Matahari telah turun dari singgasana nya, langit biru yang cerah kini di gantikan dengan langit hitam yang bertabur bintang dan sang luna di sana. Angin berhembus dingin menusuk kulit dan binatang malam memulai aktivitas mereka.
Suara motor terdengar memasuki halaman rumah, terparkir rapi di bagasi. Seorang pemuda ber manik merah melepas helm nya. Terlihat jelas rambutnya yang agak lepek dan raut wajah nya yang terlihat kelelahan.
Hembusan nafas lelah di lepaskan nya. Rumah ber catkan jingga itu terlihat begitu gelap sekarang. Hanya lampu jalan yang menerangi nya.
Ia adalah Hali Ravael, penghuni tertua di rumah itu. Kini ia telah menduduki bangku kuliah dan bekerja part-time untuk membiayai hidup nya dan adik adik nya.
Sungguh berat menjadi kakak tertua, tapi apa daya? Setelah kedua orang tua nya meninggal, hanya dialah yang menjadi tulang punggung keluarga nya.
Tangan Hali terulur membuka kenop pintu yang tak terkunci. Kondisi rumah yang gelap seperti ini, dengan pintu yang tak terkunci jelas akan mengundang perampok atau pencuri untuk masuk bukan? apa Ken masih belum pulang? "Aku pulang... " Ucapnya nyaris seperti bisikan.
"Selamat datang..."
Di hadapan nya, sosok pemuda ber iris gold yang terlihat lebih muda dari nya menyambutnya dengan senyuman manis. Dia adalah Ken, anak bungsu di keluarga itu.
Ceklek
lampu di nyalakan dan cahaya menerangi rumah itu. ya, ini lebih baik daripada gelap gelapan bukan?
Namun, pandangan Hali teralih pada sang adik yang masih memakai seragam sekolah nya. "Apa kau baru pulang?"
Ken mengangguk pelan. " Ya. Ada cukup banyak tugas OSIS di sekolah tadi. Pake sempat debat segala lagi. Pusing tau harus lari ke sana-sini minta tanda tangan kepsek!" Seru Ken mengutarakan kekesalan nya.
"Baiklah, cepat kau mandi dulu. Aku sempat membeli makanan di perjalanan pulang tadi, jadi kau tidak perlu masak." Ujar Hali sambil mengusap lembut adik bungsu nya.
Ken tersenyum dan mengangguk cepat. "Baik kak!" Sudah lama ia tak merasakan kelembutan dari sang kakak. Biasanya kakak nya itu akan bersikap datar se datar dinding, tegas, atau jika tidak selalu membuat nya kesal karena memperlakukan nya seperti anak kecil. Ketahuilah, Ken sudah berusia 15 tahun sekarang.
Hali berjalan ke dapur, menaruh bungkusan makanan yang ia beli di atas meja. Langkah nya menuju ke arah wastafel untuk mencuci tangan nya. Namun, ia sedikit terkejut saat melihat cairan merah kental yang sedikit tercecer di sisi wastafel. Seketika pikiran pikiran buruk mulai memasuki otak nya.
Hali ingin menyingkirkan pikiran pikiran buruk yang memasuki otak nya, namun setelah mengecek cairan itu, sepertinya memang tidak salah lagi. Satu kalimat yang terlintas di pikiran Hali. 'Darah siapa ini?'
"Kak Hali kenapa?" Tanya Ken tiba tiba membuat pemuda itu terkejut. Dengan segera ia langsung membersihkan bekas darah yang menempel di wastafel.
"Tidak apa apa, ayo cepat makan." Bohong nya.
Suasana ruang makan kali ini begitu sunyi tanpa kehadiran pembuat bising yang biasanya ada di antara mereka. Sudah lama mereka tidak merasakan ini.
Ken memandang kakak nya, ia ingin membuka pembicaraan, namun entah mengapa situasi seperti ini membuat nya merasa canggung. Ia ingin memberitahu jika ia mendengar dari pembicaraan di ruang OSIS bahwa Taufan sempat pingsan saat pelajaran olahraga tadi. Tapi seperti nya itu bukanlah topik yang tepat untuk saat ini.
Sementara Hali sendiri masih memikirkan darah siapa yang ia lihat di wastafel saat itu. Jika dirinya dan Ken baru pulang, lalu siapa?
