14 - I'm Obsessed

Di Adamson Group,

Hanssel tengah mondar-mandir, gelisah bukan main. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan kearoganan sekretarisnya dalam mengambil keputusan seenaknya sendiri.

"Jangan-jangan dia masih di Bali sekarang, lagi senang-senang!"

"Hebat ya dia!" gerutunya sambil mengacak rambutnya frustasi.

Sementara itu, Nina melangkah masuk ke kantor, melewati lobby utama. Sebagian besar karyawan yang melihat kedatangannya langsung memasang ekspresi heran. Siapa wanita cantik dengan penampilan modis, pakaian bermerk, high heels elegan, dan rambut gelombang yang ditata rapi itu? Meski masih memakai kacamata, kini tampilannya sangat berbeda. Kacamata yang dipakainya justru menambah aura classy, bukan seperti biasanya.

"HEI!"

Teriakan Jessica menghentikan langkah Nina. Ia berdiri di hadapan Nina, memblokir jalan bersama dua sahabatnya, Cindy dan Marsha.

"Ck..." Nina mendecak pelan. Sudah menjadi kebiasaannya menghadapi Ratu Bullying kantor itu. Entah kenapa Jessica tidak pernah kapok.

"Kamu siapa? Karyawan baru?" tanya Jessica dengan nada penuh sindiran.

"Atau mau ngaku-ngaku teman kencan barunya Tuan Hanssel?" tambah Cindy dengan tawa mengejek.

Nina mengangkat satu sudut bibirnya. Senyum menyebalkan yang selalu membuat lawannya sebal setengah mati.

Ternyata, hanya dengan sedikit perubahan penampilan saja, tidak ada satu pun dari mereka mengenali Nina. Memang, selama ini ia tidak pernah memakai ID Card atau tanda pengenal sengaja agar tidak menarik perhatian. Tapi kini, justru menjadi sasaran empuk Jessica.

Jessica sendiri memang memiliki alasan pribadi membenci Nina. Rumor kantor menyebutkan bahwa Nina adalah sekretaris kesayangan Tuan Hanssel. Dalam dua tahun berturut-turut, Nina bahkan menyabet gelar karyawan terbaik langsung dari tangan bos mereka. Bagaimana bisa? Dengan tampilan kuno dan kepribadian yang cuek, Nina masih bisa bertahan di sisi Tuan Hanssel?

Padahal, Jessica yang lebih modis dan aktif menjilat sana-sini belum pernah mendapat perhatian serupa. Apalagi setelah mendengar desas-desus bahwa Nina hampir kedapatan bermesraan dengan sang bos. Lengkap sudah alasan Jessica untuk semakin membenci wanita yang kini berdiri dengan penuh percaya diri di hadapannya.

"Aku tidak punya waktu meladeni omong kosong kalian..." ucap Nina dengan suara sedingin es, tatapannya tajam menusuk seperti belati. Ia berjalan melewati ketiga wanita itu, mendorong tubuh mereka dengan anggun namun tegas, seolah mereka hanya bayangan yang tak layak menghalangi jalannya.

"HAH?!"

"BERANINYA KAU!"

Jessica melotot, rasa malu dan harga dirinya yang terkoyak langsung meledak. Tangannya terangkat, siap melayang ke wajah Nina—

Namun tertahan.

Cengkraman kuat menggenggam pergelangan tangannya.

"T-Tuan Hanssel..." bisik Jessica gemetar.

Hanssel menatapnya tajam. Dengan ekspresi membeku, ia melepaskan tangan Jessica dari cengkeramannya seolah gadis itu kotoran.

Nina menghentikan langkahnya. Ia perlahan berbalik dan menyilangkan tangan di dada, menyaksikan drama murahan ini dengan senyum sinis.

"Apa ini cara kalian memperlakukan rekan kerja?"

"Apa kalian pikir ini pasar malam?!"

"Apa kalian masih mau bekerja di perusahaan ini?!" suara Hanssel menghentak seperti gelegar petir di langit cerah.

Jessica dan kedua temannya langsung bersimpuh, memohon seperti pengemis yang tak punya martabat.

"M-maaf tuan... saya hanya bertanya siapa dia... dia masuk tanpa melapor..." Jessica berusaha menyelamatkan wajahnya yang sudah tercabik.

"Benar tuan, kami hanya... kami tidak tahu..." timpal Cindy dengan suara bergetar.

