Malang memang tak bisa di hindari, walau demikian tetaplah berprasangka baik pada Tuhan, karena setiap hal dalam hidupmu entah itu resah, gelisah dan bahagia, semuanya ada dalam genggamannya.
"Lepaskan aku!" Ucap Fazila kasar dengan kedua tangan terikat kebelakang. Ia tidak bisa berkutik saat preman itu mengikat tangannya, sebuah pisau menempel di leher Maya untuk mengancamnya.
"Ternyata kau sangat berani dan menggemaskan. Jika aku melihat mu lebih awal, aku tidak perlu susah-susah untuk menikahi anak cengeng itu." Tunjuk pengantin gagal itu.
"Aku akan membiarkan anak itu pergi asal kau mau menikah dengan ku. Bukan kah itu syarat yang menguntungkan? Kapan lagi aku bisa bersikap baik pada orang lain selain dirimu.
Penghulu... Siapkan pernikahan ku dengan wanita ini, jika kali ini kau gagal lagi, aku bersumpah atas nama mendiang nenek ku, aku akan memberimu kematian yang menyakitkan."
"Ti-tidak tuan, itu ti-da-k boleh ter-ja-di." Ucap penghulu itu gugup, wajahnya terlihat pucat. Sepertinya terlalu lama berada di rumah terkutuk ini membuat akal sehatnya tidak bekerja dengan baik.
"Aku akan memberi mu saran! Lepaskan ikatan tangan ku maka aku akan memaafkan mu. Jika aku memberimu kesempatan, kemudian kau membuang kesempatan itu, kau tidak akan sanggup menahan amarah ku." Ucap Fazila tanpa rasa takut sedikit pun. Ia sengaja berkata seperti itu agar orang-orang yang di tawan bersama Maya tidak merasakan takut lagi.
"Hahaha! Ternyata kau sangat lucu. Hay Nona manis, di tempat ini bos yang berkuasa. Bos kami yang berkuasaaaa." Ucap seorang pria yang duduk di dekat Fazila sambil berteriak kasar, ia sangat geram mendengar ucapan Fazila yang tidak menunjukan rasa takut sedikit pun, dengan amarah membuncah pria itu menarik pasmina yang Fazila gunakan sampai penitinya menusuk bagian leher Fazila.
"Allah..." Rintih Fazila pelan karena menahan rasa sakit di bagian lehernya.
"Lepaskan ikatan tangannya!"
"Tapi bos, bagaimana kalau Singa betina ini kembali berulah. Bos sudah lihat apa yang sanggup dia lakukan, dia bahkan melumpuhkan penjaga terbaik kita di depan gerbang." Bantah pria yang masih duduk di samping Fazila.
"Dia tidak akan berani melakukannya karena nyawa adiknya ada di tangannya. Apa kau tidak lihat dia kesakitan? Aku tidak ingin calon istriku tergores sedikit pun."
Mendengar ucapan Mafia yang ada di dekatnya membuat Fazila ingin muntah, berani sekali dia berpikir akan menikahi gadis seanggun, sebaik, dan sesoliha dirinya.
Yaaa... Buka ikatan tangan ku, akan ku berikan kalian pelajaran. Kalian berurusan dengan orang yang salah. Dimana mereka? Kenapa mereka lama sekali? Gumam Fazila dengan amarahnya yang masih membuncah.
Hal pertama yang Fazila lakukan setelah ikatan tangannya terbuka adalah memperbaiki peniti yang ada di kain penutup kepalanya. Jilbab yang Fazila gunakan bukan sekedar kain penutup kepala saja, itu adalah identitasnya sebagai seorang muslimah. Dan atas Izin Allah kain penutup kepala itu tidak terbuka walau penitinya menyakitinya.
Dorr! Dorr!
Suara tembakan kembali terdengar, hal itu membuat beberapa preman yang ada di ruang tengah terlihat panik.
"Itu pasti mereka, bagus!" Ucap Fazila pelan. Sedetik kemudian ia berdiri sambil mengedipkan mata kearah penghulu dan para tamu undangan, berusaha memberikan isyarat kalau semuanya baik-baik saja.
"Bos lari, di depan ada polisi!"
"Apa, polisi? Dari mana mereka datang?"
"Kami tidak tahu, bos! Dan aku yakin Singa betina ini yang berulah." Ucap seorang pria jangkung, bibirnya berdarah.
"Kamu wanita yang tangguh! Aku akan kembali dan menuntut balas darimu." Ucap pria yang menjadi bos mafia itu. Ia menunjuk Fazila, tatapannya tajam, berusaha menegaskan kalau dirinya tidak akan melepaskan Fazila dengan mudah. Sedetik kemudian ia mulai lari meninggalkan rumah megahnya.
