Pintu dibuka, Nayaka mempersilakan Delilah untuk keluar, tetapi wanita itu masih enggan beranjak dari posisinya. Kesal sudah pasti, tetapi Nayaka tidak ingin membuat keributan yang nantinya akan membangunkan Kyomi.
"Sialan kau, Delilah!" umpat Nayaka saking dongkolnya.
"Kau berubah, Kak. Sejak kapan kau berkata kasar padaku?"
"Sejak kau pergi dariku, Sialan! Murahan!" Nayaka menutup pintu kembali, lalu menarik Delilah masuk kamar.
Ia membuka paksa baju yang dikenakan Delilah, mendorong wanita itu jatuh di atas kasur, lalu menindihnya.
"Aku tidak lupa kau sangat murahan. Kau datang karena menginginkan pelayanan dariku, kan? Aku tidak lupa saat menjadi budak napsumu."
Nayaka menarik bagian terakhir yang melindungi kehormatan Delilah. Menyentuh di sana dengan dua jarinya yang berhasil menyentak wanita itu.
"Kau tidak puas dengan kekasihmu dan itu sebab kau mendatangiku?" ucap Nayaka.
Delilah menggeleng, berusaha melepas tangan Nayaka dari miliknya. Ia menggigit bibir agar tidak menimbulkan suara keras.
"Kapan kau akan melihatku sebagai pria, Delilah? Apa begitu hina aku di hadapanmu?"
"Lepaskan aku!" bentak Delilah dengan mendorong Nayaka. "Kau pernah menjadi kekasihku."
"Lalu, untuk apa kau mengangguku lagi?"
Satu per satu Delilah memungut pakaiannya kemudian memakainya kembali. "Aku hanya ingin hubungan kita membaik seperti dulu."
"Seperti apa hubungan baik itu?" tanya Nayaka.
"Aku ingin menjadi teman. Biarkan aku mendekati Kyomi. Aku tidak akan pernah merebutnya darimu, tetapi beritahu dia jika aku ibunya. Hanya itu yang aku inginkan darimu."
Nayaka terkekeh. "Kau ingin Kyomi mengakuimu sebagai ibu?"
"Aku memang ibunya."
"Berlututlah di depanku, Delilah," pinta Nayaka.
" Apa maksudmu?" kaget Delilah.
"Ya, aku akan kabulkan permintaanmu itu."
"Kau jangan keterlaluan," ucap Delilah yang mulai murka atas kelancangan Nayaka.
"Kau tidak mau rupanya. Baiklah, aku ganti kalau begitu. Jadi simpananku selamanya. Kapan pun aku membutuhkan dirimu, maka kau harus hadir."
"Nayaka!" bentak Delilah.
"Apa?" tantang balik Nayaka. "Perempuan murahan sepertimu memang pantas menjadi simpanan, kan?"
"Kau meremehkanku!" ucap Delilah. "Sudah cukup kau menghinaku. Aku bersalah dan mengakuinya. Aku butuh maaf darimu."
"Sedangkan aku butuh kehangatan darimu. Kita bisa lihat seorang nona kaya menjadi simpanan pria miskin seperti diriku."
"Hentikan, Nayaka!" bentak Delilah.
"Papa!" panggil Kyomi dengan menggedor pintu. "Papa, kau membuatku takut. Suara siapa itu?"
Pintu dibuka. Nayaka keluar kemudian menutup kembali lawang kayu agar Kyomi tidak dapat melihat wanita di dalam sana.
"Maaf, Sayang. Papa sedang menonton film. Pasti tidurmu terganggu," ucap Nayaka.
"Streaming?"
"Iya, Sayang. Ayo, lanjutkan tidurmu," kata Nayaka.
"Temani Kyomi dulu."
Nayaka menggendong putrinya kemudian membawanya masuk ke kamar. Kalau sudah bangun, maka Kyomi akan susah untuk tidur kembali. Nayaka harus membacakan dongeng agar putrinya dapat tidur.
"Akhirnya tidur lagi," ucap Nayaka.
Perlahan ia beranjak dari sana, dan di depannya sudah ada Delilah yang menunggu. Nayaka langsung menarik tangan Delilah. Menyeret wanita itu keluar dari rumah.
"Jangan pernah mengusik kehidupan pribadiku lagi. Hubungan kita hanya sebatas karyawan dan atasan selama di kantor. Kau bukan siapa-siapa bagiku. Pergi jauh dari hidupku, Delilah!" ucap Nayaka, lalu menutup pintu dan menguncinya.
Delilah ingin mengetuk lagi, tetapi ia sadar bahwa itu akan menganggu tidur Kyomi. Terpaksa ia harus angkat kaki dari rumah Nayaka.
...****************...
Delilah kaget melihat Juno yang berdiri di depan rumahnya. Sejak pulang kantor sampai pukul dua belas malam, Delilah belum menelepon atau mengirim pesan kepada kekasihnya itu.
"Kau membuatku khawatir," ucap Juno.
"Masuklah," kata Delilah mempersilakan.
"Kau dari mana, Sayang?"
"A-aku hanya jalan-jalan saja."
