." Balas Nyonya Asa terkejut.
"Sebentar lagi Abinya Fazila akan turun, silahkan minum tehnya terlebih dahulu, kita akan bicara setelah makan malam." Ucap Bu Fatimah lagi.
"Assalamu'alaikum..." Ucap Pak Alan begitu ia sampai di ruang tengah.
"Wa'alaikumsalam Warahmatullah..." Balas Bu Fatimah, Tuan Anton dan Nyonya Asa bersamaan.
Tuan Alan menyalami Tuan Anton kemudian menangkupkan kedua tangan di depan dada seraya tersenyum kearah Nyonya Asa yang berdiri di samping kanan suaminya.
"Ummi akan melihat meja makan, apa semuanya sudah siap atau belum." Ucap Bu Fatimah sambil menggenggam jemari tuan Alan, tidak ada balasan untuknya selain anggukan kepala dan senyuman menawan.
"Tuan dan Nyonya Sekar, saya permisi sebentar. Kita akan bicara lagi, nanti." Bu Fatimah meminta izin sembari menangkupkan kedua tangan di depan dada.
Dua menit kemudian tersisa Tuan Alan selaku pemilik rumah, Tuan Anton dan Nyonya Asa di ruang tengah. Menikmati teh hangat sambil berbincang.
"Tuan Alan maafkan kami karena terlalu lancang. Apa kami bisa bertemu dengan putri Tuan Alan sekarang?" Ucap Nyonya Asa memulai percakapan seriusnya.
Glekkkkk!
Tuan Alan hanya bisa menelan saliva mendengar ucapan Nyonya Asa yang terlihat tidak sabaran. Melihat tingkah Nyonya Asa dan suaminya yang terkesan terburu-buru membuat Tuan Alan berpikir, haruskan dia menyetujui perjodohan ini? Atau menolaknya saja tanpa perlu berpikir terlebih dahulu? Semua ini benar-benar membingungkan.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Ummul Ammar
Refal harus move on doong... jgn larut dlm kesedihan masa lalu... cepet pertemukan Fazila dan Refal Thor
2022-05-20
0
AdeOpie
aku belum mudeng Thor maksudnya hilya sempat di lecehkan terus di tabrak seolah dia mati kecelakaan atau gimanah, apa dia selamat dari korban pelecehan tapi kena tabrak gitu
2022-05-20
0