Dari earphone yang terpasang di telinga nya, alunan lagu rock terdengar, menemani pemuda ber kaca mata itu yang sedang menunggu di Koridor rumah sakit. Walau sesekali ia asik bermain handphone nya, tapi itu tetap tidak bisa menghilangkan kejenuhan dan kekhawatiran terhadap sahabatnya itu.
Akhirnya pintu terbuka dan seorang pemuda ber iris biru keluar dengan senyum ceria nya melihat wajah Arga yang kusut dan khawatir. "Kan dah ku bilang, kau nya aja yang terlalu khawatir. Aku gak apa apa kok! "
"Gimana kata dokter?" Tanya Arga langsung pada intinya.
"Ish, dah ku bilang gak apa apa kan? Kau nya saja yang terlalu khawatir. Pake repot repot anter aku ke rumah sakit segala." Taufan mengibaskan tangan nya, mencoba membuat Arga tak khawatir padanya.
"Gimana dengan virus itu? " Arga benar-benar menatap serius. Ini bukan waktu nya untuk bercanda. Ia tau Taufan sengaja menyembunyikan penyakit nya.
Wajah ceria Taufan kini berubah, hanya senyuman kecil yang tercetak di wajah nya. "Ternyata orang jenius memang sulit di bohongin. Untuk sekarang semuanya baik baik aja kok Ar, gak perlu terlalu mencemaskan ku begitu!" Sembur Taufan kemudian.
"Kampret aku benar-benar mengkhawatirkan mu baka!"
Tawa Taufan pecah. "Hahaha! Padahal kita nggak punya hubungan darah, tapi rasa nya aku jadi punya kakak yang bawel sekaligus overprotective. Sedangkan keluargaku sendiri... Entahlah. Aku masih hidup atau tidak mungkin mereka pun tak peduli." Taufan menghela nafas lalu tersenyum pahit.
Arga terdiam. Apa memang tidak ada orang lain selain dirinya yang mengakui keberadaan Taufan? Mungkin hidup Taufan lebih berat dari yang ia bayangkan selama ini. Jadi semua senyuman dan tawa pemuda itu selama ini hanya pelarian belaka, tawa dan senyuman serta kekonyolan yang ia lakukan selama ini hanyalah topeng belaka untuk menutupi rasa sakit dan derita nya.
Hendak ia berkata, begitu banyak yang ingin ia tanyakan. Tentang waktu, cobaan, takdir dan kehidupan. Walau setelahnya ia sadar, tidak ada yang harus ia katakan. Ia tau ia tak perlu mengatakan semua itu karena bukan dirinya yang paling mengerti Taufan, melainkan diri Taufan sendiri.
Sinar lampu mulai menyala di jalanan, matahari telah turun dari singgasana nya, membuat langit biru kini berubah warna menjadi gelap dengan semburat merah dan jingga yang masih sedikit tersisa. Sebuah mobil putih berhenti di depan kediaman Ravael. Dan Taufan keluar dari mobil itu.
"Makasih ya dah anter aku sampe rumah. Mau masuk dulu? "
"Sama sama, tapi lain kali aja lah aku mampir. Jadi aku mau langsung pulang aja."
"Baiklah, hati hati di jalan."
"Okeey!"
Mobil itu melaju meninggalkan Taufan yang masih melambaikan tangan sambil tersenyum ceria. Hingga saat mobil putih itu menghilang dari pandangan nya, Taufan melepas topeng nya saat itu juga.
Ekspresi nya kontras, lesu dan lelah kini mendominasi wajah nya.
Ia berjalan pelan memasuki rumah itu. Salam yang ia lontarkan kini hanyalah bisikan tanpa arti. Bahkan kini ia langsung menuju ke kamarnya tanpa menghampiri Hali dan Ken yang sedang menyantap makan malam.
Tubuh lemah nya limbang begitu bertemu kasur, menjatuhkan dirinya begitu saja dalam kamar yang gelap. Hanya cahaya remang remang sang luna yang menjadi penerangan kamar itu. Dingin nya angin malam ia biarkan mengenai kulit nya yang tampak pucat.
