"Sudahlah ma kalau dia mau pergi, biarin aja. Mau jadi apa juga dia di luar sana. Kita beri dia waktu. Paling juga dia balik lagi ke sini. Dia pikir enak apa hidup di luar, tempat tinggal tidak punya, pekerjaan tidak punya, semua serba terbatas, tak ada yang nanggung," potong Hendrik sinis dengan kedua lengan berada di dalam saku celananya. Oma Neni bingung harus apa dan bagaimana. Ia hanya bisa terisak melihat kehancuran menantu kesayangannya itu.
"Silahkan kalau kau mau pergi, tapi jangan pernah ajak anak-anak. Mau kau kasi makan apa mereka? Bisa-bisa kau suruh mereka mengemis di pinggir jalan karena sudah terlalu terbiasa hidup berkecukupan ... "
"Tutup mulut kotormu itu! Aku tidak sekejam itu ingin menyusahkan anak-anakku," bentak Oryza murka dengan mata merah menyala emosi.
"Tapi itu faktanya. Mau kau kasih makan apa mereka sedangkan pekerjaan saja kau tak punya? Mau kau beri tempat tinggal dimana juga mereka? Apa kau punya rumah lain? Di bawah kolong jembatan? Pokoknya aku tak mau tahu menahu, jangan pernah bawa anak-anak," tegas Hendrik dengan suara meninggi membuat Oryza terhenyak.
Ya, Oryza memang tidak memiliki pekerjaan, tidak juga tempat tinggal. Rumah yang ditempati ayahnya dulu sudah terjual untuk membiayai pengobatan mendiang ayahnya yang jatuh sakit akibat pengkhianatan sang ibu, jadi ia harus pergi kemana? Tak memiliki pekerjaan. Tak memiliki tempat tinggal. Mencari kontrakan juga belum. Mobilnya juga selepas kecelakaan entah berada dimana. Bagaimana mungkin ia tega membuat anak-anaknya kesusahan.
Diliriknya kedua putra dan putrinya yang bersembunyi di balik tubuhnya. Keduanya sedang ketakutan. Bagaimana dia bisa lupa kalau anak-anaknya masih berada disini dan menyaksikan pertengkaran kedua orang tuanya. Sesuatu yang tak seharusnya dilihat anak-anak kini justru mereka lakukan di hadapan keduanya.
"Raja mau ikut bunda."
"Latu juga. Latu mau syama bunda."
Raja dan Ratu menangis histeris saat Hendrik melarang Oryza membawa mereka.
"Raja, Ratu, masuk!" tegas Hendrik dengan sorot mata tajam dan suara meninggi membuat keduanya makin ketakutan.
"Nggak mau, Raja maunya sama bunda. Raja nggak mau sama ayah. Ayah jahat. Kamu nggak mau mama baru."
"Latu juga ndak mau syama ayah. Ayah jahat malah syelingkuh syama Tante ulat bulu. Latu ndak mau panggil Tante ulet bulu mama. Mama Latu cuma bunda," pekik Ratu dengan berurai air mata.
"Jangan keras kepala kalian! Kalian mau makan apa kalau ikut bunda kalian itu. Rumah aja nggak punya," bentak Hendrik.
"Jangan bentak anak-anakku!" balas Oryza juga membentak.
"Ini semua pasti perbuatanmu kan! Kau yang meracuni otak Raja dan Ratu kan agar tidak menerima Githa sebagai mama mereka. Kalau kau mau pergi, pergi saja. Tidak usah bawa Raja dan Ratu," teriak Hendrik tak kalah nyaring.
Lalu Hendrik maju dan menarik lengan Raja dan Ratu. Raja dan Ratu berusaha berontak tapi tak bisa melepaskan diri. Oryza turut berusaha melepaskan cengkraman tangan Hendrik dari lengan Raja dan Ratu, tapi Hendrik malah menyentak lengan Oryza hingga ia tersungkur di lantai.
"Hendrik! Apa-apaan kamu!" pekik Oma Neni terkejut saat melihat Oryza tersungkur di lantai.
Oma Neni pun segera bergerak membantu Oryza. Dari balik pintu, Siti dan Dodi terisak melihat majikannya yang baik hati diperlakukan tidak adil. Dulu, ia sempat iri melihat kebahagiaan Oryza dan anak-anaknya yang serba berkecukupan dan mendapatkan status juga perhatian baik dari Hendrik maupun Oma Neni, sedangkan dirinya dan Dodi harus menerima kenyataan menjadi orang yang tak dianggap sama sekali oleh keluarga itu. Hanya Oryza yang memperlakukannya dengan baik. Bahkan Oryza mendaftarkan anaknya ke sekolah.
