Wajah Kyomi cemberut karena baru saja bermain di mal, ia sudah diajak pulang oleh Nayaka. Es krim belum dibeli dan buku untuk perlengkapan sekolah juga. Bibirnya tidak berhenti mengeluh menyalahkan sang ayah.
"Papa sudah bilang untuk menjauh dari wanita tadi. Kau belum mengenalnya. Kalau kau diculik bagaimana?" tanya Nayaka.
"Kyomi lupa. Sepertinya tante itu baik," sahutnya.
"Apa pun itu, Kyomi! Papa tidak suka kau berdekatan dengannya. Apalagi berkata yang tidak-tidak."
"Kyomi memang menyukai nona Stacy," jawabnya.
"Ganti pakaianmu dan istirahat sana," perintah Nayaka.
"Papa belum membelikanku es krim."
"Tidak ada es krim. Itu hukumanmu. Laksanakan perintah Papa atau kau mau dihukum tidak memakannya selama satu minggu," ucap Nayaka memberi pilihan.
"Oke, Kyomi akan ganti baju dan pergi tidur," ucapnya takut.
Nayaka mengembuskan napas berat dan bersandar di badan sofa. Mengingat kejadian di mal yang membuatnya tidak memungkiri jika Delilah adalah ibu kandung dari Kyomi. Terlebih ikatan antara seorang ibu dan anak yang membuat Kyomi tanpa ragu mendekat pada Delilah.
Nayaka tidak ingin keduanya dekat sebab Delilah bisa saja mengambil Kyomi kapan saja. Ia tidak punya apa-apa dibanding wanita itu. Keluarga ayahnya sudah tidak peduli, bahkan mungkin juga lupa bahwa ada anak yang selalu menyaksikan ibunya dipukul.
Ia bukanlah seorang anak dari keluarga miskin. Ibu dan ayahnya punya harta, tetapi kelakukan sang ayah dulunya yang mengikis harta itu. Pria keturunan Arab-Amerika yang tidak Nayaka ketahui keberadaannya sampai sekarang.
Besok harinya Nayaka kembali bekerja di perusahaan Delilah. Untuk sementara ia memang harus mengikuti permintaan wanita itu sembari mencari lowongan pekerjaan yang lain.
Kyomi terpaksa ditinggal sendiri di rumah karena masa sekolah anak itu akan dimulai pada Senin depan. Nayaka berjanji akan pulang pada waktu istirahat untuk menemaninya.
"Ini ruang kerjamu," ucap Roy.
Nayaka mengangguk. "Terima kasih sudah mengantar."
"Kita akan ada produk terbaru yang akan diluncurkan. Untuk lebih jelas kau bisa tanya pada rekan kerjamu."
"Jangan khawatir. Aku akan berbincang dengan mereka."
Roy memperkenalkan Nayaka dulu kepada rekan kerja yang berada satu divisi dengannya setelah itu berlalu dari sana. Nayaka berbaur, bertanya mengenai perhiasan yang akan diluncurkan kepada temannya. Ia merasa paling tampan di antara ketiga rekannya.
"Kita ada rapat sebentar lagi," kata Mery.
"Coba kau jelaskan dulu tentang rapat kali ini," pinta Nayaka.
Mery menjelaskan hal yang belum diketahui Nayaka. Perhiasan baru itu akan dipamerkan di acara Internasional Fashion Jewerly yang akan diselenggarakan dua bulan lagi. Tugas mereka adalah mempromosikan perhiasan itu kepada khalayak ramai.
"Sudah waktunya rapat. Ayo, kita segera pergi. Ibu Delilah sangat tidak suka jika kita terlambat," ucap Mery.
Nayaka mengiakan. Bagaimanapun ia harus menghadapai mantan kekasihnya itu karena ia bekerja di bawah perintahnya. Berharap sekali jika ia bisa mendapat pekerjaan di perusahaan lain.
Nayaka duduk bersama rekan yang lain. Pintu ruang terbuka yang menampilkan dua orang wanita yang masuk bersamaan. Semua berdiri memberi salam hormat kepada atasan.
Delilah menyuruh semua untuk duduk dan memulai rapatnya. Ada kekaguman dari Nayaka atas pencapaian Delilah saat ini. Tidak menyangka mantan kekasihnya bisa mendirikan usaha sendiri. Sementara ia tetap bekerja pada orang lain. Hanya sekadar kagum, tetapi ia tetap membenci wanita yang tidak punya hati.
Nayaka memberi usulan agar iklan mereka di promosikan di akun medis sosial yang saat ini tengah banyak dipakai oleh para pengguna. Dengan iklan yang lebih murah, tetapi menjangkau semua lapisan masyarakat. Delilah setuju atas usulan itu. Tidak peduli jika perhiasan yang ia buat memang diperuntukkan untuk kaum borjuis. Yang ia inginkan bagaimana nama merek perhiasannya dikenal oleh khalayak ramai.
