Fazila keluar dari kamarnya dan berjalan beriringan bersama dokter Neti. Wajah cantiknya memamerkan senyuman tipis. Tentu saja dia akan tersenyum sesakit apa pun kondisinya jika berada dekat Umminya. Dia benar-benar tidak ingin melihat wanita yang sangat disayanginya itu bersedih melihat kondisi buruknya. Hanya saja, dia benar-benar tidak bisa menahan sakit di lututnya akibat tabrakan tadi siang. Gara-gara kejadian itu kakinya harus di perban.
Fazila sudah memohon pada dokter Neti agar tidak perlu memasang perban pada kakinya, dokter Neti terlalu ngeyel dan mengatakan tidak bisa melakukan itu karena dia takut kondisi kaki Fazila akan semakin memburuk.
"Kondisi Nona Fazila baik-baik saja. Hanya kakinya yang terluka cukup parah. Ada beberapa goresan di bagian tubuhnya seperti di lutut, lengan dan punggungnya. Itu tidak berbahaya. Jika dia istirahan selama beberapa hari itu akan bagus untuknya." Ujar dokter Neti menjelaskan.
"Fazila sudah bilang, Ummi tidak perlu khawatir. Ini hanya luka kecil." Ucap Fazila mencoba menyakinkan Umminya.
"Apanya yang luka kecil, nak? Apa kau tidak bisa melihat Ummi sangat khawatir! Bagimu mungkin itu hanya luka kecil, tapi setiap kali Ummi melihat mu pulang dalam keadaan terluka rasanya nyawa Ummi berada di tenggorokan. Ummi ketakukan setengah mati."
Fazila mematung, mendengar ucapan Umminya ia langsung menutup mulutnya. Ucapan Umminya terasa bagai bom molotov yang meluluh lantakkan jiwanya. Ia merasa bersalah, ia merasa terluka, dan ia merasa menjadi putri durhaka yang membuat Umminya menanggung kesedihan akibat ulahnya.
"Ummi... Fazila minta maaf. Fazila ngaku salah." Ucap Fazila lirih sambil berjalan kearah Umminya, ia memeluk Umminya dengan tangisan pilunya.
Sementara itu Pak Alan, Abi Fazila, beliau hanya bisa menghela nafas kasar melihat dua wanita yang sangat ia sayangi itu meneteskan air mata.
"Ummi tidak perlu menangis karena Fazila. Bukankah Ummi tahu Fazila benci dengan air mata? Fazila tahu, Fazila tidak bisa menjamin diri Fazila agar tidak terluka, dan bukankah Ummi juga tahu bahkan sehelai daun pun tidak akan jatuh dari pohonnya tanpa kehendak Allah? Jadi, kuatkan hati Ummi.
Fazila hanya ingin menebar kebaikan semampu yang Fazila bisa. Apa yang akan Fazila katakan di depan Allah jika nanti Fazila di tanya usia ku, ku gunakan untuk apa?" Ucap Fazila sambil menyeka air mata Umminya.
"Bibi Fatimah, apa yang Fazila katakan memang benar! Bibi Fatimah tidak perlu mengkhawatirkannya. Ada Allah yang akan selalu melindunginya. Bukankah Bibi percaya itu?" Haidar bertanya sambil memegang lengan Ummi Fazila.
"Kalian berdua pasti bersekongkol untuk menentang ku. Setiap Fazila terlibat masalah kau selalu saja membelanya, sekarang rasakan ini!" Celoteh Ummi Fazila sambil menjewer telinga Haidar. Ia mulai tersenyum dan melupakan rasa sakitnya.
"Aaaa... Sakit Bi. Lepaskan telinga Haidar. Jika tidak, aku pasti akan mengadu pada Mama dan Bibi Sabina." Ujar Haidar pura-pura menahan sakit, padahal sebenarnya jeweran Ummi Fazila tidak sakit sedikit pun.
Tawa Fazila mulai pecah melihat tingkah menggemaskan Umminya dan Haidar.
"Ummi, hentikan itu. Haidar tidak akan datang lagi jika Ummi terus-terusan menarik telinganya." Kali ini Abi Fazila mulai angkat bicara.
"Abi, jangan ikut campur. Biarkan saja mereka berdebat, tugas kita hanya menjadi penonton yang baik." Timpal Fazila sambil meraih lengan Abinya kemudian menyandarkan kepalanya di pundak Abinya.
Sedetik kemudian suara gelak tawa Ummi Fazila mulai pecah. Dan hal itu membuat semua orang ikut tertawa bersamanya.
Ya Allah... Terima kasih untuk segalanya. Akhirnya kesedihan Ummi telah sirna dan di gantikan oleh tawa beliau yang begitu indah. Aku mohon, buat Ummi, Abi, dan semua orang bahagia. Gumam Fazila sambil menghapus sudut matanya dengan cepat agar ia tidak ketahuan sedang meneteskan air mata.
