Dering ponsel mengisi pagi selain suara kicauan burung di halaman, membangunkan seorang pemuda yang masih nyaman di balik selimut nya. Mata nya masih terpejam, namun tangan nya mencoba menggapai handphone yang berada di meja samping tempat tidur nya.
GABRUG!
"Adududuh!"
Pekik Taufan saat terjatuh dari tempat tidur nya. Ia memandang layar handphone nya yang tertulis nama Arga di sana.
"Halo?" Suara serak menjawab telefon.
"Dimana kau sekarang? Jam segini masih belum sampai! Jam pelajaran sebentar lagi akan di mulai!" Tanya Arga dari balik telefon mengutarakan kekesalan nya.
Sedikit terkejut, Taufan langsung memandang ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 07.15. "Eum... Kayaknya aku absen deh hari ini. Aku agak gak enak badan." Gumam Taufan menjawab.
Jeda cukup lama sebelum Arga kembali menjawab. "Baiklah, tapi kau harus istirahat, jangan keluyuran, obatnya di minum dan makan teratur. Paham?" Belum sempat Taufan menjawab, Arga langsung menyambung kata kata nya. "Atau kau mau ku bawakan sesuatu? Nanti aku bisa mampir ke rumah mu."
Taufan hanya menghela nafas. " Gak perlu, gak apa apa kok. Jangan kaya emak emak rempong deh. Aku cuma sedikit gak enak badan aja ribet amat."
"Yakin gak apa apa?"
"Iya yakin."
"Serius?"
"Dua rius."
Helaan nafas terdengar dari sebrang sana. Mengingat apa yang terjadi pada Taufan kemarin jelas itu tidak bisa di bilang tidak ala apa. "Baiklah. Kalo ada apa apa langsung telfon loh. Guru dah mau masuk, aku tutup telefon nya. GWS Fan."
Hening...
Remang renang cahaya pagi memasuki kamarnya dari balik tirai yang menutupi jendela kamarnya. Tubuh lemah pemuda itu masih terbaring di posisi yang sama. Ia memandang sendu lengan nya yang terdapat luka di sana. Tak terlalu parah tapi itu cukup menyakitkan. Entah Taufan harus bersyukur atau mengeluh saat mengetahui dirinya tidak mati kehabisan darah.
Tubuh nya bangkit, menuju meja belajar nya dan membuka laci meja, mengambil perban dan gunting untuk membalut luka nya. Seakan sudah terbiasa, Taufan membersihkan luka nya dan membalut nya dengan perban dengan rapi.
Kepala nya tertunduk, tangan nya saling bertaut, hatinya gundah dan pikiran nya di penuhi kabut. Kata kata dokter Tadashi tentang penyakitnya masih terus terbayang dalam. pikiran Taufan.
"Haah... Ini bukan mimpi ya?"
Berharap ini hanya mimpi buruk, Taufan berharap cepat terbangun dan keluarga nya kembali seperti sedia kala penyakit yang mulai memperpendek umur nya.
Tapi itu hanya ekspektasi.
Nyata nya 6 tahun telah berlalu begitu saja. Ingin ia mengakhiri semua ini, tapi yakali ia harus mati konyol dalam hidup nya. Seperti bunuh diri begitu? Salahkah ia jika menginginkan happy life sebelum kematian nya? Tak cukup kah derita nya selama ini untuk mewujudkan kata itu?
Tuk tuk..
Ketukan di jendela membuat Taufan tersadar dari lamunan nya. Ia memandang ke luar jendela, dimana seekor burung kecil hinggap di jendela nya dan sedikit mematuk kaca jendela, sebelum kembali terbang tinggi meninggalkan pemuda itu ke langit biru dengan sedikit gumpalan awan putih yang menghiasi.
Taufan yang melihat itu masih ter bengong. Tanpa sadar, sebuah senyuman kecil terukir di wajah nya.
" Selamat pagi dunia!!! Minna ohayou!!!" Seru nya lantang.
Ya, sepertinya memang benar, tak ada yang perlu ia khawatirkan. Sama seperti langit, walau hujan atau badai, langit tetaplah langit, yang akan kembali berwarna biru setelah semua itu berlalu. Sama seperti diri nya. Tetap menjadi Taufan yang ceria dan penuh senyum setelah masalah ini.
