Dandelion
Sinar matahari telah lenyap, digantikan oleh sang rembulan yang naik ke singgasana nya. Langit gelap terbentang di angkasa, lampu lampu kota bersinar menerangi jalanan sepi kala itu.
Hari sudah begitu larut, tapi seorang pemuda berusia 16 tahun masih berjalan di trotoar sambil menggendong sebuah tas besar. Iris biru langit nya tampak sedikit berkilau di bawah lampu jalan. wajahnya terlihat kelelahan dengan kantong mata di bawah mata nya. Ia terus melangkahkan kaki nya menuju sebuah rumah bercat kan jingga.
Hembusan nafas lelah ia lepaskan begitu memasuki halaman rumah. Setelah perjalanan panjang mendaki dan menjelajahi alam, akhirnya ia bisa mengistirahatkan tubuh nya malam itu.
Namun langkah nya terhenti tepat di depan pintu. Ia ragu untuk membuka kenop pintu saat itu. Bukan takut di marahi karena telah pulang begitu larut, tapi dengan keadaan di rumah itu. Jika ia bisa memilih, ia akan lebih memilih di marahi habis habisan.
Pemuda itu, Taufan menghembuskan nafas kasar. 'Semua akan baik baik saja.' batin nya dan memutar kenop pintu yang tak terkunci.
Ceklek
"Aku pulang!" Ucap nya sambil tersenyum lebar. Namun hanya keheningan yang ia dapat. Sakit. Kecewa. Ada rasa sakit dan perasaan yang tidak bisa Taufan ungkapkan saat itu. Taufan menghela nafas, namun ia masih mencoba untuk mempertahankan senyuman nya, walau kini justru terkesan pahit. Ia kembali menutup pintu dan menguncinya. Setelah itu Taufan berjalan menaiki tangga menuju ke kamar nya yang berada di lantai dua.
Pintu kamar di buka dan Taufan langsung meletakkan tas besar nya di sisi ranjang lalu menjatuhkan dirinya di atas ranjang. "Akhirnya bisa istirahat juga..." Ujar nya. Mata nya terpejam sekejap, lalu terbuka lagi memandang suasana kamar nya.
Kamar dengan nuansa cat berwarna biru putih yang terlihat sejuk. Di dinding kamar itu terpajang foto foto masa kecil si empunya kamar dengan keluarga nya. Tatapan sendu ia tunjukkan saat melihat foto foto itu. Foto tentang dirinya dan keluarga nya yang tersenyum ceria. Terlihat begitu bahagia...
Namun itu dulu, sekarang semuanya telah berubah. Sejak kematian kedua orang tua nya, kedua saudara nya mulai menjauhi Taufan karena sesuatu yang tidak ia lakukan. Berulang kali Taufan mencoba memperbaiki hubungan mereka, tapi hasilnya sia sia. Semua usaha yang ia lakukan selalu gagal.
"Setidaknya sekali... Apa aku bisa merasakan kebersamaan itu lagi?" Tanya Taufan pada dirinya sendiri. Tak ada salahnya kan, berharap keluarga nya dapat bersama seperti dulu lagi?
Bulir bening menetes dari mata pemuda itu. Tangan nya mencengkram selimut erat, mencoba menahan rasa yang tersimpan di dada nya.
"Ayah... Ibu... Aku merindukan kalian..." Ujar nya pelan.
********
Sinar matahari menyinari bumi. Cahaya terang nya menyorot masuk ke dalam kamar Taufan melalui cela cela di jendela nya.
Kring!! Kring!! Kring!! Kring!!
Alarm berbunyi membuat pemuda itu menggerakkan tangan nya, mencari letak handphone nya untuk matikan dering alarm itu. Ia melihat ke layar handphone yang menunjukkan pukul 06.30 kala itu.
Dengan segera ia langsung bersiap siap untuk pergi ke sekolah. Beberapa menit kemudian, pemuda itu telah siap dengan seragam nya dan sebuah tas berwarna hitam-biru yang ia sampirkan di salah satu bahu nya.
Derap langkah terdengar kala pemuda itu menuruni tangga. Di ruang makan, sudah ada dua saudara nya yang sudah memulai sarapan terlebih dahulu.
"Pagi semua!" Sapa Taufan sambil berjalan mendekati meja makan.
"...."
"Aku berangkat duluan, kak Hali." Ujar Ken, adik Taufan dan langsung meraih tas nya yang ia taruh di kursi dan berlalu pergi.
"Hm. Hati hati di jalan." Hali, kakak sulung Taufan mengangguk pelan lalu berdiri sembari membawa makanan nya ke kamar nya.
Hening...
Angin pagi berhembus dingin menusuk kulit Taufan kala itu. Sekarang hanya tinggal dirinya seorang di ruang makan. Perih menjalar di dada nya. Tangan nya mengepal kuat, tapi ia masih mencoba untuk mempertahankan ekspresi nya.
Di mana kehangatan keluarga di pagi hari? Ia merindukan saat saat di mana pagi mereka di mulai dengan keceriaan dan kehangatan makan bersama sambil sedikit bercanda sebelum berangkat ke sekolah.
Kenapa saudara nya melakukan ini pada nya? Ah, sudah jelas karena masalah itu. Ingatan nya bergulir ke masa lalu, saat kebakaran yang terjadi di rumah mereka dulu dan membuat kedua orang tua nya meninggal. Hanya dia yang berhasil selamat saat itu. Tapi karena itu juga, kedua saudara nya memperlakukan nya seperti anjing rabies yang harus di hindari.
Mereka selalu menyalahkan Taufan sebagai penyebab kebakaran itu dan kematian orang tua nya. Bodohnya dirinya masih mengharapkan kehangatan keluarga seperti dulu.
Taufan menatap kosong meja makan dan sepotong roti serta susu yang tersaji di hadapan nya. Ah lupakan. Ia bahkan tidak lagi berselera untuk memakan nya.
'Hey, aku masih hidup, punya hati dan perasaan seperti manusia lainnya. Bisakah kalian tidak terus mengabaikan ku seperti ini? Apa aku memang harus pergi saja dari kehidupan kalian?'
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Marzina Wertani
Jika kamu masih terus berusaha sabar dan tak akan pernah putus berdoa siapa tau Allah SWT mengabulkan keinginanmu itu.
2023-04-21
1
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Fasrina Sisira
Bagaimana bisa saudaranya bersikap begitu buruk padanya? itu sudah berjalan sesuai garis takdir dan maut yang tak bisa di hentikan, kecualia jika Taufan yang tampak melukai orang tuanya. Tapi ini? karena bencana.
2023-04-21
1
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Sefati Winari
Saat mendekati tentunya ada banyak rintangan dan pemadaman yang begitu indah, rasa lelah akan terasa jika sudah sampai di tempat tujuan.
2023-04-21
1