“Pergilah!”
Hanssel mengusir wanita penghibur yang dipesan oleh sekretarisnya itu. Namun, dengan cepat si wanita itu menolak.
“Tunggu, Tuan!” Tangan si gadis dengan cepat mencengkram tangan Hanssel. Pria itu kembali menoleh dengan wajah muram. “Saya mohon jangan buru-buru membatalkan pemesanan, saya yakin bisa melayani anda dengan baik!” pintanya mengiba.
Hanssel menatap dingin tidak biasa. “Aku bilang pergi maka– pergi sekarang juga!!”
Dengan kasar Hanssel menepis rangkulan tangan si gadis.
“B-baik, Tuaan… Maafkan, sayaaa…” Dengan bergetar ketakutan wanita itu menghindar dan menunduk kemudian lari keluar.
Braaak!
Hanssel membanting pintu dengan sangat kesal, dadanya kembang kempis menahan seluruh emosi yang ingin meluap saat ini juga. Dengan cepat pria itu berjalan menuju nakas dimana ponselnya tengah mengisi daya. Dia tahu harus menumpahkan seluruh emosinya pada siapa.
Tuut…
Hanssel berkacak pinggang kesal, dia mondar dan mandir gelisah saat sambungan terhubung.
“Halo…”
“Karenninaaa—” seru Hanssel dingin menekan. “Berani sekali kamu menguji kesabaranku?!!”
Di seberang sana, Nina tengah menaikkan sudut bibirnya. “Oh, ya?”
"Bukankah seharusnya anda tengah bersenang-senang?" sambung Nina memprovokasi. "Apa kesenangan itu cepat sekali usai?" Nina terus menggoda Hanssel tapa ingin menjeda setiap kalimat yang dia lontarkan. "Bagaimana performanya? Apa perlu aku beri penilaian bintang lima atau—”
Rentetan celaan sekretarisnya membuat Hanssel semakin gelap mata, dia bahkan reflek melempar gelas winenya hingga berserak menimbulkan suara nyaring sampai di pendengaran Nina.
"Aku tunggu kamu disini dalam sepuluh menit!” ancam Hanssel cepat tanpa pikir panjang. “Jika tidak— maka kamu tidak perlu lagi berada di perusahaan!!"
Walaupun Hanssel terkesan takluk pada sekretarisnya di kantor, tapi, pria itu juga paling tahu kelemahan Karennina. Gadis gila kerja itu paling takut dipecat dan kehilangan sumber mata perncahariannya.
‘Heh, Nina— seberapa jauh kamu mencoba mengontrolku, aku tetap menjadi pemegang kendali penuh atas dirimu!!’ batin Hanssel bermonolog dalam benaknya.
“Baiklah, jika itu keputusan anda… Saya terima!”
Melotot sudah kedua mata Hanssel saat ini juga, Nina dengan tenang dan datar menerima ancaman tuannya.
“Heh!” Hanssel berdecak kesal, emosinya sudah berada di atas ubun-ubunnya. “Kamu sungguh berani Karennina, kamu pikir kamu siapa, hah?”
“Aku hanya seorang gadis biasa yang ingin hidup damai dan sentosa,” ucap Nina datar dan masih terdengar biasa tanpa tekanan yang berarti. “Ada istilah, rumput tetangga jauh lebih hijau subur dan makmur… Jadi—”
“Persetan dengan semuanya!!” maki Hanssel geram ingin sekali membanting sesuatu dari tangannya. “Aku pastikan tidak ada satu perusahaan pun yang mau menerimamu!”
“Haha, anda tenang saja Tuan Hanssel yang terhormat, walau anda memasukkan namaku dalam daftar hitam, saya sudah bergabung dengan LeeHi Group kedepannya!”
“Baiklah, hari semakin larut dan sudah tidak ada lagi yang perlu kita bahas. Aku akan menyerahkan surat pengunduran diriku besok, bye Tuan Hanssel!”
Tuuut!