"Kau dari mana?" tanya Juno.
"Hanya mengunjungi seorang teman. Sebaiknya masuk dulu. Kita bicara di dalam," kata Delilah.
Juno patuh untuk masuk ke rumah meski saat ini ia benar-benar kesal karena sikap tunangannya.
"Bibi, buatkan Juno minum," perintah Delilah.
"Tidak perlu," sahut Juno.
Delilah mengibaskan tangan agar pelayannya pergi. Tentu ia tahu sudah berapa lama Juno menunggunya dilihat dari kekesalan yang ditunjukkan oleh sang tunangan.
"Puluhan kali aku menelepon," ucap Juno.
"Aku menjenguk temanku."
"Teman yang mana?" tanya Juno. "Aku mengetahui dengan siapa saja kau berteman."
"Dia baru datang dari luar negeri." Delilah menatap Juno. "Jangan marah, Sayang. Aku ingin cerita sesuatu padamu."
"Alasan agar aku memaafkanmu?"
"Aku serius. Apa yang akan kau lakukan jika mendapati calon istrimu yang sudah pernah melahirkan seorang anak?" tanya Delilah.
Juno mengerutkan kening. "Maksudmu janda?"
"Dia belum menikah, tetapi memiliki anak dari kekasihnya terdahulu."
"Aku membenci kebohongan dan aku tidak akan pernah memaafkan wanita seperti itu," jawab Juno, lalu ia mendekat pada Delilah. "Kau bukan tipe wanita yang suka berbohong, kan?"
Delilah tersenyum. "Bagaimana kalau aku berbohong?"
Juno tertawa. "Kau tidak pernah berbohong. Aku tahu siapa dirimu. Kau sempurna untukku, Delilah."
Delilah mengganguk. "Iya, kau juga."
"Siapa nama temanmu itu?" tanya Juno.
"Nilam."
"Maksudmu dia punya anak dari kekasihnya, lalu ingin menikah dengan pria lain?" tanya Juno.
"Begitulah," jawab Delilah.
"Aku tidak menginginkan wanita yang telah tidur bersama pria lain. Maksudku, aku merasa rugi. Bukan masalah pikiranku konservatif, tetapi aku menginginkan kesempurnaan dalam rumah tanggaku."
"Kau bahkan ingin meniduriku sejak di kantor tadi."
Juno tertawa. "Karena aku sungguh tidak tahan untuk memakanmu. Aku tidak lagi nakal sejak kita menjalin hubungan. Aku menjaga diriku, seperti kau menjaga dirimu. Malam pengantin kita akan sempurna dan aku sangat menantikan itu."
Lagi-lagi perasaan bersalah timbul di hati Delilah. Ia adalah wanita pembohong. Pendusta ulung dan ibu paling kejam.
"Sayang," tegur Juno.
Delilah tersentak. "Ya, apa?"
"Kau melamun lagi."
"Hanya mengingat cerita temanku saja," ucap Delilah.
Juno mengelus pipi mulus kekasihnya. Sebelah tangannya menahan tengkuk Delilah, lalu kecupan mesra ia berikan.
"Kau tidak membuka bibirmu," kata Juno.
"Aku tidak nyaman." Delilah berpikir cepat untuk menolak. "Aku makan soto dengan bawang goreng yang banyak."
Juno tertawa mendengarnya. "Sejak kapan aku peduli tentang itu, Sayang. Buka bibirmu karena aku sangat menginginkannya."
Delilah menuruti keinginan Juno. Menyambut kecupan dalam yang kekasihnya berikan meski ia ingin adegan ini segera berakhir.
"Kau berbohong. Tidak ada rasa bawang itu."
"Aku minum soda dan apel," jawab Delilah.
"Kau mau makan jengkol, aku tetap mengecup bibirmu. Jangan kecewakan aku, Sayang," ucap Juno, lalu kembali mengecup bibir Delilah.
Keduanya jatuh bersamaan di sofa. Kecupan Juno jatuh pada tulang jenjang kekasihnya. Ia tersenyum mendapati jejak yang tadi siang ia berikan, dan kembali memberi tanda merah di sekitar bagian depan tubuh Delilah.
"Cukup di sana saja," kata Delilah yang tahu jika Juno ingin mencucup dua bagian miliknya.
"Boleh aku cicipi atasnya saja?"
"Jangan, Juno."
Juno mengembuskan napas panjang. Ia kecewa, tetapi tetap menghargai keputusan Delilah. Hanya sebentar lagi mereka akan berada dalam satu ikatan yang sah, dan ia akan sabar menunggu.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Mifta Siregar
uhhh se delilah kemana aja selma 6 tahun
pernah mencari,ngak kan
sekarang aja
2022-05-20
1
Ety Nadhif
aku suka sikap Nayaka yg sekarang
2022-05-20
1
Desi Hes
delillah jjr lah dari pada kalian dah nikah akan kecewa dah jelas calon mu minta kesempurnaan...kalian saling cinta tapi ego dan amarah menutupi itu...dewasa lah ingat cinta ayah dan bunda mu ...
2022-05-20
1