Hanssel mendekat ke arah Nina. Tatapannya tajam, namun senyuman tipis penuh ironi mulai terbentuk di wajahnya.

"Kalian... tidak tahu siapa dia?"

"Lucu. Selama ini kalian bekerja di bawah satu atap tapi bahkan tidak mengenali tangan kiriku sendiri."

"Kenalkan... dia adalah KARENNINA KAVIANDRA. Sekretaris eksekutifku. Otak di balik seluruh kelancaran pekerjaan kita selama dua tahun terakhir. Dan juga... orang yang selalu aku andalkan."

"Untuk apa dia melapor? Ini rumahnya. Kalianlah tamu-tamu tidak tahu diri!"

"A-APA?!"

"Ti-tidak mungkin..."

"Minta maaf. Sekarang juga!"

"T-tapi tuan..."

"MINTA MAAF SEKARANG JUGA!!!" suara Hanssel membelah keheningan seperti cambuk neraka.

Ketiganya membungkuk, terbata. "Ma-maafkan kami, Karennina..."

Mereka hendak lari dari tempat kejadian dengan wajah merah padam.

Namun suara Nina menghentikan langkah mereka.

"Tunggu. Siapa yang bilang kalian boleh pergi?"

Ketiganya membeku.

"Aku belum bilang aku memaafkan kalian."

Jessica mengepalkan tangan, matanya berair namun penuh dendam. Ujung dress-nya hampir robek karena terlalu kuat diremas.

"Dengar ya... kalian sudah terlalu sering menjadikan aku sasaran. Tapi sekarang... aku berdiri, dan aku tidak akan diam."

Nina menoleh pada Hanssel dengan senyum licik.

"Tuan Hanssel... bagaimana jika mereka diberi pelajaran tata krama? Kuharap tidak berlebihan kalau kukatakan... biarkan mereka membersihkan seluruh toilet di gedung ini hari ini?"

Hanssel tertawa lirih. "Sangat masuk akal."

"Dan ini menjadi peringatan untuk SEMUA ORANG DI SINI. Aku tidak ingin mendengar satu pun kasus bullying atau pelecehan seperti ini lagi di kantor ini!"

"Farell."

"Iya tuan."

"Bawa mereka ke ruang cleaning service. Berikan mereka pakaian kerja. Mereka absen hari ini. Denda absensi dan moral, dan segera laporkan ke Human Capital."

"Baik tuan."

Ketiganya menjerit saat para petugas keamanan menggiring mereka.

"Tidaaakk! J-jangan tuan! Aku mohon!"

"Kembali bekerja!" bentak Hanssel, membuat kerumunan karyawan bubar dengan cepat, namun bisikan desas-desus masih bergema di sepanjang lorong.

Nina menghembuskan napas panjang. Ia membalik badan menuju lift dengan tenang.

Namun baru beberapa langkah—

"HEY, KAMU!!!"

Hanssel menghampirinya dan mencengkram lengannya.

"Aww! K-kamu kenapa?!" Nina memprotes keras.

"Sudah aku bantu, nyelonong gitu aja?!"

"Tanpa kamu pun aku bisa hadapi mereka! Aku sudah terbiasa!" jawab Nina tajam.

Hanssel tampak semakin murka. Ia menggertakkan gigi, lalu menarik tangan Nina paksa.

"H-Hanssel?! Kamu mau bawa aku kemana?!"

Tanpa menjawab, Hanssel menyeret Nina menuju mobil pribadinya. Ia membukakan pintu dengan kasar dan mendorong tubuh Nina masuk.

"HANSSEL!!!"

Bug!

Pintu ditutup keras. Hanssel memutar ke sisi kemudi dan menginjak pedal gas. Mobil melaju, meninggalkan gedung perusahaan yang kini seakan menjadi saksi bisu drama besar mereka.

Nina hanya bisa terdiam di dalam mobil, nafasnya tak beraturan. Dalam hati, ia bertanya-tanya—

Apa yang sebenarnya kamu mau dari aku, Hanssel?

Hanssel memacu mobil sportnya dengan kecepatan ekstra di jalanan ibu kota, membelah keramaian menuju jalan bebas hambatan. Di kursi sebelah, Nina menggertakkan gigi, berusaha menahan amarah dan rasa lelah yang masih menggantung di wajahnya.

"Kamu mau bawa aku ke mana, Hanssel?!"

"Bukannya kita ada jadwal padat sekarang?!"

