"Kalau aku sembuh apa yang akan aku dapat?"
Dokter Adi tersentak mendengar pertanyaan Lia barusan, ia tidak mengerti apa yang dimaksud Lia.
"Maksudnya?" tanya dokter Adi. Lia menatap dokter Adi dengan pandangan datar sesaat, kemudian ia memalingkan pandangannya ke pemandangan yang ada di balik jendela. Ia menghela nafas perlahan.
"Kamu ingin berjalan-jalan ke luar?" tanya dokter Adi tiba-tiba. Lia tersentak, secepat kilat ia mengalihkan pandangannya kembali ke wajah dokter Adi.
"Ayo kita menikmati udara pagi bersama, kebetulan langit sedang cerah!" ajak dokter Adi. Lia terdiam terpaku.
"Ayolah! Kamu mau aku ambilkan kursi roda?" bujuk dokter Adi.
"Apa menurutmu aku sudah tidak kuat melangkah sampai harus menggunakan kursi roda?!" tukas Lia.
"Oke! Baiklah!" seru dokter Adi bersemangat. Ia mengambilkan alas kaki untuk Lia dan mengenakannya pada kedua kaki pasiennya itu.
Untuk pertama kalinya setelah 7 tahun lebih berlalu akhirnya Lia dapat kembali keluar dari kamar nomor 208. Lia tampak ragu ketika akan melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya dan begitu kakinya berhasil berada di luar ruangan ia langsung menghela nafas panjang.
"Udaranya segar kan di luar?!" seru dokter Adi. Lia hanya menatap dokter Adi.
Dokter Adi meraih tangan Lia dan menggandengnya, lalu membawa Lia menuju taman yang ada di tengah-tengah gedung rumah sakit.
"Do.. dokter Adi?!" ucap Dimas terbata-bata. Dimas tampak heran karena dokter Adi membawa Lia keluar dari kamar 208. Beberapa perawat yang melihat kejadian itu tampak sangat terkejut.
"Pagi, dok!" sapa Dimas. Dokter Adi hanya membalas sapaan Dimas dengan senyuman, sementara itu Lia tidak memperhatikannya.
Lia dan dokter Adi duduk di sebuah kursi taman. Ekspresi wajah Lia memang datar tapi dokter Adi menyadari kalau Lia merasa bahagia bisa keluar dari kamarnya dan merasakan udara pagi yang sangat segar, karena berkali-kali Lia tampak menikmati udara pagi ini dengan menghirupnya dalam-dalam.
"Emm.. bisa kamu jelaskan maksud perkataanmu tadi?" tanya dokter Adi pelan. Lia terdiam sejenak, pandangannya lurus.
"Aku benar-benar tidak ingin sembuh." jawabnya pelan.
"Kenapa?" tanya dokter Adi lagi. Lia memalingkan pandangannya kepada dokter Adi. Ia menatap dokter Adi seakan sedang mencari tahu sesuatu.
"Apa aku benar-benar bisa mempercayaimu?" ucap Lia dengan suara berbisik. Dokter Adi menatap Lia tepat pada bola matanya, sejenak mereka hanya saling memandang.
...
Dimas melangkah dengan cepat menuju ruang perawat.
"Hei.. hei..!" serunya begitu tiba di ruang perawat.
"Ada apa, Dim?" tanya Putra penasaran. Dimas menghela nafas panjang sebelum memulai pembicaraannya.
"Ada peristiwa besar pagi ini!!!!" seru Dimas heboh. Semua perawat yang berada di dalam ruangan langsung memperhatikan Dimas.
"Peristiwa apaan?" tanya Putra lagi.
"Buruan ceritain, Dim!" sambung suster Indah penasaran.
"Coba kalian lihat ke taman!" terang Dimas sambil menunjuk ke jendela ruang perawat yang mengarah ke taman, sontak para perawat yang ada di sana bergegas menuju jendela dan melihat apa yang di maksud Dimas dengan 'Peristiwa Besar' itu.
"Luar biasa!" seru suster Tia begitu melihat apa yang terjadi di taman rumah sakit.
"Itu Lia kan?!" tanya suster Indah seakan tak percaya dengan apa yang di lihatnya.
"Sayang sekali Rina masih off! Harusnya dia melihat peristiwa besar ini!" ucap suster Tia.
"Dokter Adi benar-benar mempesona!" seru suster Indah kagum. Akhirnya apa yang dilakukan dokter Adi dan Lia pagi ini menjadi perbincangan hampir seluruh penghuni rumah sakit jiwa ini.
...
