"Bukan maksudku untuk menjadi beban, apalagi menyusahkan. Semua tingkah dan senyuman yang ku tunjukkan selama ini hanyalah topeng belaka untuk menutupi setiap rasa sakit yang ku dapatkan. Sebagai pelarian dari sikap acuh kalian padaku, karena aku sudah tak memiliki apapun lagi di dunia ini." -Taufan
....
"Ck, apa yang di lakukan anak itu sebenarnya??" Tanya Sevan, sesekali ia menatap layar ponsel nya yang menunjukan obrolan dengan seseorang yang tak kunjung dibaca. Panggilan yang tertuju pada satu orang dan selalu berujung pada sambungan operator, untuk kesekian kalinya justru membuatnya terserang darah tinggi.
Ia bertanya tanya kemana pergi nya pemuda ber iris biru yang seharusnya sudah bersama mereka sedari tadi.
"Sabarlah Sevan, mungkin saja dia cuma pergi sebentar atau mungkin lagi kerja. Kau kan tau dia kerja part-time." Sahut Leon yang sudah muak mendengar ocehan sang drummer.
"Aku juga sudah menghubungi cafe tempatnya bekerja, tapi mereka bilang Taufan juga tidak datang hari ini." Tambah Yuki yang bersandar di sudut ruangan itu. Ekspresinya tak bisa menutupi kekhawatirannya, tak berbeda jauh dari tiga orang lainnya.
Secara tiba-tiba tidak bisa di hubungi seperti itu, bagaimana merek tidak khawatir? Terlebih lagi setelah apa yang Arga beritahukan pada mereka pagi tadi.
Sementara lelaki ber kacamata itu hanya memperhatikan dari pojok ruangan, sambil harap-harap cemas. Pasalnya orang yang sedari tadi dibicarakan menghilang tanpa kabar bak di telan bumi.
"Hei Arga, kau kan sahabatnya. Apa kau benar-benar gak tahu kemana dia pergi?" tanya Sevan yang sudah mulai semakin emosi sekaligus cemas di saat yang bersamaan.
Arga terdiam. Sorot mata di balik kacamata itu nampak kosong, entah sedang melamun atau berpikir, "Setelah pulang dari cafe semalam, kami sudah tidak bertukar kabar lagi."
"Jangan-jangan dia diculik." Sahut Leon asal tebak.
"Wush... Jangan ngomong sembarangan... Gak baik loh, Leon." Ujar Yuki.
Arga yang mendengar itu tersenyum tipis, "Menculik orang seperti dia ngga ada untungnya, karena kalau itu sampai terjadi. Berarti penculiknya yang bodoh."
"Kenapa?"
Arga memalingkan wajahnya, ia mengalihkan pandangan nya pada sebuah gitar yang tergantung di dinding, "Karena dia sudah tidak punya apa-apa lagi selain harga dirinya,"
Semua tertegun, meskipun ia tak menceritakan kisah hidup sahabat nya secara detail. Sudah tersurat betapa berat hidup Taufan, dibalik kepribadian yang selalu diwarnai tawa dan kekonyolannya. Namun ada satu hal yang tidak ia ceritakan, penyakit yang menambah penderitaan sahabatnya itu.
Semua kecemasan ini berawal ketika Arga menjemput Taufan di rumahnya untuk latihan bersama seperti biasa. Biasanya kalau Hali atau Ken yang membukakan pintu, mereka akan langsung meminta Arga untuk masuk ke kamarnya dan bicara sendiri mengingat masih terjadi perang dingin dalam keluarga itu.
Namun pagi itu berbeda,
"Dia pergi," kata Ken tanpa basa-basi.
"Eh? Pergi?"
"Semalam Kak Hali bertengkar hebat dengannya. Dan pagi ini aku tidak melihatnya, mungkin dia minggat." Ken mencoba menjelaskan situasinya meski suasana hatinya memburuk setiap membahas kakak keduanya.
"Apa kau tau kemana dia pergi?"
Ken menggeleng. "Manakutau. Lagian, buat apa aku memikirkan orang sepertinya. Jika dia pergi dari rumah ini juga bukan masalah."
