"Willy," Panggil Moranno.
"Iya dad."
"Duduklah," Moranno menunjuk kursi didepan mejanya.
Willy mendekati meja ayahnya lalu duduk pada kursi dihadapan ayahnya. Ia sudah mempersiapkan dirinya untuk menerima konsekuensi apapun dari sang daddy.
"Apa yang membuatmu kebut - kebutan secara ugal - ugalan dijalan raya seperti perkataan nona Hanaria tadi?" Tatap Moranno pada Willy yang duduk dihadapannya.
"Willy tidak kebut - kebutan Dad," Ucapnya berusaha membela diri.
"Tidak bagaimana, kamu sampai menyerempet mobilnya. Kamu tahu? Itu bisa membahayakan nyawa orang lain Willy. Lalu kenapa kamu tidak cerita pada Daddy? " Berondong Moranno, mengeluarkan apa yang ia tahan sedari tadi.
"Maafkan Willy, Dad. Willy takut Daddy marah." Jawab Willy menyesal disertai raut bersalahnya.
"Jadi, kamu lebih memilih Daddy tahu dari orang lain, begitu?"
"Tidak seperti itu juga Dad," Willy memutar bola matanya malas.
"Nah sekarang Daddy tahu dari nona Hanaria. Jadi cepat atau lambat, Daddy pasti tahu juga Willy."
"Mau sampai kapan kamu bersikap kekanak - kanakan seperti ini Willy, kamu sudah dewasa, kamu sekarang sudah menggantikan Daddy jadi CEO perusahaan ini."
"Jangan bersikap sesuka hatimu, kamu bukan orang biasa yang tindakannya bisa diabaikan oleh pesaing bisnismu. Mereka bahkan berusaha mencari titik lemahmu untuk menjatuhkanmu Willy." Moranno memberi tatapan tajam pada putranya itu.
"Daddy tidak bisa mendampingimu terus menerus Willy. Jadi mulai sekarang belajarlah bersikap dewasa dan bijak, dan bekerjalah dengan sungguh - sungguh."
"Iya Dad."
"Sekarang katakan pada Daddy kenapa kamu main kebut - kebutan, jelaskan pada Daddy?" Tanya Moranno lagi, kembali ketopik awal.
"Willy dan Rosalia tidak sengaja nyerempet nona Hanaria karena hampir lambat datang ke reoni. Karena nona Hanaria mengejar, Willy pikir dia ngajak Willy balapan. Awalnya Willy juga tidak tahu kalau pengemudi yang mengejar kami itu adalah seorang wanita, dia bisa melajukan mobilnya ngalahin kecepatan Willy mengemudi." jelasnya, mengingat kejadian ketika itu.
"Nah kamu bersama Rosalia lagi. Untung tidak kenapa - kenapa. Rosalia itu putri tuan Hartawan, orang yang sangat berpengaruh di negeri ini, bila sampai terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada kalian waktu itu, kamu bisa mempertaruhkan nama baik tuan Hartawan juga keluarga kita Willy," omel Moranno.
"Iya Dad Willy mengerti. Maafkan Willy," sambil menundukkan wajahnya dengan rasa menyesal.
"Ingat perkataan Daddy, Willy. Kemanapun kamu pergi, kamu tidak hanya membawa nama baikmu saja, tapi kamu juga membawa nama baik Daddy, dan bahkan nama baik keluarga besar kita."
"Bila kamu berlaku melanggar hukum, orang-orang akan berkata: Willy, putra Moranno, anggota keluarga Agatsa yang memiliki kerajaan bisnis dinegeri ini, telah melakukan tindakan melanggar hukum, dan bla.... bla......bla..... Semua nama yang ada hubungannya denganmu akan dikait - kaitkan."
"Apa pun yang kamu lakukan, kamu akan membawa nama keluargamu, jadi berpikirlah yang benar sebelum bertindak."
Willy menganggukkan kepalanya mendengar nasihat dan petuah dari sang daddy.
"Kamu sudah minta maaf pada nona Hanaria?"
""Heum, Belum Dad, aku lupa, lagi pula aku sudah membiayai perbaikan mobilnya itu." Jujurnya, dan apa adanya. Bukan tipenya suka menjabarkan penjelasan yang panjang lebar.
"Ya ampun Willy, apa kamu merasa tidak bersalah? Hingga tidak meminta maaf padanya?" Moranno memegang pelipisnya yang seketika berdenyut mendengar perkataan Willy yang seolah tidak punya perasaan.
"Daddy tidak mau tahu, kamu harus meminta maaf padanya!" tegas Moranno.
"Tapi Dad, urusan mobil itu kan sudah selesai, ngapain dibahas lagi? Yang ada dia malah merasa dirinya diatas angin."
"Daddy tidak percaya kalau kamu memiliki pikiran sombong seperti itu. Ingat, kedepannya, kamu akan lebih banyak memiliki hubungan kerja dengannya. Perusahan yang kamu pimpin ini bergerak dibidang properti, jadi mau tidak mau, kamu harus membangun hubungan yang baik dengan pegawaimu itu."