Hanssel melirik ke arahnya sejenak, lalu menatap kembali ke jalan. "Kita pulang sekarang, ya..."

Nada suara Nina yang tadinya tinggi mulai melunak. Ada yang berbeda dari sorot mata pria di sebelahnya. Tanpa sadar, ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya yang kacau.

"Aku lapar," ucap Hanssel tiba-tiba. "Mau makan di Bandung."

"WHAT THE F*CK!" Nina mengumpat kasar, menoleh dengan ekspresi tidak percaya.

Hanssel hanya menanggapi dengan senyuman tipis khasnya. "Patuhlah. Aku tidak akan melakukan apa-apa. Lagipula kamu lupa, hari ini terakhir proses peralihan hak atas Mentari Abadi."

"Oh..."

"Ngomong dong dari tadi, biar nggak salah sangka!" Nina memalingkan wajah dengan kesal.

Hanssel tidak menjawab. Ia hanya menghela napas dan terus menyetir, membiarkan keheningan menyelimuti mereka. Tak lama kemudian, Nina yang kelelahan mulai tertidur. Nafasnya pelan dan teratur, wajahnya terlihat jauh lebih damai saat terlelap.

Hanssel meliriknya sekilas, lalu tersenyum kecil. Ketika memasuki rest area, ia memarkir mobil, keluar, dan kembali dengan kopi panas serta beberapa kudapan. Matanya tampak lelah, kantung matanya mulai menghitam, sisa begadang semalam.

Ia menyeruput kopinya sebentar lalu menoleh ke Nina. Wanita itu masih tertidur nyenyak.

"Jika dari awal kamu berpenampilan seperti ini, mungkin kamu nggak akan bertahan dua tahun," gumam Hanssel, lalu tanpa aba-aba, ia mendekat dan mencium bibir Nina dengan perlahan, penuh hasrat yang tertahan.

Yang mengejutkan, tubuh Nina merespons. Dia merintih pelan, dan bibirnya membalas sentuhan Hanssel dengan lembut. Mata Hanssel melebar, lalu senyum miring muncul di wajahnya. Ia memperdalam ciumannya, tangannya mulai menjelajah, menyentuh pipi Nina, lalu turun ke lehernya.

"Mmm..."

Nina mengerjap perlahan. Saat kesadarannya kembali, ia terkejut mendapati Hanssel tengah mencumbu bibirnya tanpa izin.

"AAARRGGHH!! HANSSEL, KAMU KURANG AJAR!!"

Buukk!!

Nina mendorong dada Hanssel sekuat tenaga hingga tubuh pria itu terbentur kemudi. Hanssel tergelak, menahan nyeri sambil memegang bibirnya.

"Manis sekali," katanya dengan suara berat dan tatapan penuh gairah.

"KAU!!!" Nina menahan amarah, napasnya memburu.

"Nih kopi, tidurmu pules banget. Kayak kebo," sahut Hanssel dengan santai sambil menyodorkan kopi ke arahnya.

"WHAAAT!!!" Nina berseru kesal.

"Kamu tidur, aku ikut ngantuk. Mana semalam nggak tidur."

"Kalau lelah, kenapa maksa nyetir sendiri?!"

"Aku udah hubungi Pak Yanto buat nyusul ke sini. Aku tidur bentar aja, ya. Kamu makan dulu. Itu buat kamu."

Hanssel menyandarkan punggungnya ke kursi dan memejamkan mata. Dalam hitungan detik, ia terlelap.

Nina hanya bisa terdiam, menatap pria itu dengan ekspresi campur aduk. Ia menyesap kopi yang disodorkan padanya. Ada rasa hangat itu justru membangkitkan kegelisahan baru.

Jangan mikir macem-macem, please! Gue udah mau serius sama Rangga! Si babi ini emang hobi nyosor sana-sini! Gausah baper... Gausah, please... Hati, tolong kerja sama! Kita cuma rekan kerja!

Tapi hatinya tak bisa berbohong. Ada debar yang tak wajar sejak tadi. Dan itu membuat Nina semakin kacau.

Nina berusaha menenangkan debaran jantungnya sambil menyuap croissant hangat yang dibeli Hanssel. Rasanya pas, manis dan renyah. Kopi yang dia seruput pun favoritnya. Latte tanpa gula, creamy dengan aftertaste ringan.

Dia ingat aku suka kopi ini...

