Kelopak mata mulai terbuka, menampakkan iris mata blue sky yang menatap kosong. Matanya mengerjap mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke penglihatan nya.
"Ugh" Lenguh nya saat merasakan sesak sekaligus nyeri di dada nya. Ah iya, dirinya pingsan saat di lapangan tadi.
"Kau sudah sadar." Taufan menoleh seketika. Di sampingnya, seorang gadis berkerudung putih dan mengenakan jaket pink yang menutupi seragam putih nya, duduk di samping Taufan menunggu kesadaran pemuda itu.
Taufan mencoba mengambil posisi duduk, namun dada nya kembali terasa nyeri ditambah pusing yang menjalar di kepala nya.
"Jangan memaksakan diri." Ujar gadis itu sambil membantu Taufan mengambil posisi yang nyaman untuk nya.
Taufan melepas masker oksigen yang entah sejak kapan terpasang di wajah nya, membuat pemuda itu kesulitan berkata. " Aku baik baik saja." Ujar Taufan. Walau sebenarnya ia tak ingin terlihat lemah di hadapan perempuan seperti itu.
"Kalau memang masih sakit, bagaikan jika kita ke rumah sakit saja." Ujar gadis itu dengan raut wajah khawatir.
Taufan langsung menggeleng cepat. "Tidak sungguh, aku baik baik saja." Ucapnya, walau kenyataan nya berbanding terbalik. Taufan hanya tidak ingin datang ke tempat 'menyebalkan' itu saja.
"Baiklah." Perempuan itu membantu memindahkan bantal untuk di jadikan sandaran agar mudahkan Taufan bernafas.
"Terimakasih, ngomong ngomong..." Taufan tampak memperhatikan gadis di hadapan nya yang terlihat tak asing bagi nya. "Kamu siapa ya? Rasanya aku sering melihat mu, tapi aku tak tau nama mu."
Gadis ber iris hazel itu terdiam dengan raut wajah tak percaya. "Kau bercanda kan?"
Sebelah alis Tuatan terangkat, mencari apa ada yang salah dengan kalimat nya? " Tidak, aku serius."
Gadis itu menghela nafas nya. "Sungguh, kita sudah dua tahun ada di sekolah yang sama, bahkan aku sering ke kelas mu untuk menemui Arga. Apa saat pemilihan ketua OSIS kau tak melihat profil ku saat pencalonan kandisat? Ya, wajar saja sih kurasa. Kau kan sering bolos." Celoteh gadis itu.
"...."
"Jika begitu, kenalkan. Aku Yasha, anak kelas IPA-1 kelas 11. Wakil ketua OSIS dan PMR. Kebetulan saat dokter tidak ada, jadi aku yang menemani mu." Ujar Yasha panjang lebar.
"Namaku Ta-"
"Taufan Ravael kan? Anak yang suka bolos dan pernah berkelahi dengan kakak kelas saat masih kelas 1. Ya, aku sudah mengenal mu. Lagipula namau sering di sebut di ruang BK."
ZONK...
"...."
"Apa ada hal baik yang membuat mu mengingat ku? Apa image ku seburuk itu di sekolah ini? Cukup sakit juga ya, dikenal karena keburukan nya." Ujar Taufan dengan ekspresi 'sakit tapi tak berdarah.'
"Maaf maaf, bukan maksud ku begitu. Bagaimana kondisi mu sekarang?" Tanya Yasha mengalihkan.
"Sudah lebih baik, walau masih agak nyeri saat bernafas." Jawab Taufan.
"Baguslah sudah lebih baik. Taufan, apa kau punya riwayat penyakit turunan, mungkin dari ayah atau ibumu seperti asma atau TBC?"
"Sungguh? Kau sudah tanya ke orang tua mu sebelum ini?"
Taufan tampak mengingat ingat. "Tidak. Orang tua ku meninggal saat usiaku 5 tahun dan mereka bilang aku tak punya riwayat penyakit pernapasan."
Yasha memasang ekspresi terkejut. "Kau yatim piatu?"
Taufan sedikit mengangguk. "Jangan bersimpati padaku. Aku tidak mau di kasihani seperti itu. Setidaknya aku masih punya saudara kandung, walau hubungan kami tidak terlalu baik."
Bukan tidak terlalu lagi, melainkan memang tidak baik. Ingatan saat kebakaran itu kembali terlintas di pikiran Taufan, apalagi sikap saudara saudara nya pada nya selama ini.
Yasha terdiam. Seperti film film sinetron saja, orang tua nya meninggal saat masih kecil dan di benci saudara nya sendiri. Sungguh berat hidup Taufan.
Tiba tiba ia bangkit dari duduk nya, membuat Taufan bertanya tanya. " Ayo pulang."
"Hah?"
"Bakal ku antar pulang. Lagian kondisi mu seperti itu, jelas butuh istirahat bukan."
"Tapi gimana pelajaran nya? "
Yasha menghembuskan nafas. "Orang yang suka bolos kaya kamu masih memikirkan pelajaran?" Satu kalimat itu cukup menyebalkan juga bagi Taufan. "Aku akan meminta izin dengan wali kelas mu. Tak perlu khawatir." Lanjut Yasha dan pergi ke kelas Taufan, meninggalkan pemuda bermanik biru itu sendirian di UKS.