Hanssel terhenyak di tempatnya, wajahnya merah padam menunjukkan emosinya sungguh memuncak. Dengan cepat dia membanting ponselnya dan membuat porak-poranda mansionnya.
“Kamu pikir kamu sehebat apa, Karennina!”
***
"Pake hujan segala... Huh!"
Nina menatap nanar pemandangan kota dari jendela kamarnya. Dia sudah mengeluh sepagi ini, rasanya sungguh tidak memiliki mood untuk bekerja di pagi hari yang sudah diguyur hujan sedari malam.
Dia berjalan gontai menuju kamar mandinya dan segera membersihkan diri. Sejujurnya, Nina memang berasal dari keluarga yang berada. Namun, semenjak pernikahannya dengan Erick Shin tidak disetujui keluarga besarnya, hidupnya berubah drastis. Dia terpaksa dikeluarkan dari keluarga besar Kaviandra dan dicoret dari daftar ahli waris Kaviandra.
Nama besar Kaviandra tidak begitu menjadi pusat perhatian di Indonesia, karena mereka memang berasal dari Negara tetangga. Keberadaan dan kekuatan keluarga mereka sendiri tidak begitu banyak yang tahu selain orang tertentu.
Jika banyak orang di Adamson Group yang memanggilnya gadis kuno dan tidak modis. Nina sendiri merupakan gadis cantik dengan postur tubuh yang ideal. Namun, demi ambisinya, dia merubah seluruh penampilannya demi tidak lagi berurusan dengan pria dan bahkan demi Hanssel tidak tertarik padanya.
Semua berawal dari dua tahun yang lalu saat dia melamar kerja menjadi sekretaris utama di sebuah perusahaan besar Adamson Group. Saat itu, Nina memiliki tantangan khusus dari tetua Adamson, atau nyonya Adamson. Wanita separuh baya itu melarangnya untuk jatuh cinta atau bahkan berniat jatuh cinta pada putranya.
Nina ingat betul saat pertama kali dia bertemu tuannya. Nyonya Adamson mengenalkannya pada Hanssel. Pria besar itu menolak mentah-mentah hanya karena fisiknya yang tidak sesuai seleranya.
Semenjak itu juga, Nina berusaha keras membalikkan keadaan. Dia berupaya keras membuat Adamson Group bergantung pada sumber daya yang dimilikinya. Semua orang tentu tidak akan menyangka. Karennina merupakan founder juga CEO dari SUHO.ltd. Setidaknya sebelum semua diambil alih oleh mantan suami dan pelakornya.
Byuuurr…
Dengan sengaja sebuah mobil mewah berjalan cepat di tengah genangan air di samping Nina berada saat ini. Nina terpaku sejenak, sebagian pakaiannya menjadi basah terkena cipratan air barusan. “Shiiit!”
Nina mengumpat kesal dalam benaknya, dia memperhatikan mobil mewah yang tega melakukannya. Nina menyeringai culai, dia sangat hafal nopol mobil mewah itu. “Hanssel Adamson!!”
Nina tidak memiliki waktu menangisi kesialannya, dia segera bergegas menuju kantor dan berencana membersihkan dirinya yang kini tengah acak-acakan. “Lihat saja nanti, bagaimana aku akan membalasmu, Hanssel!”
Semua mata memandangnya dengan tatapan jijik dibarengi ejekan lirih yang ditunjukkan untuk sekretaris Presdir mereka.
“Hahaha…” Tawa salah satu karyawan Adamson sampai di telinga Nina. “Aku tidak tahu bahwa Ratu Antagonis kita akhirnya mendapatkan karmanya!”
“Benar, jika aku menjadi dia— aku tidak punya muka menginjakkan kaki disini.” timpal salah satu rekannya yang lain.