"Cukup sampai di sini. Kalian boleh bubar, kecuali Nayaka," ucap Delilah.
Nayaka lantas menatap tajam Delilah. Ia menahan diri untuk menyanggah permintaan sang atasan di depan rekan kerja yang lain.
"Saya masih ingin bicara mengenai promosi iklan ini." Buru-buru Delilah mengutarakan niatnya untuk mencegah kepergian Nayaka.
Satu per satu keluar dari ruang rapat. Termasuk Nela, asisten Delilah. Pintu ditutup rapat dan sekarang tinggal mereka berdua yang masih membisu.
"Ibu Delilah ingin bicara apa? Jangan sampai membuat kecurigaan di antara karyawan," ucap Nayaka.
"Kakak," panggil Delilah.
"Aku sudah menuruti keinginanmu dengan tetap bekerja di sini."
"Siapa wanita itu? Siapa Stacy?" tanya Delilah.
Nayaka menatapnya. "Bukan urusanmu untuk bertanya mengenai kehidupan pribadiku."
"Siapa, Kak?" desak Delilah.
"Apa aku harus mengatakannya padamu?"
Delilah menyentuh punggung tangan Nayaka, tetapi mendapat penolakan dari pria itu. "Kakak pernah bilang hanya mencintaiku."
"Kau pikir aku hidup hanya untuk menunggu wanita yang telah mati."
"Kakak!" bentak Delilah.
Nayaka beranjak dari duduknya. "Urusan kita cukup sampai di sini."
Delilah tidak membiarkan Nayaka pergi. Ia memeluknya. Tubuh Nayaka sudah berubah berisi. Tidak seperti dulu yang kurus kering. Sekarang Delilah merasakan ada sedikit otot ketika memeluknya. Aroma tubuh Nayaka juga masih sama dan ia sangat menyukainya.
"Lepas!" ucap Nayaka dengan mendorong Delilah, tapi sia-sia.
Delilah tidak bergeming sama sekali. Ia memeluk Nayaka erat, lalu mendongak menatap mata dari pria yang penuh kemarahan saat ini.
"Biarkan aku seperti ini dulu."
Nayaka membiarkan Delilah memeluknya. Membiarkan wanita itu mengusap wajahnya. Nayaka memejamkan mata menikmati usapan lembut yang Delilah berikan. Rasanya waktu dulu tidak begini. Nayaka tersentak bibirnya disentuh. Ia merangkul pinggang Delilah, menikmati permainan yang dimulai oleh wanita itu.
"Kau cuma mencintaiku saja, Nayaka," ucap Delilah.
Nayaka tersadar. Wanita memang makhluk penggoda. Ia mendorong Delilah begitu saja dan mengusap bibirnya dari liur yang tinggalkan perempuan itu.
"Kau begitu senang mempermainkanku."
"Kembali bersamaku," pinta Delilah.
"Menjadi simpanan atau kekasihmu?" tanya Nayaka.
Delilah terdiam mendengar pertanyaan itu. Ia sudah memiliki tunangan dan sebentar lagi akan menikah, tetapi ia juga menginginkan Nayaka untuk tetap terus berada di sisinya.
"A-aku ...," Delilah tidak dapat berkata-kata.
"Berikan aku sedikit harga diri, Delilah," ucap Nayaka.
"Aku hanya ingin kita bersama. Kita bisa menjadi orang tua untuk Kyomi."
"Orang tuanya hanya aku."
"Biarkan Kyomi bersamaku," pinta Delilah.
"Apa?" Nayaka tertawa. "Aku tidak salah dengar? Kau ingin bersama Kyomi?"
"Dia putriku. Aku berhak bersamanya."
"Kau meninggalkannya dari lahir, Delilah!" ucap Nayaka dengan suara meninggi.
"Aku sempat merawat dan menyusuinya," sanggah Delilah.
Nayaka bertepuk tangan. "Pernahkah kau bangun tengah malam saat anakmu menangis? Pernah kau menyuapinya? Pernah kau mengajarinya berjalan dan bicara? Kau meninggalkannya!"
"Aku tahu!" jawab Delilah. "Aku minta maaf dan aku akan menebusnya. Biarkan aku bersamanya, Kak."
Nayaka menggeleng. "Aku tidak akan pernah mengizinkannya. Jika kau mendekatinya, aku bisa berbuat nekat."
Delilah terkesiap mendengar ancaman Nayaka. dulu pria itu tidak berani untuk berkata kasar atau bicara seperti itu. Namun sekarang, Nayaka tidak takut dengan apa pun.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Nartadi Yana
bagus nayaka jangan mau ditindas deli
2024-10-18
0
May Keisya
nayaka harus bisa lawan delilah...jgn mau ditindas trs apa lagi kaya babu😭
2024-04-19
0
Zamie Assyakur
lawan trus....
2023-02-08
1