Hana nampak kelelahan menerima para tetangga yang datang bertamu silih berganti dirumah orang tuanya hingga pukul sembilan malam.
Oleh - oleh yang ia bawa dari kota pun tidak lupa ia bagikan membuat para tetangga yang berkunjung merasa senang.
"Hana, istirahatlah..... kau pasti lelah menempuh perjalanan jauh hari ini, ditambah lagi para tamu yang tak berhenti - berhentinya berkunjung semenjak engkau tiba sampai sekarang." Ucap ayahnya, sesaat setelah tamu - tamu mereka pulang.
"Baik ayah..... Hana memang ingin segera tidur..... lelah sekali rasanya...." Hanaria mencium tangan ayahnya lalu beranjak menuju kamarnya.
Tok....tok....tok.....
Hana berhenti didepan pintu kamarnya, menatap kearah pintu depan yang sedang diketuk.
"Masuklah kekamarmu Hana, ini sudah jam sembilan malam, kau butuh istirahat, biar ayah saja yang membukakan pintu...." Ucap ayahnya pelan. Hanaria menganggukan kepalanya lalu membuka kamarnya dan segera masuk.
Dari dalam kamar, sayup - sayup terdengar suara ayah Hanaria dan tamunya berbincang diruang tamu.
Hanaria membaringkan tubuhnya diatas dipan kayu beralaskan kasur kapuk. Ia merasa begitu lega saat bisa mengempaskan tubuh penatnya disana, walau tidak seempuk kasur busa dirumah sederhananya yang ada dikota.
Ia memandang langit - langit kamarnya, yang hanya diterangi pelita. Dusun Rimba yang masih terisolir belum terjangkau listrik. Hanya beberapa warga yang menggunakan mesin genset bila ada acara keramaian dimalam hari. Selebihnya, dusun kelahiran Hanaria itu akan diselimuti kegelapan dimalam hari, hening, sunyi, dan sepi. Hanya terdengar suara jangkrik, kodok bertelur, atau burung hantu dimalam hari.
Pandangan Hanaria menyapu seisi kamarnya, semuanya masih terlihat rapi dan bersih saat terakhir ia pulang dua tahun yang lalu, ketika kakak laki - lakinya menikah.
Ya, ayah dan ibunyalah yang rajin membersihkan kamarnya walau tidak ada yang menempati.
Kelopak mata Hanaria terasa begutu berat, sayup - sayup suara ayahnya dan tamunya semakin samar - samar terdengar, hingga akhirnya ia tidak ingat apa - apa lagi.
...***...
Pagi - pagi buta, setelah menyelesaikan kegiatan ibadahnya kepada Tuhan, Hanaria membereskan barang - barangnya yang belum sempat ia rapikan karena banyaknya tetangga yang mengunjungi dirinya kemarin hingga malam hari.
Hanaria membuka jendela kamarnya saat cahaya masuk dari celah - celah pintu angin jendelanya.
Udara segar pagi langsung menyeruak masuk kedalam kamar tidur Hanaria. Udara lama kini berganti yang baru.
Setelah menghirup udara segar beberapa kali Hanaria segera menuju dapur, ia mulai mengolah bahan makanan yang tersedia didapur.
"Hana.....??"
"Ibu sudah bangun?" Hanaria menoleh ketika mendengar suara ibunya dibelakangnya. Ia segera memapah ibunya yang berpegangan pada dinding menuju meja makan didapur itu.
"Maafkan ibu Hana, tidak bisa membuat sarapan...." Ucap ibunya lemah.
"Ibu 'kan masih sakit.... biarkan Hana yang mengerjakan semuanya, ibu duduk saja disini, sebentar lagi semuanya akan siap." Hana kembali menuju dapur kayu. Ia mengatur kayu - kayu bakar itu supaya apinya tetap menyala.
Masakan dalam panci sudah matang, ia segera memindahkannya kedalam mangkuk dan beberapa piring lalu menyajikannya diatas meja.
"Ayah dimana bu?" Tanya Hanaria saat belum melihat ayahnya.
"Masih dikamar, merapikan tempat tidur." Sahut ibunya sambil menunjuk dengan wajahnya ke arah pintu kamar yang berada didekat ruang tamu.
Hanaria lalu menuju kamar kedua orang tuanya, mengetuk pintu dengan pelan.
"Ayah didalam?" Tanya Hanaria. Hening sejenak, tak lama terdengar suara langkah kaki mendekati daun pintu.
Wajah ayahnya muncul saat pintu terbuka sambil mengulas senyum.
"Ada apa nak?" Tanya sang ayah.
" Sarapan dulu 'yah....semuanya sudah siap...." Keduanya menuju meja makan. Ayahnya duduk disamping ibu Hanaria, sedang Hanaria duduk dihadapan kedua orang tuanya.
"Ibu harus sering - sering makan walau sedikit supaya tubuh ibu segera pulih. " Ucap Hanaria sambil memasukan bubur nasi kedalam mangkuk dan menambahkan sayur bening dan sup ikan kedalamnya.