“Dia gak sadar, udah jelek, tambah jelek jadinya! Hahaha…”
Riuh semua orang menertawakan Nina atas kesialannya. Nina menatap salah satu orang yang senang sekali memprovokasi orang-orang untuk mengikuti maunya. Jessica adalah wanita yang sebelumnya dengan berani mengejek Nina lebih dulu. Setelah mengetahui siapa biang keroknya, Nina tidak ingin lagi peduli, dia memilih menghindar kali ini. Dengan terpaksa dia mundur dari antrian lift dan menggunakan tangga kantor menuju ruangannya yang ada di lantai paling atas.
Selama perjalanannya, Nina terus merutuki Hanssel atas perbuatannya barusan. Nafasnya memburu saat dia telah selesai menyusuri anak tangga hingga lantai delapan dimana ruangannya berada.
“Sialan kau Hanssel!” maki Nina kembali menjelekkan bosnya.
Wanita itu berbelok menuju washroom untuk membersihkan dirinya. Sedangkan, di dalam ruangannya, Hanssel tengah mengetuk jarinya di atas meja kerja dengan pikiran yang semrawut bercabang kemana-mana.
“Tuan, apa ada yang perlu saya kerjakan? Sepertinya anda begitu gelisah?” tanya asisten pribadi Hanssel membuyarkan lamunan pria besar itu.
Hanssel menoleh menatap asisten khususnya dengan tatapan penuh maknanya. “Kamu bukannya dekat dengan Nina, kan?”
“Eh? M-maksud anda?” tanya asistennya gelisah.
“Aku ingin tahu apa kelemahan wanita itu, dan—” Mendadak Hanssel ingin mengetahui banyak tentang Nina. Seolah ada gejolak hasrat yang menuntunnya untuk mengenal seorang Karennina.
“Sepertinya, dia tidak memiliki kelemahan…” celetuk asistennya refleks.
Hal itu sontak membuat Hanssel semakin geram rasanya. Di dunia ini, tidak mungkin seseorang tidak memiliki titik terlemahnya. “No way!! Aku yakin, aku akan mendapatkan sesuatu yang bisa menekan wanita ja-hanam itu!”
Asisten khusus Hanssel mengerutkan keningnya, sejak kapan bos mereka peduli pada sekretaris jeleknya. Selama ini, semua orang sangat tahu. Hanssel tidak suka berhubungan dekat dengan wanita biasa saja bahkan wanita kuno sejenis Karennina.
“Aku memberikanmu tugas, cari data pribadi Nina… Apapun! Dari hal terkecil sampai siapa keluarganya dan siapa saja yang berhubungan dengannya!”
Asistennya terpaku sejenak, sepertinya ada kejadian besar selama dia tidak bersama tuannya. “Apa ada yang saya lewati selama ini, Tuan?” tanya asisten Hanssel penasaran.
“Ya— aku ingin tahu data pribadi Nina. Selama ini kita tidak pernah ingin tahu, Nina sudah sejauh ini mengetahui baik buruknya Adamson Group. Sungguh sangat merepotkan jika dia berkhianat dan memberikan informasi penting perusahaan kita pada kompetitor.”
“Saya rasa, Nina bukan orang seperti itu. Dia tidak mungkin berani membocorkan seluruh informasi penting di Adamson Group. Lagian, Nina kan masih bekerja disini, apa mungkin dia berencana mengundurkan diri?”
Hanssel menatap kesal asistennya yang banyak omong kali ini. “Kamu lama-lama terkontaminasi Nina! Pergi sana cari informasi yang berguna untukku!!”
“Eh— m-maaf, Tuanku!” Asisten Hanssel menunduk tidak lagi ingin banyak ikut campur mengenai urusan tuannya yang moody itu.
Secara kasat mata, Nina memang terlihat akrab dengan asisten Hanssel. Sayangnya, Farell yang merupakan nama asisten khusus itu. Dia tidak tahu sama sekali mengenai hal pribadi dari karennina selama wanita itu bekerja disana.
Tuuut!
Hanssel kembali mencari sekretarisnya, semakin lama perasaannya semakin tidak karuan. Dia harus menyelesaikan segera sebelum mati muda.
“Iya, Tuan…” sahut Nina santai.
“Kemari!”
