Nayaka mengangkat kepala melihat kehebohan dari tiga teman kerjanya yang berkasak-kasuk entah membicarakan apa. Ia melihat jam dari layar ponsel. Benar saja jika waktu istirahat tinggal lima menit lagi dan wajar jika ketiga wanita yang belum menikah itu mempercantik dirinya.
Namun, telinga Nayaka menangkap hal yang dibicarakan oleh rekannya. Mereka terkikik geli, saling mendorong bahu dan mengejek.
"Kalian ini kenapa?" tanya Nayaka.
"Biasa, Nay. Kita mau cuci mata," sahut Mery.
"Sekarang juga sudah cuci mata. Kita makan bareng, yuk, Nayaka," ajak gadis yang lain. Wanita dengan tubuh berisi.
"Aku mau makan sama seseorang," sahut Nayaka.
"Yah, Nayaka sudah punya pacar rupanya," ucap Mery.
"Eh, Tuan Juno datang," bisik yang lain.
Nayaka menoleh pada sosok tegap yang tengah berjalan bersama Roy di sampingnya. Ia segera berlindung ke belakang tubuh ketiga teman wanitanya yang tengah mengagumi ketampanan dari tunangan Delilah.
"Beruntung banget ibu Delilah. Masih muda sudah sukses terus punya calon suami tampan dan kaya lagi," ucap Mery.
Nayaka merasa tersindir. Apalah ia dibandingkan Juno yang begitu sempurna. Ia tidak bisa dibandingkan bahkan dengan seujung jari dari pria itu. Wajar jika wanita mana pun akan tergila-gila untuk mendapatkan perhatiannya dan keberuntungan itu dimiliki oleh Delilah.
"Sudah waktunya jam istirahat. Aku pergi dulu," kata Nayaka.
"Beneran enggak mau makan bareng kita?" tanya Mery.
Nayaka menggeleng. "Aku sudah ada janji."
Bergegas Nayaka meraih tas kerja dan kunci motornya. Ia harus segera pulang menemui Kyomi yang saat ini ditinggal sendirian.
Delilah kaget mendapati kedatangan Juno yang mendadak seperti ini. Biasanya kekasihnya itu akan bilang terlebih dulu jika ingin mengajaknya makan siang bersama atau berkunjung ke kantornya.
"Kau tidak bilang padaku ingin kemari," kata Delilah.
Juno mengerutkan kening karena heran. Seolah kedatangannya saat ini merupakan suatu kesalahan. "Biasanya kau sangat senang aku datang."
"Maksudku, hari ini aku sedikit sibuk dan tidak bisa menemanimu," ucap Delilah.
"Sayangku." Juno memeluk Delilah, lalu mengecup bibir kemerahan itu. "Aku punya waktu satu jam untuk kita berdua. Akhir-akhir ini, aku akan sangat sibuk karena pekerjaan."
"Aku juga, Sayang. Ini agar kita bisa menyiapkan waktu untuk hari pernikahan," sahut Delilah.
"Itu kau tahu. Hari ini aku ingin bersamamu," ucap Juno yang memagut cuping telinga kekasihnya.
Delilah kegelian, ia mendorong pelan Juno. "Kau ini tidak tahu tempat. Kita di kantor."
"Jangan menolakku, Sayang."
Delilah terdorong di mejanya sendiri. Juno mulai membuka blazer yang kekasihnya pakai, lalu mendaratkan kecupan-kecupan cinta di sepanjang tulang jenjang yang menantang itu.
"Kau kenapa?" tanya Delilah yang mendorong kepala Juno lagi.
"Aku ingin kau, Sayang," jawab Juno.
"Jangan, Juno," tolak Delilah.
Juno masih dengan keinginannya. Ia memberi jejak kepemilikkan di atas tubuh Delilah yang masih enggan untuk memberikan dirinya.
"Jangan!" ucap Delilah keras dengan mendorong tunangannya.
"Delilah!"
"Jangan paksa aku," kata Delilah dengan menyilangkan tangannya.
Juno mengusap wajahnya kasar. "Kita saling mencintai, Sayang. Aku menginginkan dirimu."
"Aku takut hamil," kata Delilah.
Juno malah tertawa. "Kita akan segera menikah. Malah bagus kau hamil."
Delilah menggeleng. "Aku akan lakukan setelah kita resmi."
"Ayolah, Sayang. Kita ini bukan anak muda kolot."
"Ini bukan masalah sikapku yang tertutup. Tapi aku memang tidak menginginkannya. Tolong, Juno. Jangan memaksaku."
Juno mendekat, lalu memeluk tunangannya. "Istri perawanku. Aku akan sabar menunggu waktunya tiba."
Delilah tersentak mendengarnya. Ia memang tidak pernah tidur bersama Juno, tetapi ia tidur bersama Nayaka hingga memiliki anak. Delilah tidak tahu apa yang akan terjadi jika rahasianya terbongkar.