Dengkuran lembut terdengar. Nina melirik ke samping, menatap lekat wajah pria yang sedang tertidur itu. Bahkan dalam keadaan lelah, Hanssel tetap terlihat... memesona.

Seandainya kamu nggak seangkuh ini... Nggak semudah itu mempermainkan wanita. Mungkin dari dulu aku udah benar-benar jatuh hati padamu.

Nina menghabiskan potongan terakhir dari kue coklat yang manisnya pas, lalu menyeruput sisa kopi. Ia kemudian menyandarkan punggung dan memutar musik jazz kesukaannya, tembang klasik yang tenang tapi penuh emosi.

“Hening banget... cuma suara ngorok si babi kek di kuburan,” gumamnya sambil tersenyum kecil.

Tak lama kemudian, Hanssel terbangun. Ia membuka matanya perlahan, lalu duduk tegak sambil menggenggam kopinya. Tak sepatah kata pun keluar dari bibirnya. Nina hanya diam, membeku seperti patung agar tak mengganggu suasana.

Namun, Hanssel tiba-tiba membalikkan tubuh dan mencondongkan tubuhnya ke arah Nina.

“M-mau apa kamu?” Nina bergeser sedikit, refleks.

“Kamu makan kue aja bisa berantakan kayak bocah,” gumam Hanssel seraya menyentuh ujung bibir Nina dengan jari telunjuknya. Lembut, nyaris seperti belaian.

Deg.

Suasana berubah. Musik jazz mengalun pelan, membungkus keheningan dalam keintiman.

“Manis,” bisik Hanssel, suaranya rendah. “Boleh aku cicip lagi?”

Nina tak sempat menjawab. Hanssel meraih wajahnya dan menyentuh bibir Nina lagi. Tak seperti sebelumnya, ciuman ini terasa lebih dalam. Tidak terburu-buru. Tidak sekadar godaan.

Dan kali ini, Nina tidak menolak, tangannya bahkan naik, melingkar di belakang leher Hanssel.

Mereka larut, menyatu dalam ciuman yang terasa seperti racun, memabukkan tapi tak bisa ditolak. Saat Hanssel turun mengecup lembut di sepanjang rahang hingga leher Nina, napasnya memburu. Suaranya menggetar saat membisikkan nama Nina.

“Arrhh… Hanssel, jangan...”

Nina mengatupkan matanya rapat, antara melawan dan... menyerah. Tapi hatinya sedang panik luar biasa. Ini salah. Ini gila. Tapi kenapa rasanya benar?

"Nina, sayang... kita sewa kamar sebentar, yuk?" goda Hanssel dengan senyum menggoda di sudut bibirnya.

Nina langsung mendelik, "GUNDULMU!!" bentaknya, membuat Hanssel tertawa terbahak.

"Hahaha! Kamu memang paling jago bikin hasrat yang udah nyala jadi padam mendadak," candanya sambil menyentuhkan bibirnya sekali lagi ke bibir Nina, sekilas tapi dalam.

"Udah ya," keluh Nina sambil memalingkan wajah. "Bibirku kebas, sumpah..."

"Oke, oke... aku lepasin dulu sekarang," bisik Hanssel lembut, tapi tangannya masih membelai leher Nina. "Tapi lain kali… aku nggak akan sebaik ini lagi," bisiknya, menyusupkan ciuman kecil di bawah telinga Nina.

Nina menghela napas panjang dan mulai merapikan penampilannya yang sedikit berantakan. Sementara itu, Hanssel tampak seperti mendapat energi baru. Matanya berbinar, jemarinya masih sempat-sempatnya meraih tangan Nina dan menciumnya singkat saat kembali mengemudi.

Nina hanya diam. Kalau Hanssel mendapat suntikan semangat dari adegan barusan, Nina justru merasa... habis. Tenaga dan emosinya seperti terkuras oleh seluruh kekacauan yang baru saja terjadi.

Di dalam benaknya, satu kalimat terus berulang, Jangan baper... jangan baper... jangan baper, Nina!

Sementara itu Hanssel, dengan sisa kopi yang kini terasa hambar, hanya bisa menyimpan gumaman di hatinya sendiri.

Nina... I'm addicted to you. Entah kenapa, kamu rasanya beda. Lebih dari siapa pun yang pernah aku temui.

Dua jam perjalanan berlalu dengan campur aduk perasaan di antara mereka. Begitu sampai di Bandung, Hanssel langsung menurunkan kecepatan mobilnya saat mulai memasuki area parkir Hotel Hilton.

