Kendaraan roda empat yang di kendarai Bagas berjalan seperti kura-kura, perlahan, dan selangkah demi selangkah sampai akhirnya kendaraan itu terjebak dalam kemacetan panjang. Seluas mata memandang yang tampak hanya kendaraan roda empat yang mengular di sepanjang jalan.
Matthew yang mengetahui kondisi di luar hanya bisa menghela nafas kasar karena hal seperti ini jarang sekali terjadi di Bali. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain memainkan ponsel pintarnya hanya untuk melihat sosial media.
57.M follower instagram dan 52.M follower Twitter. Tidak akan sulit mencari informasi tentang Matthew Adyamarta karena namanya cukup di kenal dalam dunia bisnis. Dia memang masih muda tapi dedikasinya dalam mengembangkan bisnis keluarga Adyamarta tidak perlu di ragukan lagi. Bahkan tak jarang dia selalu membagikan aktivitas sehari-hari di sosial medianya, di mulai dari bagun tidur, sarapan, aktivitas di kantor hingga saat ia sedang menyelam bersama ikan-ikan kecil di dasar lautan. Hal yang paling ia sukai adalah saat menaklukan Ombak, berselancar menjadi pilihan terbaik yang paling ia sukai untuk menghilangkat penat setelah seharian bekerja di kantor.
Bosan bermain dengan ponsel pintarnya Matthew kini meraih koran yang ada di depannya.
"Ini koran seminggu yang lalu, apa kalian hobi menyimpan kertas lama? Koran pagi ini di mana?" Matthew bertanya sambil melipat koran yang ia anggap terbitan seminggu yang lalu.
"Koran terbaru ada di baris ketiga tuan." Jawab Bagas tanpa menoleh kebelang. Maklum saja, menyetir membuatnya tidak bisa menatap tuan muda tampan yang duduk di belakangnya.
"Apa saya boleh bertanya?" Matthew kembali membuka suara.
"Silahkan, Tuan."
"Kenapa kau tidak membuang koran lama ini, Tuan Alan akan memarahimu karena masih menyimpan sampah dari seminggu yang lalu?"
"Tuan Alan orang yang sangat baik. Selama saya bekerja untuk beliau, sekali pun saya tidak pernah melihat beliau marah.
Menyangkut koran itu, Tuan Alan sendiri yang menaruhnya disana. Beliau memerintahkan agar tidak perlu membuang koran itu, karena berita tentang keberanian putrinya di muat di sana."
"Berita tentang putrinya?" Matthew memperbaiki posisi duduknya, ia mengerutkan keningnya tak percaya dengan apa yang ia dengar.
"Apa putri Tuan Alan seorang selebriti? Jika itu benar, beliau tidak perlu menyimpan koran lama, karena media selalu menerbitkan berita yang sama setiap harinya. Apa tidak akan menjadi masalah saat Tuan Alan harus mengumpulkan semua koran yang meliput semua kegiatan sehari-hari putrinya?" Matthew kembali bertanya karena ia tidak percaya dengan apa yang ia dengar.
"Tidak Tuan. Maksud saya, putri Tuan Alan bukan seorang selebriti. Nona muda bahkan tidak menggunakan sosial media apa pun." Timpal Bagas sambil tersenyum menghadap kedepan. Bagas bahkan sangat lancang karena berani menghadirkan wajah secantik purnama milik Nona mudanya dalam pikirannya.
"Aku tidak percaya pada mu! Bagaimana mungkin di zaman semoderen saat ini ada orang yang tidak menggunakan sosial media.
Mungkin dia hanya berpura-pura. Aku mengenal banyak orang yang seperti itu. Di depan kedua orang tuanya mereka bersikap seperti burung tanpa sayap, tapi saat jauh dari orang tuanya mereka seperti Merpati yang terbang bebas tanpa arah dan tujuan." Timpal Matthew dengan nada suara tegas, dia hanya ingin mematahkan pendapat Bagas yang menurutnya tidak memiliki dasar yang kuat.
Gadis zaman sekarang benar-benar tidak bisa di percaya. Setiap hari mereka bahkan selalu saja menempel seolah aku permen manis yang ingin mereka hisap sepanjang hari. Membayangkan itu saja membuat ku merinding. Gumam Matthew di dalam hatinya.