"Kakak!" Maya mendekati Fazila kemudian memeluknya dengan tangisan pilu, gadis manis itu terlihat ketakutan sampai sekujur tubuhnya bergetar hebat.
"Kau tidak perlu khawatir, Ibu tirimu yang kejam itu sudah di tangkap oleh polisi. Mulai hari ini kau tidak akan tinggal di rumah itu lagi. Tapi kau akan tinggal di rumah Tahfiz seperti yang kau inginkan." Ucap Fazila sambil membelai wajah Maya.
"Nona Fazila, apa anda terluka? Aku rasa aku menanyakan hal yang salah. Maaf."
"Hay Pak Haidar, Alhamdulillah saya baik-baik saja. Terima kasih anda datang dengan cepat, jika tidak sesuatu yang buruk pasti akan terjadi." Balas Fazila sambil menatap Polisi muda yang sudah menjadi sahabatnya itu.
"Sesuatu yang buruk memang sudah terjadi, ini bicaralah." Haidar menyerahkan ponselnya pada Fazila.
"Kau dimana? Cepat pulang! Apa kau ingin melihat kami semua tiada? Kenapa kau sangat gegabah! Jika hal buruk terjadi padamu maka aku akan mengakhiri hidup ku! Tut.Tut.Tut."
Fazila berdiri dengan tubuh bergetar, mendengar ucapan seseorang di sebrang sana membuatnya ketakutan. Wajahnya terlihat pucat, karena hal yang paling ia takutkan adalah menyakiti orang-orang tersayangnya. Dan hal itu sudah ia lakukan, sekarang.
"Apa kau menghubungi Ummi atau Abi?" Fazila bertanya karena ia sangat panik.
"Aku tidak melakukan itu, kebetulan Bibi Fatimah menelpon saat aku dalam perjalanan menuju rumah ini. Nona Fazila tahu sendiri kan, aku tidak bisa berbohong di depan Paman Alan dan juga istrinya."
Sedetik kemudian Fazila mulai mengelus dada, ia sangat takut membayang ekspresi wajah Umminya jika sampai melihat beberapa bagian tubuhnya yang terluka.
...***...
Mansion Wijaya sore ini di penuhi kekhawatiran dari penghuni yang tinggal di dalamnya. Sejak putri berharganya kembali tak ada lagi senyuman yang terpancar dari wajah wanita separuh baya itu. Netra teduhnya mulai memerah. Tangisnya mulai pecah saat melihat putrinya memasuki rumah dengan kaki menjinjit menahan sakit.
"Fazila... Ummi sudah bilang jangan terlibat dengan dunia kriminal. Kau benar-benar nakal, kenapa tidak pernah mengikuti keinginan Ummi. Apa kau ingin melihat Ummi tiada?"
"Ummi, jangan berkata seperti itu!" Ucap Abi Fazila menyela ucapan istrinya.
"Bagaimana Ummi tidak berkata seperti itu, Bi. Kedua anak kita tidak ada yang mau mendengarkan ucapan kita. Yang besar selalu saja pulang membawa luka. Dan yang muda selalu saja terlibat masalah dengan wanita. Ummi pusing, Bi. Ummi lelah."
Mendengar ucapan istrinya, Pak Alan hanya bisa memeluknya, berharap kekhawatiran istrinya akan menguap keangkasa bersamaan dengan tarikan dan hembusan nafas kasarnya.
"Bibi tidak perlu khawatir. Seharusnya Bibi bahagia memiliki putri pemberani seperti Fazila. Karena sikap sigapnya dia berhasil menggagalkan pernikahan di bawah umur." Ucap Haidar, polisi yang menangani kasus yang Fazila laporkan.
"Apa? Pernikahan di bawah umur?" Netra Ummi Fazila membulat tak percaya.
"Iya, Ummi. Pernikahan di bawah umur! Ummi ingat, Maya? Dia anak yang manis, usianya baru tiga belas tahun tapi ibu tirinya yang kejam itu menjualnya pada preman. Fazila tidak bisa diam setelah mengetahui ketidak adilan menimpa anak manis itu.
Fazila minta maaf, Mi! Fazila ngaku salah. Fazila tidak bisa janji hal seperti ini tidak akan terjadi lagi. Tapi Fazila bisa janji, Fazila akan lebih berhati-hati." Celoteh Fazila sambil memegang kedua telinganya.
"Nyonya, dokter Neti sudah tiba." Art separuh baya datang bersama seorang wanita yang mengikuti langkahnya dari belakang. Dokter Neti, dokter keluarga Wijaya.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
tirania
keren, lanjutkan
2022-07-01
0