“Pertemuan penting kita di sini. Semoga kamu masih bisa fokus setelah semua ini,” kata Hanssel sambil melirik genit ke arah Nina.

Nina menatapnya tajam, tapi pipinya memerah. “Jaga sikap, Tuan Hanssel... kita di tempat umum sekarang.”

Hanssel hanya tertawa pelan, matanya menyiratkan satu hal Permainan baru saja dimulai!

Bersambung…

Episodes
1 01 - Sekretaris Angkuh
2 02 - Pertengkaran
3 03 - Sekali Pakai
4 04 - Jebakan Manis
5 05 - Tarik Ulur
6 06 - Kecurigaan
7 07 - Mulai Terbongkar
8 08 - Rencana Mengejar Cinta
9 09 - Wanita yang Sama
10 10 - Merusuh
11 11 - Luka yang Dirindukan
12 12 - Kesuksesan Besar
13 13 - Hasrat Terpendam
14 14 - I'm Obsessed
15 15 - Maukah jadi Pacarku?
16 16 - Lets not Fall in Love
17 17 - Sosok Pengintai
18 18 - Babak Awal Kesepakatan Kita
19 19 - Benih Kecemburuan
20 20 - Keputusasaan
21 21 - Kamu, Rumahku...
22 22 - Hancurnya Sebuah Rasa
23 23 - Kembali Merajut Asa
24 24 - Secercah Harapan
25 25 - Menikah Kilat
26 26 - Kalah Telak
27 27 - Kebahagian Singkat dari Sebuah Pernikahan Kilat
28 28 - Bermain Petak Umpet
29 29 - Terluka Lebih Dalam
30 30 - Sedikit Lagi, kenyataannya...
31 31 - Pertikaian dari Berbagai Arah
32 32 - Pertemuan Tidak Terduga.
33 33 - Penculikan atau—
34 34 - Antara Cinta & Ambisi
35 35 - Cemburu
36 36 - Bisikan Racun di Kantor
37 37 - Cinta yang Terasa Semu
38 38 - Penuh Emosional
39 Bab 39 - Tuduhan
40 Bab 40 - Pukulan Telak
41 Bab 41 - Prasangka
42 Bab 42 - Let's not Fall in Love
43 Bab 43 - Playing Victim
44 Bab 44 - LOSER!
45 Bab 45 - Identitas
46 Bab 46 - I'm Sorry but I Love U
47 Bab 47 - Blue
48 Bab 48 - Risalah Hati
49 Bab 49 - Fear
50 Bab 50 - Resurrecting Queen
51 Bab 51 - Karma di bayar kontan!
52 Bab 52 - Epic Comeback
53 Bab 53 - That XX!
54 Bab 54 - Stupid Liar
55 Bab 55 - Only Look @ Me
56 Bab 56 - Skandal
57 Bab 57 - Lies
58 Bab 58 - Melawan Restu
59 Bab 59 - Bad News
60 Bab 60 - FxxK it!
61 Bab 61 - Wedding Dress
62 Bab 62 - I'm a Good Girl!
63 Bab 63 - Number #1
64 Bab 64 - GARA GARA Go!
65 Bab 65 - Let's talk about Love
66 Bab 66 - Bukan Cinderella
67 Bab 67 - Bad boy
68 Bab 68 - Black
69 Bab 69 - Surprise!
70 Bab 70 - Serendipity
