".. Fan... "
"..Ufan..!"
"..Taufan...!"
Suara pemuda itu memanggil untuk kesekian kalinya, sambil sesekali mengguncang tubuh yang masih terlelap di balik kantong tidurnya.
"Rehan? Ugh ada apa?" Taufan sedikit mengerang sembari berusaha mengumpulkan kesadarannya. Ia sangat yakin ia baru memejamkan mata beberapa saat yang lalu. Ketahuilah ia masih lelah.
"Stella menghilang!"
Taufan terkejut, mata yang tadinya dipupuk kantuk kini terbuka sepenuhnya.
"Apa? Bagaimana bisa?" serunya tak percaya.
Di luar, Hana, Rafif, Ilham dan Farhan sudah terlebih dahulu mencari Stella di sekitar bumi perkemahan, namun kembali dengan tangan kosong. Hana yang pertama kali sadar ketika Stella menghilang. Saat ia terbangun tak didapati Stella disampingnya, termasuk barang bawaan dan tasnya juga ikut menghilang.
"Apa mungkin dia sudah kembali ke kelompoknya?" Kata Rafif menebak.
"Stella tidak mungkin meninggalkan kita begitu saja! Pasti terjadi sesuatu padanya!"Bantah Taufan nampak begitu yakin.
Setelah apa yang di alaminya semalam, rasanya tidak mungkin jika gadis itu pergi tanpa memberitahu nya, atau kelompok nya terlebih dahulu.
"Terlalu berbahaya jika kita mencarinya saat masih gelap. Salah langkah, kita bisa saja terperosok karena disini banyak jurang." Ilham mulai berujar.
"Ilham benar, kita istirahat sebentar lagi sambil menunggu matahari terbit." Putus Rehan mutlak. Sambil merangkul Taufan, ia berkata, "Tenanglah, kita pasti menemukan Stella. Dia pasti baik-baik saja."
Ia tau ucapan Rehan hanya untuk menenangkannya saja, namun ia hargai usahanya itu. Tubuhnya masih lelah dari sisa perjalanan kemarin. Badannya ngilu menahan hawa dingin yang menghajarnya. Kepalanya mulai berdenyut karena kurang tidur ditambah memikirkan segala kemungkinan yang ada. Meski begitu ia tak bisa kembali memejamkan mata, ia terlalu memikirkan gadis yang baru ia kenal.
****
Sudah hampir 3 jam mereka mencari Stella sembari menuruni gunung setelah berkemas. Matahari pun kian meninggi dan kabut mulai turun.
"Kita sudah hampir sampai pos 3, tapi ngga ada tanda-tanda keberadaan Stella." Kata Hana sambil mengatur nafas yang memburu.
"Bahkan di pos-pos sebelumnya atau para pendaki yang kita temui, ngga ada yang tau cewek dengan ciri-ciri yang kita sebutkan." Imbuh Farhan yang sudah menghabiskan 2 botol minuman dari persediaan nya.
Rehan membuang nafas berat nampak frustasi, ia sendiri sudah lelah akan perjalanan ini. Namun ia tak bisa menyerah begitu saja. Sesaat ia melihat pada Taufan yang berada di belakang, wajahnya sedikit pucat, nafasnya juga terengah-engah.
Ia sadar posisinya sebagai ketua terlalu memaksakan kelompoknya, akhirnya untuk memutuskan beristirahat sedikit lebih lama di dekat pohon yang telah tumbang, meski sempat diprotes oleh Taufan. Namun ia berhasil meredakan ego Taufan untuk tidak memaksakan diri dan lebih memahami batasan fisiknya.
Dalam pikiran nya sempat terbesit pertanyaan mengapa Taufan begitu khawatir sampai tak memikirkan kondisi nya sendiri. Apa ada yang ia lewatkan sebelum ini?
"Rehan, aku mau buang air kecil dulu ya. Jangan ditinggal loh!" kata Farhan memecah lamunan Rehan.
"Okey, jangan jauh-jauh. Jangan sampe nyasar. Jangan buang air sembarangan, ntar dilihatin mbak kunti!" seru Rehan diiringi kekehan.
"Iya, bawel!" balas Farhan yang menghilang di balik pepohonan.
Angin gunung terasa dingin menusuk, gemerisik dedaunan mengisi atmosfer yang tak ternoda di sekitar kelompok itu.
Semuanya lelah.
Rehan menghampiri Taufan yang duduk sambil membenamkan wajah di antara lengannya di bawah pohon rindang. "Kau oke?"
Taufan mengangkat kepalanya, "Hmm, aku oke. Cuma sedikit lelah." Balasnya sembari memijat betisnya yang kaku.
"Tenang aja, kita pasti menemukan Stella. Atau setidaknya mendengar kabar baik darinya. Jadi kau gak perlu khawatir, oke?"
Sebuah anggukan kecil Taufan berikan sebagai jawaban. Stella bukanlah satu-satunya alasan untuk bertingkah seperti itu. Sejak pagi tadi nafasnya terasa berat ditambah nyeri di dadanya cukup menguras tenaga. Ia tak ingin menyusahkan Rehan dan yang lainnya, jadi cukup dirinya saja yang merasakan.
"Rehan! Taufan! Semuanya, lihat ke sini! Cepat kemari!" Panggilan yang berasal dari Farhan menarik perhatian mereka.
"Ada apa?" tanya Rehan begitu memenuhi panggilan Farhan.
"Aku menemukan ini." Jawabnya sambil menunjukan jaket biru bercorak putih.
Nafas Taufan tercekat, "Itu jaket ku! Sengaja aku meminjamkannya pada Stella. Itu artinya Stella ada di sekitar sini!"
"Sepertinya kau benar, aku juga menemukan tasnya, tapi-"
"Tapi kenapa?" Taufan tak sabar menunggu kelanjutan Farhan yang menggantungkan kalimatnya.
Farhan yang enggan melanjutkan kalimatnya hanya mampu menunjuk tas hijau army di bibir jurang tak jauh dari tempat mereka berdiri. Rehan sedikit meneliti tas itu. Di dalam nya terdapat barang barang milik Stella yang sepertinya sudah lama di tinggalkan.
Meski sempat ragu, Taufan menengok ke arah dasar jurang curam dengan hati-hati. Banyak terdapat bebatuan tajam di dasar jurang itu. Namun saat itu juga mata nya membulat.
"Ngga mungkin.."
Ototnya bergerak reflek, langkahnya terpacu menuruni tepi jurang meski sesekali terpeleset, ia berhasil menyeimbangkan diri dengan bertumpu pada akar pepohonan. Ia terus berharap apa yang di lihatnya salah.
Pakaian...
Sepatu...
Bahkan fisik..
Semuanya sama dengan yang dilihat ketika pertama kali bertemu. Di antara bebatuan, tubuh terbalut jaket usang itu terbaring nyaris membusuk. Hanya tertinggal jasad tanpa nyawa.
Darah mengalir dari kepala gadis itu yang sudah mulai mengering.
"...Stella?"
Kaki Taufan melemas tak ingin percaya dengan apa yang di lihatnya. Tapi ia tetap tak bisa memutar balikkan fakta jika jasad yang di lihatnya adalah orang yang mereka cari sedari tadi.
Lagi..
Sekali lagi ia melihat kematian di depan matanya..
Orang yang mengisi kekosongan nya. Menabur benih, kemudian tumbuh sampai mampu menutup sedikit luka di hatinya.
Namun seolah takdir memiliki kisahnya sendiri. Takdir mencabut paksa saat tunas mulai tumbuh dan mengakar. Meninggalkan lubang yang kian dalam nan luas dari sebelumnya.
Hati yang tak lagi kukuh, jiwa yang kian melemah seiring berjalan nya waktu perlahan membawanya menuju kegelapan tanpa batas.
****
Langit biru tanpa awan membentang luas membuat cahaya matahari dapat menerangi bumi tanpa halangan.
Berbanding terbalik dengan lelaki beriris langit itu. Pandangannya kosong, tak ada isak tangis, hanya sisa jejak air mata yang membasahi pipi. Awan kelabu menghujaninya, ya hanya dirinya.
Ia membisu untuk sekian lama, dalam kesendirian yang menguasai diri nya. Tanpa menyadari kehadiran seseorang.
"Taufan, dari tadi aku mencarimu, ternyata kau disini." Bohong Rehan yang sedari tadi hanya sanggup memperhatikan dari jauh. Berpura-pura bodoh karena bingung bagaimana cara memulainya.
"Mereka bilang Stella dilaporkan hilang beberapa hari yang lalu. Tim SAR sudah berupaya mencarinya, tapi tak kunjung ditemukan. Dan sekarang mereka akan membawa jasad Stella turun untuk diotopsi dan dipulangkan ke keluarganya." Lapor Rehan singkat.
"Begitu?"
Taufan menunduk dalam, jemari saling bertautan, ragu. Mendengar nama itu, hatinya menjerit sakit. Sekali lagi memorinya memutar waktu yang mereka jalani.
"Padahal semalam kami bercerita banyak hal,-"
"-Padahal dia bilang akan menangis untukku jika aku sudah meninggal nanti, tapi malah dia yang pergi dulu."
Sambil menggigit bibirnya menahan perasaan yang membuncah, jarinya meremas rambut hitamnya frustasi. Tak pernah ia sangka ucapan selamat malam yang Stella ucapkan itu salam perpisahan yang tak ia sadari. Sungguh ia tak ingin mempercayainya, seseorang yang mengajari arti kehidupan dan memotivasi dirinya untuk terus hidup justru tak tak lagi di dunia ini.
Menggelikan.
Ia tersadar takdir tengah mempermainkan nya.
Nafasnya tercekat, "Pada akhirnya memang akulah yang selalu kehilangan. Coba saja kalau-"
"Kau tak perlu menyalahkan dirimu atas kematian Stella." Potong Rehan tegas.
"Kematian Stella itu bukan salahmu, aku yakin dia sangat berterima kasih padamu karena sudah 'menemukannya' sehingga dia tak perlu menunggu lebih lama lagi. Alasan pertemuan kalian waktu itu pasti karena hal ini. Aku tak tau apa yang sebenarnya telah kau lalui, tapi kurasa kau sudah mengabulkan impian Stella untuk mencapai puncak, meski kini jiwanya tak lagi di sini." Lanjutnya.
Pandangan Taufan sedikit terangkat meski sendu masih terbaca jelas di netra birunya, Ia tidak marah, hanya menyesali pertemuan mereka yang singkat tanpa ucapan perpisahan.
"Selama ini aku selalu berpikir keberadaan ku bukanlah hal yang diharapkan orang lain, sampai seseorang pernah bilang padaku kalau aku ini pembawa sial. Dan aku terus memikirkan hal itu dan itu terbukti dengan kematian Stella."
"Sudah ku bilang kematian Stella bukan salahmu! Kau bukan pembawa sial! Kau penyelamat Stella. Seseorang pernah mengatakan hal itu bukan berarti semua orang juga berpikir kalau kau pembawa sial, aku misalnya. Saat aku melihatmu menggendong Stella dengan jalan terjal seperti itu, aku berpikir kalau Tuhan mengirim mu untuk menolongnya." Intonasi bicara Rehan yang awalnya keras, perlahan mereda. Ia terdiam sesaat.
"Kau juga pasti punya seseorang yang berpikir seperti itukan? Yang percaya dan peduli padamu, seseorang yang menerima keberadaan mu apa adanya."
Taufan masih terdiam. Air mata kembali mengalir dari balik kelopak mata nya. Entah itu memang benar atau tidak. Tapi sejauh yang ia tau, tak ada yang mempedulikan nya selama ini.
Taufan pov
Seseorang yang menerimaku apa adanya? Apa aku punya seseorang yang seperti itu? Selama ini, aku hidup seperti tak punya keluarga. Tak seorang peduli padaku.
Pembual..
Aku-,
"TAUFAN!"
Seseorang... Bukan, beberapa orang memanggil namaku diantara deru angin dan gemerisik pepohonan. Sayup sayup suara memanggil dari kejauhan, di dalam hutan, dibalik semak, dan perlahan mereka menampakan diri.
"TAUFAN!?"
Kupikir ini hanyalah halusinasi ku karena terlalu larut dalam kesedihan. Namun kemudian titik terang menuntun mereka padaku, atau justru mereka yang menanti ku didalam cahaya itu. Menarik ku dari kegelapan yang bernama kesendirian.
Baru aku tersadar bahwa aku tak benar-benar sendiri di dunia ini. Aku punya sahabat yang benar-benar percaya dan peduli padaku. Orang-orang yang bersedia menemaniku dalam permainan takdir, suka maupun duka.
Arga, Leon, Sevan dan Yuki, aku tak tau bagaimana mereka bisa menemukanku diantara ribuan tempat di dunia ini. Mereka sampai sejauh ini mencari ku?
Ketika mereka menemukanku, jitakan lembut dan makian halus datang silih berganti.
"Bagaimana bisa kalian menemukanku?"
"Kami punya cara sendiri untuk itu." Leon nampak bangga dengan pencapaiannya, sambil menggendong tas gunung yang nampak berat ia tersenyum cerah seolah itu bukanlah beban.
"Hah hah hah, be-besok lagi kalau minggat nyari tempat yang lebih enakan napa? Capek tau!" Sevan nampak kepayahan, kakinya sudah gemetar menahan masa tubuhnya sendiri. Padahal beberapa saat yang lalu ia sangat semangat memakiku.
Sedangkan sahabatku hanya mampu menghela nafas lega usai berjumpa denganku, tak ada hal yang ia katakan. Namun rasa syukur tersirat jelas dari netra di balik lensa kaca mata nya. Aku tersenyum simpul, aku yakin dia biang dari pendakian ini. Tapi aku bersyukur punya sahabat seperti dirinya.
Dan satu lagi..
PLAK..
Perih sekaligus panas kurasakan, bekas tamparan kentara memerah di pipi kiri ku. Gadis itu menatapku, matanya berkaca-kaca. Tak bisa kubaca sorot matanya yang berkabut. Hanya pelukan hangat yang perlahan merengkuh tubuhku.
"Bodoh! Kau pergi kemana saja? Kami semua mencemaskan mu."
Isak tangis terdengar lirih lolos dari bibir pucat nya. Pelukannya kian erat seolah tak mengijinkan ku pergi jauh. Aku terdiam membeku, hanya satu kata yang mampu ku ucapkan. Sebuah kata yang mampu meluruhkan rasa bersalah.
"Maaf.."
Aku benar-benar melupakan mereka... Orang orang yang masih menganggap ku ada. Bahkan rela pergi sejauh ini demi keegoisan ku.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Fasrina Sisira
Segitu teringatnya ia dengan gadis itu, akankan nantinya mereka akan di takdirkan berjumpa kembali dalam hubungan lebih dari teman? semuanya masih menjadi tanda tanya
2023-04-21
1
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Sefati Winari
Benar sekali, di tambah suasana yang begitu dingin pasti menghambat pelajaran mereka untuk melangkah semakin jauh.
2023-04-21
1
𝐀𝐊𝐖♥ᵈʳʰ
Lanjutkan Thor
2022-05-06
12