Nina menghela nafas sejenak setelah sambungan terputus. Dia bergegas menuju ruangan bosnya, hari ini seperti biasa dia mengenakan kemeja putih polos dengan rok span di bawah lutut pas di badannya. Rambut yang masih setia dengan ikat lurus serta kacamata tebal yang menutupi mata indahnya. Seperti itu memang tampilannya, tidak menarik sama sekali.
“Ada hal yang anda inginkan, Tuan?” tanya Nina datar seolah pertikaian semalam tidak pernah terjadi sama sekali.
"Duduklah..."
Nina berjalan biasa dan duduk di depan bosnya. Aura dingin bosnya, tidak membuat wanita itu gentar. Sungguh membuat sakit kepala bagi Hanssel.
“Sampai kapan kamu berpura-pura seperti itu? Apa kamu tidak ingin menjelaskan sesuatu, Nina?” Hanssel menatap tajam ke arah sekretarisnya yang datar.
“Kenapa sih sepagi ini anda sewot sama saya? Saya salah apa coba?” jawab Nina tenang tidak merasa terintimidasi sama sekali.
“Hah?” Hanssel sampai dibuat menganga oleh kelakuan sekretaris dinginnya itu.
“Apa anda masih begitu kesal karena aku tidak datang?” tanya Nina mulai mengarahkan pada permasalahan mereka. “Meskipun saya tidak datang, saya masih peduli dan mengganti dengan gadis lain yang memiliki kriteria seperti tipe yang anda suka!”
Nina terus merutuki atasannya seperti biasanya, jika mereka ada masalah. Nina adalah centre permainan dan kendali penuh atas keadaan yang dengan suka hati dia permainkan.
“Aku membayarnya sangat mahal, dia gadis perawan, bersih, aduhai semampai. Kurang apalagi coba?!” Nina terus menggerutu sebal pada atasannya. “Coba anda pikir pake otak cemerlang anda. Jika dibanding mencari kesenangan dengan wanita jelek seperti saya, pasti anda memilih dengan wanita semalam yang jauh lebih menggoda.”
Ingin rasanya Hanssel menghentikan kecerewetan sekretarisnya dengan martil atau sejenisnya. Dia sungguh tidak bisa mengelak sama sekali di depan sekretaris jelek dan cerewetnya itu. Hanssel memijat keningnya berat, dia bangkit dan mendekati posisi Nina. Tak lama kedua matanya menyadari satu hal dari penampilan Nina saat ini.
Deg!
Tanpa Nina sadari, pakaiannya yang masih sedikit basah membuatnya transparan dan Hanssel bisa melihatnya dengan jelas dari jarak pandangnnya saat ini. ‘Heh, bagaimana bisa aku gelisah dengan hal yang tidak menarik ini!’
Nina tersadar akan tingkah mencurigakan atasannya, dia segera menutupi tubuh bagian depan dengan menyilangkan tangan. “Anda melihat apa?”
“Hehe… Kamu bilang kamu tidak menarik, bukan?” bisik Hanssel mendekat. “Kamu pikir aku bisa tertarik dengan dada ratamu itu?”
‘Hah? Rata? Mata dia buta!!’ rutuk Nina dalam benaknya.
Hanssel terus menatap liar memindai tubuh Nina yang baru disadarinya memiliki daya tarik sendiri. Dia bahkan sudah berfantasi liar, jika pakaian kuno itu berganti dengan seleranya mungkin Nina bisa jadi tipenya.
‘Pria mesum ini harus dihentikan!’ Nina bersiap bangkit tidak ingin berlama-lama disana sebelum singa menunjukkan sifat memburunya.
“Jika tidak ada pekerjaan yang penting, aku akan kembali!”
“Mau kemana kamu?” hardik Hanssel mencengkram tangan Nina untuk tetap ditempatnya.
“Membuat surat pengunduran diriku!” maki Nina mulai terlihat gelisah juga takut Hanssel berbuat yang tidak-tidak.
Deg!
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Sri Wulandari
Nex
2022-04-26
2