Siti tak pernah menyangka, kalau majikannya itu telah mengetahui perihal status Dodi. Sebab selama ini, Oryza tetap memperlakukan mereka dengan baik seperti tidak terjadi sesuatu apapun. Betapa mulia hati majikannya itu. Dan betapa bodohnya lelaki yang pernah menanamkan bibitnya ke dalam rahimnya itu karena telah menyia-nyiakan wanita sebaik dan semulia Oryza. Sungguh sangat keterlaluan pikirnya. Ingin rasanya ia memberikan pelajaran pada lelaki lucknut itu. Tapi sayangnya ia tidak bisa apalagi ia memiliki Dodi yang harus ia pikirkan masa depannya.
Lalu bagaimana kelanjutan masa depan putranya kelak sebab hanya Oryza yang mempedulikannya, sedangkan pria yang berstatus sebagai ayah kandungnya dan neneknya saja tidak pernah mempedulikannya sama sekali.
Oma Neni tergugu melihat Oryza yang terus menangis. Melihat anaknya yang diseret paksa masuk ke dalam kamar, Oryza pun segera mengejarnya. Oryza menggedor-gedor pintu kamar buah hatinya yang dikunci Hendrik dari luar.
"Bunda ... bunda, ayah bukain pintunya kami mau ikut bunda."
"Bunda, Latu mau ikut bunda. Ayah bukain pintunya ayah."
Teriak keduanya dari dalam kamar tapi Hendrik tak menggubrisnya. Ia justru memasukkan kunci kamar ke dalam saku celananya. sambil menyeringai.
"Kalau kau masih mau pergi, pergi saja. Jangan harap aku akan membiarkan kau membawa Raja dan Ratu. Kalau kau mau menggugat ku, silahkan lakukan saja. Kita lihat, sebatas mana kesombonganmu itu," sinis Hendrik yang langsung membalikkan badannya hendak masuk ke kamar lainnya tempat Githa beristirahat.
"Baiklah, aku pergi. Tapi aku pasti akan kembali untuk mengambil anak-anakku. Silahkan kalian bersenang-senang saat ini. Tapi perlu kau ingat, tak selamanya roda berada di atas dan aku pastikan, kalian pasti akan menyesal karena telah melakukan perbuatan dzalim kepadaku," tukas Oryza dengan api kebencian membara di pelupuk matanya. Hendrik hanya mengedikkan bahunya acuh dan menganggap perkataan Oryza bagai angin lalu.
Lalu Oryza kembali menghadap pintu kamar anak-anaknya. Masih terdengar suara anak-anaknya yang berteriak meminta dibukakan pintu.
"Raja, Ratu, maafin bunda ya, bunda terpaksa pergi. Tapi bunda janji, bunda akan kembali untuk menjemput kalian. Kalian jaga diri baik-baik ya! Bunda sayang Raja dan Ratu," ucap Oryza lirih dengan suara agak keras agar anak-anaknya mendengar perkataannya.
"Bunda ... jangan pergi, jangan tinggalin kami."
Oryza hanya bisa menguatkan hatinya, terus berdoa semoga ia dapat mengambil hak asuh atas anak-anaknya. Dirinya tak rela bila anak-anaknya dibesarkan wanita lain. Ia juga tak yakin, Hendrik dan perempuan itu dapat bersikap adil bila mereka telah memiliki buah hati nantinya. Ia tak mau anaknya menderita karena sikap ayah dan ibu tirinya kelak.
"Maafin bunda, nak. Bunda terpaksa meninggalkan kalian. Bunda janji, bunda pasti akan kembali untuk kalian," lirih Oryza dengan berurai air mata.
"Za," panggil Oma Neni yang juga terisak. "Mama janji, mama akan jaga Raja dan Ratu dengan baik. Mama harap, kamu pergi hanya untuk menenangkan diri dan kembali walaupun itu sepertinya tak mungkin lagi."
Oryza pun akhirnya meninggalkan rumah penuh kenangan itu dengan perasaan yang hancur. Di dalam taksi, ia tak henti-hentinya menangisi perjalanan rumah tangganya yang harus kandas karena orang ketiga. Ah, lebih tepatnya, bukan orang ketiga, tapi keserakahan suaminya atau calon mantan suaminya.
...Happy reading 🥰🥰🥰...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
himmy pratama
hancur sehancur nya
GK BS mbayangno hdp tanpa anak yg selama ini disayangi nya..tunggu Hendrik bntr jg karma akan berlaku
2024-09-15
0
Puji Rahayu
tkt e kl mksa pergi saat itu jg yo iku..
ank2 pst di tahan.
org mah..mnt bala bantuan dulu kek..
po nnt pergi diem2...gituhhh
2024-07-27
0
Nia Nara
Kayak maia dulu ya
2024-07-04
0