Sebenarnya ia lelah terus menyembunyikan semua itu.
"Sekarang apa yang harus kulakukan?" Bisik nya entah pada siapa.
Mata nya terpejam, membawa nya kembali teringat apa yang dokter katakan saat di rumah sakit tadi.
Flashback
Taufan baru saja menyelesaikan serangkaian pemeriksaan medis. Diantara nya tes darah dan rontgen thorax. Kini ia hanya duduk gelisah sambil menunggu hasil dari dokter yang pernah merawatnya dulu, sekaligus teman mendiang ayah nya.
Ia terkesiap saat dokter di hadapan nya menatapnya intens sambil menghela nafas berat.
"Kenapa kau baru cek-up sekarang? " Tanya lelaki paruh baya itu.
Taufan hanya tertawa kikuk sambil menggaruk pipi nya yang tak gatal. "Y-ya, ku kira semuanya baik baik saja."
"Setelah kau pingsan, sesak nafas dan batuk darah, baru kau memeriksakan kesehatan mu? Aku bahkan tidak menemukan riwayat pemeriksaan mu beberapa tahun terakhir." Ucap dokter Tadashi.
"Itu karena aku gak pernah sakit." Jawab Taufan polos.
"Padahal aku sering menghubungi Hali untuk menyuruh mu cek-up tapi tak ada respon."
Ekspresi Taufan berubah suram. "Maaf, itu karena hubungan kami sedikit renggang. Untuk seterusnya anda bisa menghubungi nomor ku saja."
"Ekspresi dokter Tadashi melunak. " Baiklah, untuk berikutnya kau harus melakukan pemeriksaan rutin. Jadi untuk hasil pemeriksaan kali ini..." Dokter Tadashi menjeda ucapan nya. Ia kembali memandang hasil pemeriksaan Taufan.
Beliau kembali menarik nafas panjang. " Aku akan membahas inti dari penyakit mu, bakteri streptococcus pnumoniae. Penyebab pneumonia mu sudah semakin parah, itu juga yang membuat mu mengalami batuk darah dan sesak nafas." Ucapan itu hanya di tanggapi anggukan pelan tanpa arti.
Tubuh Taufan menegang terlalu takut menerima kenyataan." Bagaimana aku bisa terkena penyakit seperti itu?"
"Aku menduga menduga pneumonia itu berasal dari cidera dada yang pernah kau alami dulu. Maka dari itu aku meminta mu untuk melakukan pemeriksaan rutin. Tapi justru tidak ada respon."
Taufan hanya terdiam sambil menundukkan kepala nya mendengar itu. Tidak ada kata yang bisa ia ucapkan.
Normal pov
Mata nya memandang sayu, pikiran nya di penuhi kabut membuatnya tak bisa berpikir jernih. Tubuh nya bangkit, berjalan linglung menuju meja belajar nya yang langsung menghadap dunia luar.
Wajah nya tersinari cahaya bulan purnama malam itu, tangan nya mengambil sebuah benda di laci meja yang tampak berkilau terkena cahaya bulan. Sisi tajam benda itu di hadapkan ke pergelangan tangan nya dimana darah mengalir cepat.
"Apa begini akan lebih baik?"
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Marzina Wertani
Hmmm... Lagi - lagi kamu memasang topengmu kembali, padahal sudah jelas ada rasa sakit yang kamu sembunyikan dalam diam.
2023-04-21
1
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Fasrina Sisira
Hahaha ngakak, temannya sakit sempat - sempatnya di Umpat Baka. Namanya juga terlalu cemas ya, jadinya seperti itu. Ampun dah 😂🤣
2023-04-21
1
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Sefati Winari
Tangan dan hati jalan semua itu, mencoba menenangkan diri tapi tetap masih cemas juga. Karena orang yang sudah di kenali, akan sulit sekali untuk bersikap biasa saja.
2023-04-21
1