Delilah memeriksakan kandungannya lebih dulu sebelum melihat apartemen yang akan mereka sewa. Ia berharap alat yang menempel di perutnya tidak menunjukan bahwa ia hamil. Berharap jika test pack itu salah. Nyatanya setitik bintik hitam ada di sana. Ada yang menghuni rahimnya. Ia hamil di usia sembilan belas tahun.
Resiko yang harus ia tanggung karena pergaulannya. Bisa-bisanya Delilah meminta ditiduri oleh Nayaka dan kenikmatan itu malah membuatnya ketagihan. Andai waktu berputar kembali, Delilah tidak akan pernah melupakan meminum pil pencegah kehamilan.
Dokter mengatakan kandungannya sehat. Segala nasihat diberikan serta vitamin sebagai zat yang tidak boleh lupa untuk diminum. Dokter juga mengatakan hal biasa mengenai Delilah yang tidak mengalami ngidam.
Seusai mengunjungi dokter kandungan, keduanya berjalan menuju Jalan Marais. Nayaka juga sudah berjanji kepada agen akan bertemu setelah jam makan siang.
Seorang agen wanita memperlihatkan gedung apartemen yang akan Delilah tempati. Sebuah flat di lantai tiga. Tempatnya cukup luas dengan fasilitas memadai.
"Bagaimana, Sayang? Cocok dengan apartemen ini?" tanya Nayaka.
"Cukup bagus, sih. Aku suka saja. Lagian hanya untuk sementara. Kita sewa ini saja," jawab Delilah.
"Enggak mau lihat yang lain dulu? Mungkin kita bisa mendapat yang lebih murah," usul Nayaka.
"Ini Paris, Kak. Tidak ada yang murah. Kita ambil ini saja. Aku lelah untuk berjalan mencari apartemen."
"Baiklah, kita ambil ini saja."
Delilah memberikan kartu hitam miliknya kepada sang kekasih. "Kakak urus saja. Kita langsung bayar untuk satu tahun."
"Kau duduk dulu di sini. Aku juga akan minta petugas kebersihan membersihkan apartemen dulu agar kita bisa pindah besok," kata Nayaka, lalu pergi bersama sang agen wanita.
Delilah mengusap perutnya yang masih rata. Tiba-tiba ia menyesal menuruti permintaan Nayaka. Seharusnya Delilah mengugurkan kandungannya. Ia bisa meminta bantuan teman-temannya untuk mencari dokter yang bisa membantu.
"Aku harus bagaimana?" gumam Delilah. "Menikah muda bersama Nayaka? Kakak memang baik, sih. Mungkin aku akan bahagia jika bersamanya."
Tidak lama Nayaka datang dengan membawa bukti pembayaran. Ia juga sudah meminta agen rumah untuk mencarikan orang yang akan membersihkan flat mereka agar besok bisa ditempati.
"Sudah selesai?" tanya Delilah.
"Ini suratnya." Nayaka memberi bukti pembayaran serta kartu milik Delilah. "Mau pulang ke hotel?"
"Jalan-jalan sebentar. Aku mau lihat Menara Eiffel."
"Kita pergi sekarang saja kalau begitu," ucap Nayaka.
Keduanya keluar dari gedung apartemen. Nayaka dan Delilah menumpang bus menuju ke sana. Sesampainya di sana keduanya langsung menikmati indahnya menara ikonik negara Perancis itu.
"Indah, ya, di sini," celetuk Delilah.
"Sepertinya kau akan betah di sini," ucap Nayaka.
"Aku lebih suka rumahku sendiri."
Nayaka tersenyum. Ia menyelipkan anak rambut yang menutupi wajah sang kekasih. "Mau jalan lagi? Apa masih belum puas melihat menaranya?"
"Kita jalan lagi saja. Lagian tidak begitu jauh dari tempat sejarah lainnya," ucap Delilah.
Musee de Louvre, Notre Dame tidak luput dari kunjungan keduanya. Wisata di dekat sungai seine mereka jelajahi bersama. Kemudian makan makanan cepat saji di kafe pinggir jalan, lalu pulang ke hotel.
******
Besok siangnya, Nayaka dan Delilah pindah ke apartemen yang telah mereka sewa. Agen rumah menyerahkan kunci dan ruangan siap untuk dipakai karena telah dibersihkan. Nayaka pun pergi berbelanja makanan untuk persediaan selama satu bulan ke depan. Setidaknya sampai ia kembali lagi ke Paris.
Tinggal dua hari lagi kebersamaan Nayaka bersama sang kekasih setelah itu ia harus pergi meninggalkan Delilah. Ia harus mengurus kelulusan kuliah kemudian pekerjaan serta rumah sewa mereka di sana. Besok ia juga harus menemani Delilah ke tempat kursus desain perhiasan yang wanita itu inginkan.