"Yang benar saja Dad, bukannya kebalik, yang benar bawahan yang harus menjaga hubungan baik, bukannya atasan Dad," Tolak Willy, ia berusaha mempertahankan argumennya.
"Willy, seorang pemimpin itu harus bisa menjaga hubungan baik dengan para pegawai, itu namanya rendah hati. Pegawai yang merasa dihargai, tentunya ia akan memberikan dedikasi yang tinggi dalam bekerja sebagai bentuk rasa hormatnya padamu juga perusahaan. Walau bukan itu tujuan utama kita menjaga hubungan yang baik dengan para pegawai." Moranno kembali memberi nasihat, walau ia merasa begitu gemes dengan sikap putranya itu.
Willy terdiam sesaat.
"Baiklah, kalau itu maunya Daddy, Willy akan melakukannya," berusaha mengalah walau terpaksa.
...***...
"Hana! Bagaimana?" Linda melongokkan kepalanya dari depan meja kerjanya yang dibatasi sekat dengan meja Hanaria.
"Bagaimana apanya?" Hanaria balik bertanya, wajahnya tampak datar sambil membereskan beberapa berkas yang agak berantakan diatas mejanya.
"Malah nanya. Ya, hasil pertemuan kamu dengan CEO baru itu lah, Sayang? Benarkan, tuan Willy setampan yang aku katakan?" Wajah Linda berbinar saat bibirnya menyebut nama Willy.
"Tuan Moranno menanyakan tentang kemajuan proyek yang sudah berjalan, dan memintaku untuk menjelaskan semua detailnya secara terperinci. Semua berkas yang ku bawa tadi ditinggal di ruang kerja tuan Moranno, karena tuan Willy akan mempelajarinya." Jelas Hanaria.
"Terus tuan Willy-nya?"
"Apanya?" Tanya Hanaria tidak mengerti.
"Dia keren kan? Dia tampan seperti yang aku katakan kan?" Ucap Linda bersemangat, ia sangat penasaran pada pendapat temannya itu tentang bos mereka yang membuat semua kaum hawa diperusahaan itu terpukau.
"Tidak tahu, aku tidak memperhatikannya," sahut Hanaria asal, ia malas membahas pria yang dimaksud Linda dan kembali menatap laptopnya, meneruskan pekerjaannya yang sempat tertunda.
"Hana, tuan Willy," bisik Linda dari sebelah sekatan mejanya.
"Jangan berisik Linda," tegur Hanaria yang tidak mendengar jelas apa yang dikatakan temannya itu.
"Hana, tuan Willy," Suara Linda kembali mengudara, masih terdengar setengah berbisik.
Hanaria memilih diam, ia pura-pura tidak mendengar suara Linda yang memanggilnya tidak jelas, tangannya sibuk menekan keyboard laptopnya sambil melihat hasil kerjanya.
Hidung Hanaria bergerak-gerak, indera penciumannya mencium aroma citrus yang menyegarkan.
"Hana, tuan Willy," Linda kembali berbisik menatap kearah Hanaria yang tidak mau melihat kearahnya.
"Linda! Stop! Stop!" Hanaria yang bosan mendengar suara Linda yang berisik, segera berdiri sambil memejamkan matanya. Kedua tangannya ikut beraksi, ia menghadap kearah Linda yang ada diseberang mejanya. Suaranya terdengar menggema diruangan yang senyap itu.
"Sudah cukup Linda! Cukup dengan tuan Willy yang kamu sebut tampan, keren , kece atau apalah itu!" Hanaria lalu membuka matanya menatap wajah Linda yang terpaku melihat responnya, dan tunggu, semua pegawai yang sedang bekerja didalam ruangan itu turut menatapnya dengan wajah yang sulit ia artikan.
"Sekarang, aku mau kerja dulu. Jangan sebut nama tuan Willy yang menyebalkan itu lagi! Titik!" Lanjut Hanaria ketus.
Linda yang masih terpaku duduk dimeja kerjanya menatap Hana dengan sejuta penjelasan yang ingin ia sampaikan, namun lidahnya terasa kelu, akhirnya hanya jari telunjuknya saja yang bisa berkompromi menunjuk kearah belakang Hanaria berdiri.
Melihat jari telunjuk Linda mengarah padanya, Hanaria sempat bingung. Namun akhirnya ia menyadari jari Linda menunjuk seseorang yang berdiri dibelakangnya. Semua pegawai berdiri serempak termasuk Linda menunduk memberi hormat.
Hanaria menoleh perlahan, ia merasa bulu kuduknya merinding. Tatapannya yang lantang tiba - tiba meredup saat melihat siapa yang berdiri dibelakangnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 311 Episodes
Comments
neng ade
oh waktu itu Willy bersama Rosalia anaknya tuan Hartawan dengan dokter Rosalie.. wah . wah .. disini keduanya udah dewasa.. lalu bagaimana dengan Billy.. sepertinya Rosa dngn Billy dan Willy dengan Hanaria cocok itu
2025-04-03
1
Teteh Lia
Vote dan 3 iklan mendarat.
2024-02-19
1
Teteh Lia
Nah ini yang bikin kesel. "tau dari orang lain ".
2024-02-19
1