"Hana suapin ya bu....?"
"Tidak usah Hana, ibu masih bisa makan sendiri." Hanaria lalu meletakan mangkuk ditangannya dihadapan ibunya.
"Ayah mau sayur bening juga seperti ibumu, dan ikan goreng itu." Hanaria langsung mengambil apa yang diinginkan ayahnya dan memasukkan kedalam piring, lalu meletakannya didepan ayahnya.
Setelah Hanaria mengambil untuk dirinya sendiri, lalu ketiganya makan bersama.
"Bagaimana bu?" Tanya Hanaria saat melihat ibunya menyuap sendok demi sendok kedalam mulutnya dengan senyum dibibirnya.
"Enak nak.....hampir dua tahun ibu tidak merasakan hasil olahan tanganmu." Sahut ibu Hanaria sambil terus mengunyah dan kembali menyuap saat makanan dalam mulutnya sudah tertelan ditenggorokannya.
Seketika senyum diwajah Hanaria menghilang, wajahnya berubah sedih saat mendengar ucapan ibunya yang serasa menusuk jantungnya.
"Hana, apa yang membuatmu bersedih nak?: Tanya sang ayah saat melihat wajah Hanaria.
"Maafkan Hana bu, yah..... begitu lama tidak pulang...." Suara Hanaria hampir tidak terdengar.
"Hana..... Hana.... ibu hanya mengatakan seperti itu saja kau sudah ambil hati..... " Ucap sang ibu sambil tersenyum geli.
"Bukan seperti itu bu.... Hana tidak ambil hati pada ucapan ibu, tapi memang benar Hana lama tidak pulang..... Hana sebenarnya rinduuuu bangettt mau pulang. Rindu pada ayah, ibu, juga kak Jonly.
"Iya Hana, ayah... juga ibu tahu, kau merindukan kami sama seperti kami juga merindukanmu. Ayo selesaikan dulu makanmu, nanti kita lanjut mengobrolnya." Ucap ayah Hanaria sambil kembali melanjutkan makannya menggunakan jari tangannya.
Selesai sarapan pagi, Hanaria memapah ibunya menuju halaman depan, ia membawa ibunya duduk dikursi kayu panjang untuk berjemur.
Sebuah sepeda motor singgah didepan pagar rumah yang dikendarai sepasang suami isteri dan membawa seorang bayi berusia tujuh bulan.
"Kak Jonly.... dan kak Elina....." Sapa Hanaria saat mengenali siapa yang datang. Ia segera mencium tangan kedua pasangan suami - isteri itu.
"Duh..... keponakanku yang cantik...... udah wangi....." Ucap Yurina sambil mengambil alih bayi itu dari gendongan ibunya.
Dengan gemes Hanaria mencium pipi chubby bayi gendut itu.
Jonly menghampiri sang ibu, lalu mencium tangan ibunya diikuti oleh Elina isterinya.
"Bagaimana keadaan ibu sekarang?" Tanya Jonly memperhatikan wajah sang ibu setelah mencium tangannya.
"Sudah lebih baik Jon.... juga sudah mau makan setelah adikmu yang memasaknya." Sahut ibunya.
"Syukurlah kalau begitu bu, Jonly merasa lebih lega...." Ucapnya dengan wajah dihiasi senyuman.
"Maafkan kak Jonly dan kak Elina ya Hana, kemaren belum sempat bertandang kerumah, maklum Mizha pas lagi rewel - rewelnya."
"Iya, gak papa kok kak.... Ini sepertinya mau pergi, kok rapi amat??" Tanya Hanaria menatap penampilan sang kakak dan isterinya.
"Iya nih Han, ada undangan dikampung sebelah, sekalian mau kekecamatan, ada sedikit urusan." Jelas Jonly.
"Ooh begitu....Mizha ikut??" Tanya Hanaria lagi sambil mencium pipi keponakannya itu berulang - ulang.
"Nggak..... Tolong jadi pengasuh Mizha barang sehari saja ya Han....?" Ucap Jonly sambil menggaruk belakang kepalanya saat melihat Hanaria yang terlihat kaget.
"Ihh kak Jonly, Hana kan belum pernah ngasuh bayi, nanti gimana dong kalau BAB....??" Gerutu Hanaria.
"Ya belajar dong Hana, nanti kalau kau menikah dan punya anak bayi, kau tidak akan kaget karena sudah latihan dari sekarang...." Ucap Jonly dengan bujuk rayunya membuat Hanaria makin cemberut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 311 Episodes
Comments
neng ade
benar tuh kata kakak mu.. anggap aja latihan ngurus bayi biar nanti udah terbiasa 😁😍
2025-04-03
1
Ucy (ig. ucynovel)
🌹 plus iklan buat othor
2024-02-20
1
Ucy (ig. ucynovel)
belajar atu han, kamu kan calon ibu jg
2024-02-20
1