71 Bab 71 - Quality Time
72 Bab 72 - Cafe
73 Bab 73 - Happy but not Ending
74 Bab 74 - VIP
75 Bab 75 - Time to Love
76 Bab 76 - Mr and Mrs
77 Bab 77 - Jaringan Hitam
78 Bab 78 - Stay Tonight
79 Bab 79 - Monster
80 Bab 80 - Snapping
81 Bab 81 - Gotta Go
82 Bab 82 - Untitled
83 Bab 83 - 1, 2, 3!
84 Bab 84 - but Tonight I'm fuckin U!
85 Bab 85 - Baby Good Night!
86 Bab 86 - Tanda Cinta
87 Bab 87 - Cemburu Ph.3
88 Bab 88 - Seperti yang Kau minta.
89 Bab 89 - Terluka tapi tak berdarah!
90 Bab 90 - Garis Dua
91 Bab 91 - No Going Back!
92 Bab 92 - Croocked
93 Bab 93 - Last Farewell
94 Bab 94 - Knock Out
95 Bab 95 - Sober
96 Bab 96 - Coffee
97 Bab 97 - Bullsh*t
98 Bab 98 - Kesempatan Kedua
99 Bab 99 - Girlfriends
100 Bab 100 - Weakness
101 Bab 101 - May be I Missing You
102 Bab 102 - You're Mine!
103 Bab 103 - Takut
104 Bab 104 - Peri Cintaku
105 Bab 105 - Mrs. Keenan
106 Bab 106 - Still life
107 Bab 107 - Sweet
108 Bab 108 - Mantra Cinta
109 Bab 109 - Mimpi Buruk!
110 Bab 110 - Praduga
111 Bab 111 - Cuek
112 Bab 112 - At my Worst
113 Bab 113 - Janji Setia
114 Bab 114 - Let your inner out!
115 Bab 115 - Terbongkar!
116 Bab 116 - Kejam kah?!
117 Bab 117 - Zoom
118 Bab 118 - Drugs!
119 Bab 119 - Puzzle
120 Bab 120 - Di belakang ku...
121 Bab 121 - Breath of Life
122 Bab 122 - Cahaya Cinta
123 Bab 123 - Menutupi Kenyataan
124 Bab 124 - Salah Sangka!!
125 Bab 125 - Piony
126 Bab 126 - Day by Day
127 Bab 127 - Feeling Guilty
128 Bab 128 - Calon Mantu
129 Bab 129 - I Know
130 Bab 130 - The Ring!
131 Bab 131 - Fall in Love
132 Bab 132 - Stop it !!
133 Bab 133 - Lil-Psych
134 Bab 134 - Preparation!
135 Bab 135 - Battle (1)
136 Bab 136 - Battle (2)
137 Bab 137 - Battle (3)
138 Bab 138 - Pengorbanan
139 Bab 139 - Caught!
140 Bab 140 - Hopeless
141 Bab 141 - Someone You Loved!
142 Bab 142 - Dirty Trash
143 Bab 143 - Loving you is a losing game!
144 Bab 144 - Tell Me Goodbye!
145 Bab 145 - Good Vibes
146 Bab 146 - Love is so Mean...
147 Bab 147 - Kamu untuk Selamanya.
148 Bab 148 - Bonus Chapther_Sending Message!
149 PROMOSI : Naluna-Dua Cinta Satu Hati
150 PROMOSI : SAVAGE LOVE
151 CS FARAH & KEENAN
Episodes

