"Apa masalah mu? Kenapa kau diam walau kau tahu masalah sebesar ini akan terjadi? Aku tidak mau tahu, masalah ini harus selesai besok pagi!" Ucap Refal dengan amarah membuncah.
"Maafkan saya, Pak. Tadinya saya berencana akan memastikan kebenaran dari mata-mata saya. Saya tidak menyangka warga kampung itu sendiri yang datang menemui Bapak.
Sebenarnya tadi pagi, saat kita singgah di kampus Nona Fazila, ada seorang mahasiswa yang ingin bertemu dengan Bapak, tapi pengawal kita menolak karena Bapak tidak punya banyak waktu di kampus itu.
Mahasiswa yang berjenis kelamin laki-laki itu memutuskan memberikan surat pada pengawal kita.
Karena khawatir itu surat ancaman saya terpaksa harus membuka dan membacanya. Di surat itu di jelaskan segalanya tentang beberapa pegawai yang korup. Untuk mengecek kebenarannya saya sudah mengirim beberapa mata-mata. Sayangnya hingga saat ini belum ada kabar dari mereka. Itulah alasannya saya belum memberikan laporan apa-apa. Saya minta maaf Pak." Ucap Bima menyesal.
Seorang Gubernur sekelas Refal memang harus bergerak cepat karena waktu tidak akan menunggu siapa pun. Keadilan yang semakin menipis harus di tegakkan kembali. Pripsip hidupnya yang sederhana selalu menuntunnya untuk bertindak cepat. Refal selalu berpendapat, jika kau tidak menemukan orang baik di sekitarmu maka jadilah salah satunya.
"Apa yang akan Bapak lakukan? Masalah Ibu itu, seharusnya dia tidak perlu melaporkan ke kantor Gubernur, tapi di kelurahan masing-masing." Balas Bima sambil merunduk. Dia tidak akan berani menatap Pak Gubernur karena dia tahu masalah ini bukan masalah sepele menurut Gubernur baik hati dan jujur sekelas Refal.
"Lihat saja besok, aku tidak akan membiarkan nyamuk pengganggu yang selalu mengisap darah rakyat itu bernafas dengan tenang. Setiap satu sen yang mereka curi harus mereka ganti dengan berlipat-lipat penderitaan sebagai ganti kesusahan yang mereka timbulkan." Refal mengepalkan kedua tangannya, tatapannya setajam belati.
Sungguh, Refal tidak bisa menahan amarahnya. Setiap kali ada laporan tentang bawahannya yang korup, darahnya terasa mendidih. Entah sehaus apa orang-orang tidak berguna itu sampai harus mencuri hak orang lain demi memuaskan nafsunya sendiri? Apa pun alasan mereka, yang salah tetap saja salah dan harus di tindak dengan tegas.
Jika sudah melihat tekad kuat Refal seperti itu, tidak ada yang bisa Bima lakukan selain mendoakan Gubernur yang selalu ia ladeni dengan sepenuh hati agar tetap baik-baik saja.
...***...
Sementara itu di tempat berbeda, Nyonya Asa sedang menyiapkan hadiah yang akan ia bawa bersama suaminya saat berkunjung kerumah Tuan Alan, sebagai seorang Ibu yang sangat antusias untuk menjodohkan putranya dengan putri Tuan Alan, sudah seharusnya ia menyiapkan segala hal yang di perlukan untuk memperindah kesan pertamanya.
"Buah sudah, dan hal lain-lainnya juga sudah. Kira-kira apa yang terlupa? Aku tidak boleh terlihat buruk pada kesan pertama pertemuan keluarga." Ucap Nyonya Asa sambil memperhatikan satu demi satu barang yang sudah di bungkus.
"Untuk apa Mama melakukan semua ini? Bukankah Tuan Alan bilang tidak perlu membawa apa pun? Lagi pula mereka punya segalanya, hal seperti ini tidak di butuhkan."
"Papa tidak tahu saja, jika mereka bilang tidak itu artinya 'Iya' hanya seorang wanita yang bisa membaca pikiran lawan bicaranya. Biarkan Mama melakukan ini agar hati Mama tenang.
Mama terlalu kesal membayangkan Refal, putra kita satu-satunya terjebak dalam kegelapan masa lalu yang tidak akan pernah mendatangkan bahagia. Mama berharap putri Pak Alan akan serasi dengan Refal. Jika dia tidak sebaik yang Mama pikirkan Mama janji akan menjauhkannya dari keluarga kita."