"Ken." Panggil Hali.
"Ada apa kak?" Sahut sang adik mandang Hali.
"Kau benar baru nyampe rumah tadi? Kau sudah sempat ke dapur belum?"
Ken menggeleng. "Kan kita bertemu di depan pintu tadi. Aku baru saja masuk dan kak Hali menyuruhku mandi. Jadi aku belum sempat ke dapur. Ada apa kak?" Tanya Ken. Terlihat jelas raut wajah sang kakak yang kelelahan dan seakan menyembunyikan sesuatu. Pasti berat, menjadi kakak tertua dan tulang punggung keluarga sekaligus. Ditambah tugas tugas kuliah nya.
"Tidak, aku cuma tanya aja." Bohong Hali. Jika bukan Ken, berarti memang orang itu.
Helaan nafas terdengar, membuat Hali menoleh memandang sang bungsu. "Kalo kak Hali ada masalah, cerita aja. Jangan di tanggung sendiri. Mungkin aku juga bisa bantu. jangan memaksakan diri.
Senyuman kecil terbentuk di wajah Hali. Tangan nya terulur mengusap kepala Ken yang ada di depan nya. "Masalahku biar aku saja yang menyelesaikan nya. Kau juga sudah sibuk dengan tugas OSIS kan? Tidak apa kok."
Ken hanya menggembungkan pipi nya. Lagi lagi ia merasa di perlakukan seperti anak kecil. "Kakak hentikan! Aku bukan anak kecil tau!" Ujar nya kesal.
Hali hanya tertawa kecil melihat tingkah adik nya itu. Setelah sekian lama akhirnya ia bisa sedikit bercanda dengan Ken tanpa kehadiran sosok yang selalu mereka benci.
"Aku ke kamar dulu, masih banyak kerjaan soalnya. Belum lagi harus ngoding segala." Ujar Hali yang langsung pergi begitu saja.
"Dih! Beresin dulu kali!"
"Tugas mu lah~"
Ken hanya bisa berdecak kesal. Jadi anak bungsu itu memang menyebalkan ya?
Hali melangkahkan kaki nya menaiki tangga menuju lantai dua. Ia sedikit teringat raut wajah Ken yang seperti begitu mengkhawatirkan nya.
" Apa aku terlalu memaksakan diri?" Hali memijat pelipis nya yang terasa berdenyut.
Namun, langkah nya terhenti saat berada di depan ruangan bercat kan blue sky. Pintu ruangan itu sedikit terbuka, membuat Hali dapat melihat apa yang ada di dalam nya.
Seorang pemuda sedang tertidur berbalut selimut di dalam ruangan yang gelap gulita. Tidak ada sedikitpun cahaya di ruangan itu. Hanya sorot lampu dari lorong yang membuat nya dapat melihat sosok itu.
'Apa anak itu sudah makan? Apa dia baik baik saja?' apa pernah pertanyaan itu terlontar dari bibir nya? Sebisa mungkin Hali mencoba untuk tidak memikirkan anak itu. Karena setiap ia memikirkan nya, ingatan buruk tentang masa lalu ikut mengalir di dalam nya. Membuat rasa kesal dan benci kembali ia rasakan.
Ia berbalik menuju kamar di sebrang kamar Taufan. Padahal jarak fisik di antara mereka begitu dekat, namun seakan ada dinding tebal tak kasat mata yang menghalangi batin mereka.
Tak ada satu pun yang tau rintihan rasa sakit yang sedikit demi sedikit mengikis tekat pemuda dalam ruangan itu untuk hidup. Dengan gelap ia berbagi, dengan dingin ia bercurah, dengan sunyi ia terus ada, menyembunyikan rasa sakit yang di simpan nya selama ini.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Marzina Wertani
Benar sekali, sama sekali tidak mudah menjadi anak pertama yang memang bertanggung jawab untuk kelangsungan hidup ya dan adiknya.
2023-04-21
1
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Fasrina Sisira
Ya itu pasti karena keringat yang cukup panas, tentu saja menjadi rambutnya sampai lepek bahkan wajah pun tak bisa terlihat kering.
2023-04-21
1
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Sefati Winari
Suasana yang sungguh menenangkan, hewan yang biasanya tidur di pagi dan siang tentunya akan bangun saat malam untuk mencari makanan mereka.
2023-04-21
1