Bukannya menanggapai ucapan Matthew dengan tegas, Bagas malah cekikikan di sela-sela kesibukannya mengendarai mobil. Bagi Bagas, ini pertama kalinya ia mendengar lelucon yang berhasil membuatnya tertawa dalam keadaan bekerja.
"Hahaha. Tuan, kau mengatakan lelucon yang sangat luar biasa. Aku sampai tidak bisa menahan tawa. Maaf." Ucap Bagas setelah ia bisa mengendalikan dirinya.
"Apa aku terlihat sedang bercanda?"
"Tidak, Tuan. Aku tahu Tuan tidak bercanda. Hanya saja tidak semua gadis itu sama seperti yang anda pikirkan. Contohnya Nona ku." Jawab Bagas dengan nada suara meyakinkan.
"Nona ku itu semurni mata air, ucapannya selalu benar dan tindakannya tidak pernah merugikan orang lain.
Jika Tuan berpikir semua wanita menempel pada Tuan seperti semut yang mengerubungi gula, maka saya katakan wanita yang anda temui di klab malam, atau wanita yang anda temui di pantai menggunakan bikini jelas berbeda dengan gadis yang Tuan temui tanpa sengaja di Masjid.
Walau anda menghabiskan seluruh hidup anda untuk mencari wanita sekelas Nona saya di klab malam, maka saya katakan anda tidak akan pernah menemukannya. Karena dia hanya menggunakan waktunya untuk hal berharga saja." Sambung Bagas sambil menatap tajam ke arah depan. Mobil yang ia kendarai tidak lagi terjebak dalam kemacetan, karena itu ia tidak bisa menatap wajah serius Matthew saat menceritakan sosok yang sangat ia hormati itu.
Ucapan Bagas seolah mencecarnya karena ia sering menghabiskan waktu luangnya di klab malam. Tentu saja Matthew tidak mudah percaya dengan ucapan sopir muda yang sedang bicara di kursi kemudi, baginya ucapan itu terdengar seperti bualan saja.
"Yaya... Baiklah, sanjung saja Nona mu itu. Sekuat apa pun kamu menyanjung Nona mu, maka sekuat itu juga aku akan mengabaikan ucapan mu. Kau berkata seperti itu karena kau tidak tahu bagaimana rasanya menghabiskan malam yang indah dan berdansa bersama gadis seksi sepanjang malam." Ucap Matthew sambil membuka lipatan koran yang ada di tangan kanannya.
Meyda Noviana Fazila.
Glekkkk!
Matthew langsung menelan saliva begitu membaca nama yang tertulis di koran yang ada di tangannya. Tidak ada foto yang terpampang di koran, namun nama yang ia baca cukup menarik perhatiannya.
...***...
Suasana di Aula kampus benar-benar menyenangkan, Gubernur yang Fazila pikir jutek ternyata sangat humoris. Semua peserta seminar yang terdiri dari Mahasiswa, Dosen, Profesor dan beberapa Wartawan yang berasal dari stasiun televisi berbeda terlihat larut dalam nuansa penuh suka cita.
Sosok sekelas Refal tidak akan bisa lepas dari sorotan media, entah dari depan atau dari belakang Wartawan tetap saja mengikuti langkahnya. Mereka akan hadir seperti bayangan yang tidak akan bisa terpisahkan.
Seperti yang sudah di rencanakan, Refal akan berada di kampus sebagai tamu undangan tak lebih dari lima belas menit. Sekarang bahkan lima belas menit belum usai tapi ia sudah bersiap akan pergi.
"Pak Gubernur, terima kasih atas kedatangan Bapak. Hari ini kami sangat bahagia, karena kedatangan Bapak kampus kami mendapatkan begitu banyak manfaat." Ucap Rektor separuh baya yang berdiri di depan Refal. Wajahnya memamerkan senyuman.
"Pak Rektor tidak perlu berterima kasih, ini sudah menjadi kewajiban saya untuk memenuhi undangan selama itu tidak mengganggu pekerjaan saya di kantor pemerintah.
Jika boleh, apa saya bisa bicara dengan Ibu Fazila sebentar?" Refal meminta dengan suara cukup santun membuat Rektor separuh baya itu tidak bisa menolak permintaannya.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
hartatik hartatik
lanjut
2022-06-12
0
Ummul Ammar
ceritanya sangat bagus knp yg coment dan like cm sedikit.. semangat buat KK author nya biar lanjut update ceritanya sampai tamat ya.. jangan lama2 up nya di tunggu lanjutannya
2022-05-16
0