Updated 151 Episodes

1
01 - Sekretaris Angkuh
2
02 - Pertengkaran
3
03 - Sekali Pakai
4
04 - Jebakan Manis
5
05 - Tarik Ulur
6
06 - Kecurigaan
7
07 - Mulai Terbongkar
8
08 - Rencana Mengejar Cinta
9
09 - Wanita yang Sama
10
10 - Merusuh
11
11 - Luka yang Dirindukan
12
12 - Kesuksesan Besar
13
13 - Hasrat Terpendam
14
14 - I'm Obsessed
15
15 - Maukah jadi Pacarku?
16
16 - Lets not Fall in Love
17
17 - Sosok Pengintai
18
18 - Babak Awal Kesepakatan Kita
19
19 - Benih Kecemburuan
20
20 - Keputusasaan
21
21 - Kamu, Rumahku...
22
22 - Hancurnya Sebuah Rasa
23
23 - Kembali Merajut Asa
24
24 - Secercah Harapan
25
25 - Menikah Kilat
26
26 - Kalah Telak
27
27 - Kebahagian Singkat dari Sebuah Pernikahan Kilat
28
28 - Bermain Petak Umpet
29
29 - Terluka Lebih Dalam
30
30 - Sedikit Lagi, kenyataannya...
31
31 - Pertikaian dari Berbagai Arah
32
32 - Pertemuan Tidak Terduga.
33
33 - Penculikan atau—
34
34 - Antara Cinta & Ambisi
35
35 - Cemburu
36
36 - Bisikan Racun di Kantor
37
37 - Cinta yang Terasa Semu
38
38 - Penuh Emosional
39
Bab 39 - Tuduhan
40
Bab 40 - Pukulan Telak
41
Bab 41 - Prasangka
42
Bab 42 - Let's not Fall in Love
43
Bab 43 - Playing Victim
44
Bab 44 - LOSER!
45
Bab 45 - Identitas
46
Bab 46 - I'm Sorry but I Love U
47
Bab 47 - Blue
48
Bab 48 - Risalah Hati
49
Bab 49 - Fear
50
Bab 50 - Resurrecting Queen
51
Bab 51 - Karma di bayar kontan!
52
Bab 52 - Epic Comeback
53
Bab 53 - That XX!
54
Bab 54 - Stupid Liar
55
Bab 55 - Only Look @ Me
56
Bab 56 - Skandal
57
Bab 57 - Lies
58
Bab 58 - Melawan Restu
59
Bab 59 - Bad News
60
Bab 60 - FxxK it!
61
Bab 61 - Wedding Dress
62
Bab 62 - I'm a Good Girl!
63
Bab 63 - Number #1
64
Bab 64 - GARA GARA Go!
65
Bab 65 - Let's talk about Love
66
Bab 66 - Bukan Cinderella
67
Bab 67 - Bad boy
68
Bab 68 - Black
69
Bab 69 - Surprise!
70
Bab 70 - Serendipity
71
Bab 71 - Quality Time
72
Bab 72 - Cafe
73
Bab 73 - Happy but not Ending
74
Bab 74 - VIP
75
Bab 75 - Time to Love
76
Bab 76 - Mr and Mrs
77
Bab 77 - Jaringan Hitam
78
Bab 78 - Stay Tonight
79
Bab 79 - Monster
80
Bab 80 - Snapping
81
Bab 81 - Gotta Go
82
Bab 82 - Untitled
83
Bab 83 - 1, 2, 3!
84
Bab 84 - but Tonight I'm fuckin U!
85
Bab 85 - Baby Good Night!
86
Bab 86 - Tanda Cinta
87
Bab 87 - Cemburu Ph.3
88
Bab 88 - Seperti yang Kau minta.
89
Bab 89 - Terluka tapi tak berdarah!
90
Bab 90 - Garis Dua
91
Bab 91 - No Going Back!
92
Bab 92 - Croocked
93
Bab 93 - Last Farewell
94
Bab 94 - Knock Out
95
Bab 95 - Sober
96
Bab 96 - Coffee
97
Bab 97 - Bullsh*t
98
Bab 98 - Kesempatan Kedua
99
Bab 99 - Girlfriends
100
Bab 100 - Weakness
101
Bab 101 - May be I Missing You
102
Bab 102 - You're Mine!
103
Bab 103 - Takut
104
Bab 104 - Peri Cintaku
105
Bab 105 - Mrs. Keenan
106
Bab 106 - Still life
107
Bab 107 - Sweet
108
Bab 108 - Mantra Cinta
109
Bab 109 - Mimpi Buruk!
110
Bab 110 - Praduga
111
Bab 111 - Cuek
112
Bab 112 - At my Worst
113
Bab 113 - Janji Setia
114
Bab 114 - Let your inner out!
115
Bab 115 - Terbongkar!
116
Bab 116 - Kejam kah?!
117
Bab 117 - Zoom
118
Bab 118 - Drugs!
119
Bab 119 - Puzzle
120
Bab 120 - Di belakang ku...
121
Bab 121 - Breath of Life
122
Bab 122 - Cahaya Cinta
123
Bab 123 - Menutupi Kenyataan
124
Bab 124 - Salah Sangka!!
125
Bab 125 - Piony
126
Bab 126 - Day by Day
127
Bab 127 - Feeling Guilty
128
Bab 128 - Calon Mantu
129
Bab 129 - I Know
130
Bab 130 - The Ring!
131
Bab 131 - Fall in Love
132
Bab 132 - Stop it !!
133
Bab 133 - Lil-Psych
134
Bab 134 - Preparation!
135
Bab 135 - Battle (1)
136
Bab 136 - Battle (2)
137
Bab 137 - Battle (3)
138
Bab 138 - Pengorbanan
139
Bab 139 - Caught!
140
Bab 140 - Hopeless
141
Bab 141 - Someone You Loved!
142
Bab 142 - Dirty Trash
143
Bab 143 - Loving you is a losing game!
144
Bab 144 - Tell Me Goodbye!
145
Bab 145 - Good Vibes
146
Bab 146 - Love is so Mean...
147
Bab 147 - Kamu untuk Selamanya.
148
Bab 148 - Bonus Chapther_Sending Message!
149
PROMOSI : Naluna-Dua Cinta Satu Hati
150
PROMOSI : SAVAGE LOVE
151
CS FARAH & KEENAN

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!