...***...
"Meyda Noviana Fazila. Dosen di Universitas ternama." Ucap seseorang yang saat ini duduk di kursi kebesarannya. Keningnya berkerut karena tak percaya dengan apa yang ia lihat dan apa yang ia baca.
"Bagaimana mungkin wanita sepahit empedu itu adalah seorang Dosen. Jika seorang pengajar tidak bisa mengendalikan lidahnya lalu bagaimana dengan mahasiswa bimbingannya? Ucapannya setajam belati. Mengingat bagaimana dia memarahiku membuat ku merinding!" Ucap pria tampan itu sambil bangun dari kursi kebesarannya dan berdiri di dekat jendela.
Tok.Tok.Tok.
Suara ketukan dari balik daun pintu membuat fokusnya pecah. Ia menghela nafas berat sambil mempersilahkan masuk.
"Pak Gubernur, apa Bapak sudah tahu siapa gadis itu?"
"Iya, aku tahu namanya dan dimana dia bekerja." Balas pak Gubernur pelan, sedetik kemudian dia berjalan kearah sofa dan duduk disana. Ia melepas jas dan meletakkannya di dekatnya duduk. Sungguh, wanita manapun yang melihat pesona Pak Gubernur sore ini akan mudah jatuh cinta.
Klikkk!
Tanpa bertanya Tv langsung di nyalakan oleh Asisten Gubernur. Menampakkan wajah yang sangat dia kenal walau melihatnya hanya sekali.
Breaking News
Seorang gadis muda dengan semangat tanpa mengenal rasa takut berhasil menggagalkan pernikahan di bawah umur. Calon pengantin wanita yang usianya baru menginjak tiga belas tahun mengaku, Ibu tirinya menjualnya pada anggota geng yang di buru oleh Polisi dengan alasan untuk membayar hutang.
Iya, memang benar Nona Fazila menggagalkan pernikahan tidak berimbang itu jauh sebelum kami datang. Dia juga terluka. Tapi berkat dirinya kami bisa menangkap sindikat yang selama ini menjadi buronan. Ucap polisi muda membeberkan dari lokasi kejadian.
"Pak Gubernur, berarti saat saya menabrak Nona itu dia akan pergi menuju lokasi kejadian. Sungguh beruntung nasibnya bisa keluar dari rumah itu dalam keadaan hidup. Dia terluka karena perbuatan saya." Ucap Asisten itu menjelaskan. Kepalanya tertunduk malu.
"Tunggu dulu, apa maksudmu keluar dari rumah itu dalam keadaan hidup? Jangan bilang apa yang ku pikirkan ini benar?" Pak Gubernur mendesak Asistennya untuk bicara jujur. Dan hal itu membuat Asisten muda itu merasa ketakutan. Terkadang dia tidak bisa menebak jalan pikiran atasannya, jika terus seperti ini, dia hanya akan mendengar amarah atasannya saja.
"Yang Bapak pikirkan memang benar, penjaga yang kita tempatkan untuk mengintai rumah itu kurang sigap. Saat masalah itu terjadi mereka sedang keluar untuk makan siang." Lapor Asisten itu kembali dengan wajah tertunduk.
"Aist! Kurang ajar." Gumam pak Gubernur sambil mengepalkan tangan.
"Lalu bagaimana dengan bosnya? Apa mereka tertangkap?"
"Maaf pak, bosnya berhasil kabur. Sekarang rumah itu sudah dipasang garis Polisi. Terdapat ratusan senjata api disana dan obat-obatan terlarang senilai Miliyaran Rupiah."
"Katakan pada pihak berwajib, aku akan mengunjungi tempat itu besok. Aku tidak ingin alasan apa pun. Aku harus menemukan bajingan itu agar Hilya ku bisa beristirahat dengan tenang."
Sungguh aneh cinta ini! Nona Hilya sudah lama pergi, tapi luka Pak Gubernur masih saja menganga. Nona Hilya, tolong kirimkan seseorang untuk Pak Gubernur, seseorang yang bisa membawa senyuman dan cinta lagi dalam hidupnya. Gumam Bima dalam hatinya, berharap Gubernur yang selalu ia dampingi mendapatkan bahagia.
"Pak, ini ada surat penting dari Universitas. Mereka meminta anda datang sebagai tamu kehormatan."
Kening Pak Gubernur berkerut mendengar ucapan singkat Asistennya.
"Berikan padaku. Itu dari kampus mana?"
Belum sempat Asistennya mengatakan apa pun, pak Gubernur langsung merebut surat itu dari tangan Bima. Sedetik kemudian wajahnya terlihat memamerkan senyuman.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
hartatik hartatik
jodohnya zila kah pak gubernur
2022-06-12
0
AdeOpie
Fazilah sama pak gubernur ajah Thor siapa sih namanya
2022-05-11
0