Sebenarnya ucapan Arga melukai perasaannya secara tidak langsung sekaligus mengundang emosi. "Jaga bicaramu Ken, bagaimanapun juga Taufan itu kakakmu!" ujar Arga tak habis pikir. Tentu ia kesal karena sahabatnya di katai seperti itu oleh saudara kandung nya sendiri.
"Aku tak pernah punya kakak seperti dirinya. Kak Hali saja tak pernah menganggapnya, apalagi aku? Meskipun kak Arga tahu masa lalu keluargaku, bukan berarti juga kak Arga tau segalanya. Sudah, intinya dia tidak ada di rumah ini!" Seru Ken sambil membanting pintu rumahnya.
Arga mencoba memahami situasinya, tapi berapa kali dipikir pun ia tetap tak bisa memahaminya. Jika keluarga adalah tempat untuk kembali, lalu bagaimana dengan Taufan dimana tempat untuknya kembali adalah sumber penderitaannya?
******
Sementara itu, di tempat yang mana lebih dekat dengan matahari, harusnya suhu kian meningkat tak kala sang surya itu semakin naik di atas ubun-ubun. Namun siang itu kabut turun, hawa dingin menusuk kulit meski tubuh dibalut mantel tebal dan sarung tangan.
Pemuda itu menghapus keringat dingin di keningnya untuk kesekian kalinya, sambil sesekali melirik arlojinya. Sudah hampir 4 jam ia berjalan melewati tanah tak curam dan bebatuan terjal. Dan di sanalah dia, negeri di atas awan. Negeri yang mempersembahkan pemandangan eksotis bagi siapa saja yang gigih menginjakkan kakinya di lereng gunung.
Nafas Taufan sedikit memberat, akhirnya ia memutuskan untuk istirahat sejenak. Duduk di atas pohon yang telah tumbang sambil meminum air mineral yang hanya tersisa setengahnya. Netra nya mengedar mengamati sekitar, tak dijumpainya pendaki lain yang mengambil jalur yang dipilihnya. Yah memang jarang ada yang berminat mengambil jalur dengan jarak tempuh yang jauh dan akses yang sulit.
Semua itu diambilnya untuk menikmati kehidupan yang sesungguhnya. Karena hanya dengan itu ia merasa jadi dirinya sendiri. Tak perlu bersandiwara atau membuat kebohongan, karena alam akan menjadi pendengar yang baik dan tidak akan membalasnya dengan rasa sakit. Pegunungan adalah obat untuk menenangkan dirinya selain musik.
Taufan menarik nafas dalam, mengisi paru paru nya dengan oksigen yang melimpah di tempat itu. " Setidaknya aku bisa merasa lebih tenang sekarang. Setidaknya aku tak perlu terus memikirkan apa yang kak Hali katakan semalam."
Ia mengedarkan pandangan nya, menikmati suasana sekitar walau cukup tertutup kabut. Namun, tanpa sengaja mata nya menangkap sosok gadis yang terbaring di tanah.
Taufan mengerenyitkan dahi nya. Tak banyak orang yang mengambil jalur pendakian ini, tapi itu juga bukan hantu kan?
Tak mau berpikiran semakin buruk, Taufan langsung menghampiri gadis itu. Seorang Gadis berkerudung hitam-hijau dengan motif emas terbaring tak sadarkan diri di tanah.
"K-kau baik baik saja?" Tanya Taufan. Tangan nya menyentuh tubuh gadis itu, yang membuatnya terkejut sekaligus semakin panik saat itu juga.
Dingin...
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Fasrina Sisira
Nah! benar itu salah - salah malah malah beneran kejadian kan jadi makin cemas, lebih baik kalian mencarinya langsung lebih keras lagi.
2023-04-21
1
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Sefati Winari
Tak jarang orang yang sering sekali tersenyum dan bertingkah tak ada masalah sama sekali sebenarnya dialah sosok yang paling tertekan di antara yang lainnya.
2023-04-21
1
❤️⃟WᵃfJonathan
mmg itu senyuman kdg hanya menutupi luka biar tdk trlihat
2022-06-15
1