"Kenapa diam?" tanya Juno.
"Tidak, aku hanya lapar," jawab Delilah.
"Kita makan di sini saja. Aku akan pesan makanan untuk kita."
Delilah mengangguk. Ia lantas melepas pelukan Juno kemudian berjalan menuju kamar mandi yang ada di ruangannya.
"Juno malah meninggalkan jejak," ucap Delilah kesal.
Sekuat tenaga Delilah menggosoknya juga tanda di sekujur tubuh bagian depannya tidak akan hilang. Terlebih ada jejak yang tertinggal di bawah daun telingannya.
"Dia pasti sengaja," murka Delilah.
"Sayang!" panggil Juno dengan mengetuk pintu.
"Aku datang!" teriak Delilah yang bergegas merapikan dirinya.
Delilah keluar menemani Juno. Namun, pikirannya malah ke Nayaka yang pasti sudah melihat kedatangan pria yang berstatus tunangannya ini.
"Sayang!" tegur Juno.
"Aku baik-baik saja," jawab Delilah.
"Kau ini kenapa?" tanya Juno. "Aku minta maaf karena melakukan itu."
Delilah mengangguk. "Jangan diulang lagi."
Juno mengecup kening kekasihnya. "Aku usahakan."
Waktu istirahar berakhir. Nayaka kembali lagi ke kantor setelah menitipkan Kyomi pada Angel. Untung saja temannya itu pulang mengajar cepat dan bersedia menemani Kyomi di rumah.
"Eh, kau pria itu, kan?"
Nayaka menoleh pada sosok pria yang menegurnya. Ia tersenyum. "Iya, aku kerja di sini."
Juno mengangguk. "Oh. Atas rekomendasi Delilah?"
"Maaf, aku tidak tahu jika ini perusahaan Delilah. Aku melamar lebih dulu dan diterima murni," ucap Nayaka mematahkan pikiran Juno yang mengganggap kalau ia bekerja atas rasa kasihan sang mantan kekasih.
Juno berjalan mendekat. Menepuk pundak Nayaka. "Aku hanya mengira." Kemudian melangkah pergi.
Nayaka mengepal geram. "Aku sungguh sial!"
Memang ketidakberuntungan tengah dihadapi Nayaka saat ini. Mery menyuruhnya memberi proposal promosi kepada Delilah. Saat ini wanita itu yang menjadi pengambil keputusan dalam divisinya.
"Kau, kan, ketua. Kau saja yang berikan," kata Nayaka.
"Kau wakilku sekarang. Lagian ini idemu. Kamu jelaskan saja pada atasan. Aku harus ke bagian keuangan buat kasih laporan juga. Kita bagi-bagi tugas."
Nayaka menghela napas. Ia mengambil berkas itu dari tangan Mary, lalu berjalan menuju ruangan Delilah. Nayaka mengetuk dulu pintu kaca dua kali, mendorongnya kemudian masuk.
"Selamat siang, Bu," ucap Nayaka.
"Si-siang," jawab Delilah dengan menaikkan blazer serta menguraikan rambut panjangnya. "Kalau kita berdua, Kakak bisa panggil aku Delilah."
"Ini bahan untuk promosinya. Kau baca dulu."
Delilah mengangguk. "Iya, terima kasih."
Ia menunduk agar Nayaka lekas pergi. Namun, kelakukannya itu malah membuat curiga. Terlebih blazer dan helaian rambut tidak dapat menutupi jejak merah di kulit yang putih.
"Sebaiknya kau selalu membawa syal leher ke mana-mana," ucap Nayaka.
Delilah langsung menatapnya. "Ini tidak seperti yang kau pikirkan."
"Memang itu urusanku?"
"Aku tidak tidur dengannya!" ungkap Delilah.
"Bukan urusanku!" balas Nayaka. "Jangan selalu mengatakan kita punya hubungan. Kau adalah kenangan paling buruk dalam hidupku."
"Kau membesarkan benih dari kenangan buruk itu, Nayaka."
"Ya, aku menyayangi Kyomi. Dia juga sebagai pengingat kalau aku pernah hidup bersama wanita menjijikkan seperti dirimu," ucap Nayaka, lalu melangkah keluar dari ruang kerja.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Zamie Assyakur
wah kena mental lo delillah...
2023-02-08
1
bunga cinta
pedes banget
2022-07-27
0
Devinta ApriL
nah lo kan.. si Juno mikirnya Delilah perawan.. gimana reaksinya Juno kalau tau Delillah udh gk perawan bahkan udah punya anak..
mungkin kaalau cintanya tulus bakaln menerima dngan lapang dada kekurangan Delillah.. tapi.. aarrgh penasaran tak lanjut baca..😁😁
2022-07-10
1