"Omong omong soal bukti tadi, memangnya kamu bisa tahu dari informan mana? Kau gak pernah memberitahuku sebelumnya?" Tanya Zetta kebingungan.
"Ssst... Diam saja kau! Jangan sampai ada yang mendengar ini! Ini hanya untuk memberi pelajaran kepada penembak runduk yang kita sewa sebelumnya." Ucap Emma dengan suara bisik bisik
"Aku masih tidak mengerti!" Sahut Zetta yang masih tidak bisa mencerna omongannya Emma.
"Ini semua hanya rekayasa saja. Jasa darinya tidak memuaskan sama sekali. Jadinya aku berencana untuk membuatnya tertangkap. Dan ini adalah selongsong peluru yang digunakan olehnya." Perjelas dari Emma sambil memberikan selongsong peluru.
"Jadi begitu, aku sangat setuju dengan rencana mu!" Balas Zetta.
"Dan jika kita bisa membongkar dan menangkapnya, maka kita pasti yang akan disanjung oleh semua orang!" Ucap Emma dengan gemerlap bintang tampak di matanya.
"Wow, sangat luar biasa kau Emma!" Zetta memuji Emma.
Zetta pun nurut dengan Emma, dan membiarkan telinganya terisi hal hal yang bersifat rahasia.
_____------______------______
"Hadeh, semua omongannya tidak ada satu pun yang terlintas di pikiranku. Dia mengatakan bahwa dalang sebenarnya adalah seorang penembak runduk? Dan selongsong peluru yang ditemukannya pun terlihat seperti bukti kuat. Tapi yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana bisa seorang penembak runduk dapat menghilangkan mayat korban dalam sekejap?" Dalam pikiranku.
"Seharusnya aku tanyakan semua yang tidak aku mengerti sebelum dia pergi tadi. Yasudah lah, terpenting rencana kali ini tidak senasib yang sebelumnya." Ucap ku sambil menghela nafas.
Setelah membereskan ruang pertemuan, aku langsung pulang untuk mempersiapkan hari esok.
Salju yang awalnya tenang dan damai kini pun berubah. Tanpa ada peringatan, datanglah badai salju yang cukup kencang. Aku pun memutuskan untuk berteduh sambil menunggu badai salju berhenti.
"Kafe itu terlihat menarik. Apa aku meneduh di sana ya? Ah... terlalu banyak mikir!" Batinku sambil berlarian menuju sebuah kafe.
Saat membuka pintu kayu yang diselimuti hiasan bunga nan indah, aku diberi sambutan hangat oleh seorang pelayan.
"Selamat Datang di Kafe Evanora!" Ucap dari gadis pelayan dengan senyuman ceria.
"Eh...? Yukki? Ngapain disini?" Aku yang tercengang.
"Eh...? Alex? Kau juga kenapa bisa disini?" Yukki juga tidak luput dengan kejutan.
"T-t-tentu saja aku kesini sebagai konsumen. D-d-dan badai masih mengamuk di luar sana, jadi aku boleh berteduh di sini kan?" Jawabku entah mengapa tiba tiba menjadi gugup.
"Ah... hahaha... kalau begitu masuk saja kesini." Ucap Yukki terlihat canggung.
Setelah aku masuk, Yukki mengantarkan ku ke kursi yang kosong.
"Kamu kesini juga mau memesan makanan kan? Mau pesan apa?" Tanya Yukki yang siap menuliskan pesanan ku.
"Aku tidak lapar sih, tetapi aku cuma mau pesan kopi hitam saja." Jawab ku.
"Itu saja? Tidak ada tambahan lain?" Tanya sekali lagi Yukki.
"Dan gulanya jangan banyak-banyak." Jawab ku.
"Oh... oke." Kata Yukki dengan nada canggung.
________--------_____---------_______
Tak lama kemudian, pesanan ku akhirnya tiba. Pada momen ini, aku merasa sedang beristirahat, melepaskan semua beban pikiran. Dan tidak lupa dengan menyeruput kopi hitam menambah kenyamanan. Pandangan ku tak bisa ku palingkan dari arah jendela, melihat salju yang berjatuhan dengan cepat.
"Sedang menikmati kopi hitamnya, nak senja?" Ucap Yukki yang merusak suasana.
"....!"
"Menurut mu, bagaimana kopinya?" Tanya Yukki sambil duduk ke tempat kosong.
"Lumayan enak, sampai sampai aku terbawa suasana." Jawab ku sambil menyeruput kopi.
"Syukurlah, kau menyukainya. Aku ikut senang juga." Ucap Yukki dengan senyuman manis.
Pada saat dia tersenyum, mengingat kan ku pada mendiang Eryka.
"Alex....? Kau baik baik saja?" Tanya Yukki yang melihat ku diam membeku bak patung.
"Ah... tidak apa apa! Lagi lagi aku terbawa suasana." Jawab ku dengan gugup.