"Jangan terlalu berharap. Papa takut Mama akan kecewa. Berapa banyak gadis yang coba Mama dekati? Satu pun di antara mereka tidak ada yang cocok dengan Refal."
Nyonya Asa hanya bisa menghela nafas kasar mendengar ucapan suaminya. Untuk pertama kalinya ia merasa putus asa, akankah semuanya akan berakhir bahagia? Bagaimana cara mewujudkan semuanya sementata putranya saja tidak pernah menghiraukan ucapannya.
"Mama tidak perduli, Pa. Kali ini Mama tidak akan gagal. Besok malam kita benar-benar akan kerumah Tuan Alan. Mama tidak mau menunda hal baik.
Mama tidak kebelet ingin punya cucu, Mama hanya tidak ingin putra Mama satu-satunya hidup menyendiri."
"Pak Alan bilang putrinya sangat berharga, putra kita pun berharga, bagi Papa kebahagian Refal jauh lebih penting dari pada sekedar memaksakan kehendak padanya.
Jangan sampai anak itu malas pulang kerumah karena tidak ingin mendengar ocehan kedua orang tuanya.
Kita sudahi saja percakapan ini. Dan besok malam saat kita berkunjung kerumah Tuan Alan, jangan katakan apa pun padanya."
"Tapi Pa..."
"Tidak ada tapi-tapian, Ma. Kali ini Papa sendiri yang akan memutuskannya. Refal terlalu berharga, jangan sampai dia mendapatkan sembarang wanita." Sambung tuan Sekar lagi sebelum istrinya mengatakan apa pun.
Tak jauh berbeda dengan kondisi di rumah Tuan Sekar, pembicaraan tentang perjodohan pun sedang berlangsung di Mansion Tuan Alan.
"Bagaimana pendapat Mama? Tuan Sekar dan Istrinya jelas-jelas mengutarakan niat mereka untuk melamar Fazila.
Alan tidak mengatakan apa pun, Ma. Alan hanya bilang jika Fazila setuju maka kita akan lakukan sesuai kehendaknya." Ucap Pak Alan pada Mamanya, Nyonya Nani yang tiba-tiba berkunjung karena merindukan cucu laki-lakinya.
Nyonya Nani yang di tanya terlihat berpikir. Beliau belum bisa mengutarakan pendapatnya karena menurutnya calon yang datang bukan sembarang calon. Orang tua mana pun jelas akan setuju tanpa perlu berpikir lagi jika yang datang melamar putri mereka adalah pangeran sempurna tanpa cacat dalam segi dunia.
"Ummi tahu yang akan datang untuk menemui keluarga kita dan akan melamar Fazila itu keluarga yang sangat terpandang.
Tapi Abi juga harus tahu, putri kita tidak akan silau dengan segala kemewahan yang akan di tawarkan padanya. Fazila akan suka rela menerima pria miskin sebagai calon pendampingnya asal pria itu baik dan mengerti Agama dari pada pria rupawan yang menawarkan segala kemewahan namun bodoh dalam urusan akhirat." Celoteh Bu Fatimah, istri Tuan Alan.
"Mama sependapat dengan istri mu Alan, Fazila memang seperti itu. Dia selalu terlibat masalah saat berada di luar rumah karena dia berpendapat menebar kebaikan jauh lebih penting dari pada sekedar menikmati kemewahan yang dia punya di rumahnya.
Tapi dalam urusan calon pendamping dia terlalu selektip untuk itu, dia berpikir rumah kecil yang menawarkan kebahagiaan dan penuh dengan cahaya Al-Qur'an lebih dia butuhkan. Apa putra rekan bisnis mu masuk atau tidak dalam kriteria yang dia butuhkan?
Mama tidak akan mengizinkan mu menjodohkan Cucu kesayangan Mama jika hal itu sampai merenggut kebahagiaannya." Ucap Nyonya Nani sambil meletakkan cangkir teh di atas meja.
Jika istrinya dan Mamanya sudah angkat bicara, tidak ada yang bisa Tuan Alan lakukan, ia hanya bisa manut. Entah perjodohan ini akan terjadi atau tidak semuanya ada di tangan Meyda Noviana Fazila, putri kebanggaan keluarga Wijaya.
Percakapan tentang perjodohan di Mansion Tuan Alan terpaksa harus di hentikan, karena tidak akan memberikan solusi apa-apa.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Lilis Lestari
lanjut Thor
2022-05-17
0
Ummul Ammar
waaah Fazila n Refal semoga berjodoh... semangaat ....lanjuuut
2022-05-17
0
AdeOpie
cocok lah Fazilah sama Refal thor
2022-05-17
0