Ia ingin menikmati hidup nya lebih lama lagi. Ia akan melewatkan banyak hal jika ia harus pergi sekarang bukan? Toh, tidak ada yang tau masa depan.
******
Sepasang sepatu berwarna hitam itu berjalan di antara dedaunan kuning kecoklatan. Langkah kaki nya tertuju pada sebuah cafe yang sepertinya baru saja buka.
Kling...
Sebuah lonceng di depan pintu berbunyi saat Taufan masuk, dan seorang wanita menyambutnya sambil memberikan daftar menu pada pemuda itu.
"Aku pesan hot chocolate dan pancake vanilla."
"Hot chocolate dan pancake vanilla, ditunggu sebentar ya." Ulang wanita itu.
Sekejap mata nya memutar pandangan pada cafe bergaya klasik itu. Ornamen paris yang terkesan klasik menghiasi cafe itu, cukup membuat nya tenang dan terlepas dari pikiran nya yang absurd belakangan ini.
Ia memandang sekitarnya. Wanita yang sedang membaca novel sambil meminum secangkir latte, beberapa pemuda yang sedang asik berbincang menikmati pagi mereka.
Tapi bukan itu yang menarik perhatian nya, melainkan sebuah panggung kecil di sudut cafe itu. Peralatan alat musik yang terlihat indah di mata Taufan, ia yakin itu bukanlah pajangan.
Kaki nya melangkah mengambil sebuah gitar di sana. Tangan nya mulai memetik, mulutnya ikut mengalunkan nada lagu yang mengundang perhatian seisi cafe yang ikut terkesima menikmati penampilan Taufan.
Seseorang yang tak jauh dari tempat Taufan menepuk tangan nya begitu pemuda itu mengakhiri permainan nya. Diikuti oleh pujian dari beberapa orang di cafe itu.
"Aaa! Maaf! Aku memainkan nya tanpa izin!" Taufan merutuki dirinya sendiri yang tak bisa mengendalikan dirinya untuk bermain tanpa memikirkan dimana tempatnya berada.
"Tidak apa apa, alat musik di sini memang untuk di mainkan."lelaki paruh baya dengan wajah khas orang Jepang mendekat. "Perkenalkan, aku Hiroshi Minamoto. Manager cafe ini. Bisa kita bicara di ruangan ku?"
"Eh?"
********
"Seperti yang kau tau, cafe ini menyediakan hiburan berupa live musik. Tapi sayangnya band yang biasanya bermain di sini mengundurkan diri beberapa hari yang lalu." Hiroshi menjeda ucapan nya. "Dan aku ingin menawarkan mu bekerja di cafe ini sebagai penyanyi. Bagaimana?"
"Hah?" Taufan menjeda ucapan nya. "Wow!! Ternyata takdir mendahului rencana ku. Aku memang berniat melamar kerja di sini! Tentu saja aku mau lah!"
Hiroshi hanya bisa tertawa kecil melihat reaksi Taufan. "Jari kau menerima pekerjaan ini?"
Taufan mengangguk cepat. "Tentu! Musik adalah hobi ku. Dan aku ingin di akui dengan bermain musik!" Seru Taufan kegirangan.
Bibir Hiroshi terangkat. "Aku suka semangat mu. Tapi, beberapa orang mungkin akan mereques lagu, apa kau bisa memenuhinya?"
Taufan tersenyum remeh. "Tentu saja itu bukan masalah. Mau lagu rock, klasik, pop, itu bukan masalah bagiku!"
Puas dengan jawaban Taufan, Hiroshi mulai menjelaskan prosedur kerja di cafe itu. Mulai dari jam kerja yang tak begitu padat, hari libur, sampai gaji yang akan Taufan terima.
"Apa aku boleh mengajak teman ku?"
"Tentu saja boleh. Jika kau punya band, kau juga bisa menggunakan alat musik di sini."
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Marzina Wertani
Ya ampun Taufan pasti ketiduran cukup lama, bagaimana ia bisa sampai ke sekolah tepat waktu.
2023-04-21
1
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Fasrina Sisira
Beruntung banget Taufan punya teman sebaik Arga, dia sangat perhatian dan itu cukup membuat kesedihan Taufan berkurang terhadap sikap saudaranya padanya.
2023-04-21
1
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Sefati Winari
Ya ampun, cuma mau angkat alhasil nasib apes malah menghampiri. Jadinya gubrak kan itu dari atas kasur, apa gak sakit?
2023-04-21
1