Delilah tidak menghiraukan Nayaka yang sibuk menyusun beberapa makanan ke dalam lemari pedingin. Sang kekasih, bahkan dengan teliti membungkus sayur serta buah dalam plastik wrap agar lebih tahan lama.
Menyusun beberapa botol air mineral, makanan ringan serta susu khusus ibu hamil. Semua kebutuhan sudah Nayaka beli untuk kekasihnya.
"Jangan sering makan makanan saji, Sayang. Kau tengah hamil. Lebih baik masak sendiri," ucap Nayaka.
"Aku enggak bisa masak. Aku bisa pesan dari restoran. Kau tidak perlu khawatir."
"Tapi aku sudah membelikanmu banyak buah dan sayur. Kau harus memakannya. Ini demi bayi kita juga," ucap Nayaka.
"Kau ini cerewet sekali. Aku akan memakannya," kata Delilah. "Buatkan aku omelet. Tambahkan sosis juga."
"Iya, aku buatkan. Kau tunggu di ruang TV saja."
"Jangan lupakan jus melon. Jangan ditambah gula," pesan Delilah.
Nayaka mengiakan apa yang diminta sang kekasih. Delilah beranjak dari dapur menuju ruang TV setelah itu.
Celemek dipasang. Nayaka mulai berkutat dengan telur, sosis serta sayur yang ia potong kecil dan wajan penggorengan. Satu sendok margarin dioles ke atas telfon, lalu siap menuangkan adonan omelet di atasnya. Tidak lupa jus buah melon yang diinginkan Delilah.
Nayaka membawa makanan yang ia bawa ke ruang TV. Sang kekasih tengah asik menonton film dari TV kabel yang terpasang. Sebuah film romantis pasangan muda di kampus. Nayaka tidak tertarik akan film yang menyajikan adegan liar tanpa kisah romantis yang sebenarnya. Pantas saja Delilah mengajaknya tidur bersama. Mungkin karena pengaruh film romantis itu.
"Makan dulu. Aku sudah buatkan," ucap Nayaka.
"Terima kasih, Kak."
Delilah menyeruput jus melon buatan Nayaka dulu setelah itu menyantap omelet telur. Delilah menaikkan kedua kakinya di atas meja. Melihat itu, Nayaka langsung duduk di atas karpet dan memijat kaki kekasihnya.
"Andai aku dapat cowok seperti dia," celetuk Delilah tanpa lepas memandang aktor dalam TV.
Nayaka cuma tersenyum. Delilah akan selalu berkata seperti itu jika menemukan pria tampan. Di kampus ia menjadi salah satu primadona. Namun, Delilah tidak tertarik pada pria yang memujanya. Selamanya Delilah cuma menjadikan Nayaka sebagai pemiliknya.
"Besok kita jadi ke tempat kursus?" tanya Nayaka.
"Aku sudah mendaftar online. Tapi besok kita pergi ke gedung itu untuk melihat langsung. Lagipula aku hanya sementara. Kehamilan ini untuk dua bulan ke depan masih bisa disembunyikan. Setelah itu kita harus memikirkan lagi untuk selanjutnya," tutur Delilah.
"Menikahlah denganku, Delilah," ucap Nayaka.
"Kakak melamarku?"
"Jika kau menganggapnya begitu. Kita punya calon baby. Sebentar lagi dia akan lahir. Sebaiknya kita menikah," kata Nayaka.
"Aku belum siap untuk menikah, Kak. Umurku masih muda," ucap Delilah.
"Tapi, Del. Kau ingin anak kita lahir tanpa ayah? Tanpa status yang jelas?"
"Kak, kau harus tau di mana kita tinggal sekarang. Beberapa waktu kita harus tinggal di sini. Setelah aku lulus dan anak ini besar, kita baru pulang ke Jakarta," kata Delilah.
Sepertinya pulang ke tanah air harus tertunda dulu sampai Delilah lulus kuliah. Nayaka harus menahan rindu untuk pulang selama beberapa tahun ke depan lagi. Tapi Nayaka bahagia sebab Delilah mengatakan akan bersama membesarkan buah hati mereka.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Novano Asih
Aku takutnya kalau sabarnya Nayaka udah habis karena selalu ditindas dan disuruh"sama Delilah seperti kacung karena cuma numpang hidup,kok Delilah sifatnya jd kayak gitu sih
2024-10-11
0
Nartadi Yana
kenapa fekiklah tidak bisa menghargai orang lain padahal mamanya dulu tidak begitu apa karena lahir dengan sendok emas jadi tidak bisa rendah hati
2024-10-18
0
lili
nayaka laki laki baik😍😍😍
2024-09-21
0