"Kau terlihat seperti melihat hantu saja. Kalau ada masalah, kau bisa bercerita kepadaku. Aku bersedia menjadi pendengar." Ucap Yukki.
"..."
"Jangan ragu, Alex. Kalau ini pun rahasia, aku siap tutup mulut." Bujuk Yukki sambil meminum botol air mineral.
"Jadi begini, apakah kau tidak asing dengan selongsong peluru seperti ini?" Tanyaku dengan menunjukkan bukti.
"Brruuuuuuuh...!" Yukki yang menyemburkan air ke mukaku sehabis melihat benda ku tunjukkan.
"Eh eh.... maaf, maaf. aku tidak bermaksud begitu." Ucap Yukki sambil membersihkan wajahku dengan sapu tangan kecil.
"..."
"Jadi... sampai dimana tadi? Oh ya.... Alex! Aku peringatkan kau untuk tidak berurusan dengan pemilik selongsong peluru itu!" Ekspresi Yukki yang tiba tiba berubah menjadi kepanikan
"Memangnya ada apa? Untuk menyelesaikan kasus ini aku harus mengetahui siapa pemilik benda berbahaya itu." Kata ku dengan nada yang santai.
"Pokoknya jangan! Aku ulangi lagi! Jangan cari tahu siapa pelakunya! Kalau tidak ingin celaka!" Ekspresi Yukki lama kelamaan semakin panik dan khawatir.
"Aku tidak takut! Aku masih punya tanggung jawab untuk memecahkan kasus ini!" Aku mulai menaikkan volume suaraku.
"Kau ini sangat keras kepala ya, Alex!" Yukki yang mulai lelah memeringatkan ku.
"Ini urusan ku, jadi semua resiko aku tanggung. Dari pada kamu memeringatkan ku berkali kali tanpa ada hasil, alangkah baiknya kamu beritahu informasi tentang penembak runduk tersebut!" Ucapku.
"Huh...! Baiklah.... Dia memiliki banyak julukan. Namun, yang paling membekas adalah "Witch Hunters". Sesuai dengan namanya, target favoritnya adalah seorang penyihir. Banyak penyihir muda sampai tua dihabisi satu per satu olehnya, sehingga para penyihir takut menunjukkan eksistensinya. Entah apa yang ia perbuat, setiap kali peluru mengenai seorang penyihir, mayat dari penyihir itu seketika lenyap tak bersisa! Bisa saja ia sudah banyak membunuh para korban tetapi tidak ada bukti valid..." Ucap Yukki menceritakan segala hal tentang penembak runduk yang aku cari.
"Jadi begitu, selama ini dia pelakunya rupanya."
"Karena itulah aku mengkhawatirkan mu. Aku tidak ingin kau mati sia sia!" Kata Yukki dengan nada sedih.
"Aku tahu... meskipun begitu, aku juga takut akan kematian. Namun, di lain sisi aku harus membalaskan dendam kepada penembak runduk yang membunuh kekasih ku. Dan aku yakin kalau Witch Hunters adalah orang yang serupa." Kataku dengan menundukkan kepala.
"..."
Kemudian, kesunyian pun datang hingga pada saat...
"Oh... Badai salju nya sudah lenyap. Untuk sekarang hanya itu saja yang bisa aku bicarakan. Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam, dan saatnya aku pergi!" Salam perpisahan dariku ke Yukki.
"Tunggu...!!" Teriak Yukki.
"Ada apa? Aku tidak akan berubah pikiran meskipun sudah ribuan kali kau peringatkan!" Kataku dengan minuman ku yang sudah habis.
"Kalau memang kau ingin sekali membalaskan dendam, maka kau mestinya membutuhkan orang yang tahu akan keberadaannya." Kata Yukki dengan wajah serius.
"Siapa? Butuh waktu lama jika aku harus mencari tahu orang itu!" Ucapku.
"Tentu saja aku lah, bodoh! Kamu bakal membutuhkan lebih banyak waktu... Tidak!... Bisa saja kau tidak akan pernah menemukannya jika kau bekerja sendirian!" Kesal Yukki.
"Aku tidak bekerja sendiri! Aku punya rekan untuk membantuku setiap saat, dan memangnya kamu mau membantu ku?" Tanyaku kepada Yukki.
"Aku akan membantumu. Ini hanya meminimalisir rasio kematian mu saja." Balas Yukki dengan suara cukup pelan
"Haah...? Apa yang kau bilang?" Tanyaku sekali lagi karena tidak fokus.
"Ah... tidak, tidak, lupakan saja tadi! Aku hanya bilang ingin membantumu." Ucap Yukki yang panik sambil buang muka.
"Ah... Baiklah. Mohon bantuannya ya!" Ucapku sambil mengarahkan tanganku ke Yukki
"Mohon bantuannya juga!" Yukki membalas dengan salaman.
-
-
-
-
-
-
..."Terima Kasih Sudah Membaca!"...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments