Iklim tropis membuat musim panas menjadi lebih lama dibanding negara-negara di Eropa. Sinar mentari yang terlampau terik menelusup melewati celah celah jendela. Di luar sana, angin bertiup pelan membuat suhu terasa semakin panas. Daun daun di pohon yang sudah mulai mengering pun berjatuhan.
Permukaan air yang ditumbuhi teratai dan gulma nampak berkilau tiap kali seekor katak menceburkan diri ke dalam kolam. Rasanya kali ini musim panas datang lebih cepat dari biasanya.
Dengkuran halus terdengar dari salah satu sudut rumah. Seorang anak kecil terlelap di sofa, ia menutupi wajahnya dengan sebuah buku yang mengantarkannya pada kantuk. Bisingnya cicadas di siang hari sepertinya tak mengganggu tidurnya.
Yah, tak ada gangguan yang berarti. Kecuali...
Brukk..
"Aduhh...!"
"Kak Hali, ayo main!"
Ya, tak ada gangguan yang berarti bagi si sulung selain putra kedua dari pasangan Rano dan Ahsya. Taufan Ravael. Baru saja ia terbangun karena ulah adik nya yang menghempaskan diri dan menindih tubuh nya. Bocah berumur 6 tahun itu hanya tersenyum lebar tanpa dosa sambil memamerkan giginya yang beberapa tanggal.
"Singkirkan tubuhmu dariku, dasar setan kecil!" Seru Hali kesal.
Anak bermata langit itu memang sangat suka menggoda kakak nya. Tak tanggung tanggung, berbagai cara ia lakukan untuk mengganggu kakak nya yang tempramen itu. Meski selalu berujung dengan perkelahian kecil atau adu mulut, hal itu baru akan berakhir jika orang tua mereka yang turun tangan. Namun tak pernah habis tingkah Taufan untuk menjahili Hali. Seakan harinya tak akan lengkap jika tidak menjahili kakak nya itu.
"Taufan, kakak mu kan sedang tidur, kenapa diganggu?" tegur wanita paruh baya yang muncul dari dapur sambil menentang beberapa paper bag.
"Habisnya kak Hali kalo tidur udah kaya kebo. Padahal dari tadi udah aku panggil, tapi ngga bangun bangun. Hibernasi kali ya? "
Ahsya yang mendengar itu mencoba menahan tawa. Memangnya kerbau hibernasi ya?
"Memangnya Taufan mau ngapain pake bangunin kak Hali?" tanya ibu lembut.
"Taufan mau ngajak kak Hali main di luar."
"Panas-panas gini kau mau keluar? Hadeh, pulang-pulang kau jadi bebek panggang. Minggir! Aku mau tidur, awas kalau diganggu! Kugantung kau di tali jemuran!" ancam Hali. Dengan terkantuk kantuk, ia masuk ke kamarnya untuk melanjutkan tidurnya.
"Huh, kak Hali ngga seru!" Taufan menggembungkan pipi nya, ekspresi kesal khas anak kecil.
"Kak Hali benar, mending kamu juga tidur siang sana gih. Taufan pasti cape kan abis pindahan rumah kemarin? Nanti sore ibu temani Taufan, tapi sekarang ibu mau menyapa tetangga dulu, sekalian ngasih kue. Taufan baik-baik ya di rumah. Bibi, nitip jagain rumah ya!"
"Iya, Bu." Seorang wanita tua muncul dari dapur. Ia sudah cukup lama mengabdikan diri untuk keluarga Ravael, bahkan sejak Hali masih bayi. Sehingga sudah dianggap bagian dari keluarga kecil itu.
"Nah ibu pergi dulu ya." Pamit sang ibu membelai pucuk kepala putra keduanya.
Sepeninggalan wanita itu, si asisten rumah hendak kembali mengerjakan tugasnya, sementara Taufan hanya tinggal sendirian di ruang keluarga.
"Tck, kenapa harus ada yang nemenin? Aku kan juga bisa pergi sendiri, aku kan udah besar."
Waktu telah menunjuk pukul 5 sore, hari belumlah larut tapi awan kelabu yang menggulung membuat sore itu seperti petang. Kala itu Hali terbangun karena mendengar ribut ribut dari lantai bawah. Penasaran dengan apa yang terjadi, ia beranjak dari kasur dan membawa langkah menuju lantai bawah.
"Kenapa ribut sekali? Ibu kenapa? Ada apa?" serentetan pertanyaan Hali lontarkan saat melihat suasana yang tak bisa dipahaminya.
"Taufan hilang!" seru Ibu nyaris histeris.
"Ha!?"
"Ibu pergi ke rumah tetangga dan menyuruh Taufan untuk tidur siang karena dari tadi dia rewel, sedangkan bibi sibuk di dapur. Dan saat ibu kembali Taufan sudah tidak ada"
"Ibu sudah mencarinya ke setiap ruangan?" tanya Hali.
"Ibu sudah memeriksa setiap ruangan, bahkan sampai ke kolong kolongnya. Hali, bagaimana kalau terjadi hal buruk pada Taufan? Kita baru pindah kemarin, dia pasti belum tahu tempat ini. Bagaimana kalau dia diculik?" Suasana saat itu pecah, air mata mulai mengalir dari pelupuk mata wanita itu.
Lelaki yang baru menginjak umur 10 tahun itu memeluk sang bunda, "Taufan pasti baik-baik saja, dia pasti tak jauh dari rumah. Hali akan berusaha mencarinya, jadi ibu jangan cemas ya?" Tangannya menangkup wajah ibundanya, menatap legam sepasang netra itu mencoba menenangkannya.
"Aku akan segera kembali, bibi tolong jaga ibu ya."
*****
Di luar, gerimis mulai turun cukup deras, jalanan mulai becek dan air mulai menggenang. Perubahan cuaca yang ekstrim, padahal siang tadi matahari bersinar tanpa ampun. Dan sekarang hujan disertai petir mulai menyambar.
Seorang anak terisak seorang diri. Penyesalan menguasai dirinya, harusnya ia mengikuti kata ibu untuk tinggal di rumah dan tidur siang. Bukannya nekat keluar rumah seorang diri apalagi di lingkungan baru.
Ia meringkuk memeluk dirinya sendiri di bawah pohon. Ia ketakutan. Entah karena menjelang malam atau karena hujan, hari mulai gelap. Sekarang ia tak tahu jalan pulang, petir membuatnya takut untuk beranjak, volume air kian meninggi dan angin pun kian kencang bertiup.
JDEEEERRR...
"Hiii! Hiks.. Hiks.. Kak Hali, tolong aku. Huhuhu.."
Wajahnya tenggelam di antara lutut. Ia sudah lelah menangis, suaranya hampir habis karena memanggil nama orang-orang terdekatnya, tapi tak seorangpun mendengar suaranya akibat terhalang hujan lebat. Layaknya seorang anak kecil, ia hanya bisa mengharapakan keajaiban sebelum ia pingsan karena kelelahan dan kedinginan.
"Di sini kau rupanya ya, anak bandel. Aku mencari mu kemana-mana."
Anak itu mendongak, seseorang berdiri di sampingnya bernaungkan sebuah payung merah. Matanya kembali berkaca-kaca, ia tak menyangka begitu cepat datangnya...
Harapan itu..
"Huweee! Kak Hali! Aku takut!" Di peluk nya erat tubuh sang kakak, menyalurkan rasa takut yang menguasai sosok kecil. Ia menangis begitu keras sampai sampai Hali kewalahan menenangkan adik pertamanya.
"Sudah tidak apa-apa. Kakak di sini." Dengan lembut tangannya mengusap punggung Taufan. Kemudian ia melepas Hoodie nya dan membalut tubuh adiknya yang sedari tadi menggigil kedinginan.
Hali menghela nafas panjang. Ia lupa. Dibalik perangai ceria dan nakal Taufan, adiknya itu tetap seorang anak kecil yang juga membutuhkan perlindungan dan memiliki sisi lemah. Semenjengkelkan apapun tingkah adiknya satu itu, ia tak pernah benar-benar bisa membenci sosok yang selalu menebar tawa itu.
"Bisa jalan?"
Taufan hanya terdiam, baru Hali tersadar bahwa adiknya terlalu lemah untuk berjalan sendiri. Ia berbalik, berjongkok menyamakan tinggi dengan Taufan, "Kemari, kakak gendong, dasar bocah nakal!"
"Bagaimana bisa kak Hali menemukanku?" tanya Taufan yang kini berada di gendongan hangat kakak nya.
"Hmm, entahlah. Mungkin naluri seorang kakak."
****
Taufan membuka matanya, mengerjap beberapa kali dengan pandangan kosong. Wajahnya tampak murung. Jelas sekali kalau kenangan masa kecilnya mengganggu tidurnya. Ia melirik ke arah jendela yang telah menyajikan pemandangan gelap setelah ia terlelap 8 jam lamanya. Waktu yang cukup lama baginya tak sadarkan diri dibawah pengaruh obat.
Ia menyandarkan punggungnya yang terasa pegal di kepala ranjang. Tubuhnya menggigil diterpa angin yang akhirnya membuat ia bangkit untuk menutup jendela dan menyalakan lampu.
Kepalanya masih terasa berat dan tubuhnya juga lemas. Ia bahkan belum makan sesuap nasi sekalipun, hanya sepotong roti dan sebotol air mineral untuk mengganjal rasa laparnya pagi tadi.
Ia memutuskan untuk turun ke dapur, mencari asupan bagi tubuhnya meski sebenarnya ia tak berselera makan. Langkahnya gontai dan sedikit terhuyung hingga ia harus berpegangan pada benda disekitarnya agar tidak jatuh. Umpatan kecil terdengar dari bibirnya, mulai menggerutu entah pada siapa. Dia benci keadaannya yang menyedihkan seperti ini.
Segelas air diteguk nya begitu ia mencapai dapur. Sungguh mengenaskan nasibnya, ia tak berhasil menemukan makanan di meja makan. Di kulkas hanya ada sayuran hijau, selai kacang dan beberapa minuman dingin. Ia bahkan tak bisa menemukan telur atau mie instan yang bisa ia sajikan dengan cepat.
Ruang utama di lantai 1 masih gelap, Ken dan Hali belum pulang yang artinya tidak ada yang memasak makan malam. Ingin sekali ia mengumpat pada keadaan, tapi ia sadar itu tak akan merubah apapun. Dengan berat hati, ia mengambil jaketnya dan pergi keluar untuk membeli makanan.
Namun langkah nya mendadak terhenti. Dalam pikiran ia sempat bertanya tanya, kenapa mendadak ia memimpikan masa lalu nya dengan sang kakak?
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
diliat doang kagak di baca
ku kira hali itu cewek
2023-07-05
0
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Fasrina Sisira
Hahahah mantap! tinggal di santap aja itu kan ya tanpa bumbu? alamat rasa sinar matahari aja, lucu sekali ucapkan Kakanya ini. Meski dalam keadaan tak sepenuhnya sadar hehe
2023-04-21
1
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Sefati Winari
Kalau orang yang udah benar - benar nyenyak apa lagi usai pekerjaan berat, saking lelahnya ia sampai tak mendengar apa yang terjadi ketika ia tertidur.
2023-04-21
1