Taufan menepuk dahi nya. " Iya juga ya, sejak kapan aku memikirkan pelajaran? Apa habis pingsan aku jadi waras?"
Oke, jadi selama ini di pandangan nya Taufan tidak waras gitu?
*******
"Haha, rasanya memalukan terlihat lemah begini. Apalagi di hadapan perempuan." Celoteh Taufan.
Yasha hanya mengabaikan nya dan membantu Taufan berbaring di ranjang nya. Setelah nya gadis itu langsung pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Taufan masih mencoba memahami situasi ini. Jujur saja ia tak terlalu nyaman di perlakukan seperti ini oleh seorang gadis.
Tak lama, Yasha kembali dengan semangkuk bubur dan obat yang sepertinya dia bawa dari UKS.
"Terimakasih. Tapi tidak perlu repot repot, aku bisa sendiri kok."
"Baiklah. Tapi ingat untuk beristirahat dan terus menjaga kesehatan mu. Jangan memaksakan diri apalagi keluyuran."
Taufan sebenarnya tidak suka terus di perintah seperti anak kecil walau di rumah nya sendiri. "Baiklah baiklah." Taufan sedikit menjeda ucapan nya. "Apa kau biasa sebaik itu pada orang yang baru saja kau kenal?"
Yasha memasang pose berfikir, lalu tersenyum. " Entahlah."
"Jika begitu, aku ke sekolah dulu. Jika ada apa apa langsung telfon saja." Ujar Yasha. Taufan mengangguk mendengar itu.
Yasha tersenyum. Ia kira Taufan memiliki kepribadian yang keras, mengingat pemuda itu suka berkelahi. Tapi ternyata tidak begitu. Jika di perhatikan dia cukup rapuh dan manis juga. Ditambah sikap nya yang terkadang terlihat kekanak kanakan.
"GWS"
*******
Taufan mengerjapkan mata nya, rambutnya sedikit basah karena siang yang terlampau terik. Ditambah dengan tubuh nya yang sedari tadi terbalut selimut membuat nya semakin panas.
Ia sedikit menyentuh dahi nya, yang entah sejak kapan tertempel plaster peredam demam di sana.
Senyuman kecil terbentuk di wajah nya, mengingat gadis itu.
Jika di ingat ingat, entah kapan terakhir kali ia mendapat perawatan di saat sakit seperti ini. Ia jadi merindukan masa masa lalu saat masih bersama orang tua dan hubungan nya dengan saudara saudara nya masih baik baik saja. Ia merindukan masa masa seperti itu.
Mata nya mulai memanas dan pandangan nya sedikit mengabur. Sebuah bulir bening mulai menetes dari kelopak mata nya, mengalir membasahi pipi.
"Tsk. Apa apaan aku ini sih?" Tangan Taufan menghapus jejak air mata di pipi nya dengan cepat.
Sudah lama sekali....
Sejak hari itu....
Tangan Taufan bergerak, melepas plaster di dahi nya. Ia berjalan menuju kursi meja belajar nya, merasakan angin yang berhembus dari jendela yang tepat berada di hadapan meja belajar nya.
"Maaf..." Gumam Taufan entah pada siapa.
Tangan nya kembali meremas dada nya yang kembali terasa sesak. "Ugh nafas ku sesak lagi..." Keluh nya. Nafas nya memburu dan tubuh nya kembali berkeringat dingin. Entah kenapa belakangan ini nafas nya lebih sering sesak.
"Uhuk uhuk!" Seketika ia terbatuk. Matanya melirik jam dinding. Baru pukul 1 siang. Rumah benar benar sepi sekarang, hanya dirinya seorang di sana. Di saat semua orang sibuk dengan kegiatan nya masing masing, apa yang dia lakukan sekarang?
"Uhuk uhuk! Akh sial..." Keluh nya. Taufan berdiri, melangkahkan kaki nya menuju wastafel di lantai satu. Tenggorokan nya terasa perih, dan seolah ada yang terus mendesak keluar.
Taufan langsung memuntahkan semuanya di wastafel. Ia terkejut saat melihat cairan merah yang ia keluarkan.
"D-darah..."
Lagi lagi Taufan terbatuk kencang dan semakin banyak darah yang ia muntah kan. Tubuh nya terasa lemas. Bukan karena takut dengan darah, tapi dengan kondisi nya sendiri.
"Apa... Ini salah satu gejala nya?
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Marzina Wertani
Karena tidak kuat Taufan sampai pingsan begitu, tak semua orang mampu menahan diri dari teriknya matahari dan lamanya nasehat yang di berikan tidak akan masuk semua.
2023-04-21
1
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Fasrina Sisira
Jika kamu memang belum sanggup jangan di paksakan dulu Taufan, beristirahatlah. Nanti takutnya malah semakin parah, kamu sudah cukup merasakan sedih.
2023-04-21
1
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Sefati Winari
Pasti ada rasa malu, namun kamu harus lebih mengutamakan keselamatan kamu agar lebih baik lagi.
2023-04-21
1