"Aku tidak pernah berbicara apapun, sedikitpun kepada dokter-dokter yang menanganiku sebelumnya, bahkan kepada suster Rina pun tidak." ungkap Lia. Dokter Adi memperhatikan Lia dengan seksama.
"Aku tidak punya alasan untuk sembuh." ucap Lia pelan.
"Aku ingin berada di sini seumur hidupku." lanjutnya. Suaranya terdengar bergetar.
"Apa kamu tidak merindukan keluarga atau teman-temanmu?" tanya dokter Adi. Lia menatap dokter Adi dan ia pun menggeleng pelan.
"Aku tidak punya keluarga." tegas Lia.
"Hah?!" Dokter Adi tersentak.
"Tapi katanya setiap bulan keluargamu membayar biaya pengobatanmu." tukas dokter Adi.
"Mereka membayarnya agar aku bisa tetap di sini." ungkap Lia.
"Mereka malu dengan keadaanku." lanjutnya.
"Mereka berniat membuangku secara perlahan-lahan." tambahnya. Dokter Adi memperhatikan wajah Lia, meskipun apa yang ia ceritakan sangat menyedihkan tapi ekspresi wajahnya tampak sangat dingin.
"Apa yang terjadi sebenarnya?" tanya dokter Adi dalam hati.
"Mengapa kamu bisa menilai keluargamu seperti itu?" Dokter Adi mencoba menggali informasi lebih dalam lagi. Lia tidak menjawab pertanyaan dokter Adi, ia membisu. Dokter Adi menghela nafasnya perlahan, ia mengikuti kemauan Lia, kalau Lia memang tidak mau menjawab pertanyaannya, ia tidak mau memaksanya.
Dokter Adi mengajak Lia berkeliling rumah sakit untuk membuat mood Lia bisa lebih baik lagi. Sepanjang perjalanan Lia tidak banyak bicara, ia hanya menjawab seadanya apa yang ditanyakan oleh dokter Adi.
"Bukankah sudah waktunya kamu pulang?" ucap Lia pelan. Dokter Adi tersenyum.
"Bahkan kamu sampai hafal dengan jadwal kerja di sini, ya!" tukasnya.
"Berarti sebenarnya selama ini kamu memperhatikan semua yang ada di sini." ucap dokter Adi. Lia hanya menatap dokter Adi, dokter Adi membalas tatapan Lia dan memberikan senyuman manisnya untuk pasien spesialnya itu.
"Pulang sana!" ucap Lia tiba-tiba. Ucapan Lia barusan terdengar seperti sebuah usiran untuk dokter Adi.
"Hei! Berani-beraninya kamu mengusir doktermu!" seru dokter Adi kesal. Ini pertama kalinya ia diusir oleh pasiennya sendiri. Sejenak Lia hanya terdiam sambil menatap wajah dokter Adi yang tampak kesal.
"Kamu tidak tidur dengan baik semalam. Pulanglah!" ucap Lia lagi. Suaranya terdengar sangat lembut bahkan hampir saja tidak tertangkap oleh telinga dokter Adi. Dokter Adi tersentak mendengar ucapan Lia barusan, ia sempat berpikir kalau Lia mengusirnya karena tidak ingin berbincang-bincang lagi dengannya tapi justru Lia memperhatikan keadaanya sedetail itu.
Dokter Adi membawa Lia kembali ke kamarnya. Lia duduk di pinggir ranjangnya, sementara itu dokter Adi membersihkan kaki Lia yang sedikit kotor karena berjalan-jalan di taman dengan sapu tangannya.
"Baiklah, aku pulang dulu!" pamit dokter Adi. Lia hanya mengangguk pelan tanpa menatap dokter Adi.
"Sampai ketemu nanti malam!" ucap dokter Adi. Lia tersentak, tangan dokter Adi menepuk kepalanya dengan lembut beberapa kali. Ia menatap dokternya itu dan dokter Adi pun menatap Lia, mata mereka saling bertemu dan sesaat mereka hanya saling memandang tanpa suara.
"A.. aku pulang dulu!" seru dokter Adi. Suaranya terdengar terbata-bata, ia tampak seperti sedang gugup.
Dokter Adi bergegas keluar dari kamar nomor 208 dan kembali mengunci pintu kamar itu. Setelah mengunci pintu kamar Lia itu, sesaat dokter Adi mematung sambil menatap tangannya yang baru saja menyentuh kepala pasiennya itu. Dan entah mengapa, jantungnya berdebar-debar lagi.
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Kim Yoona
waaaahh... sepertinya dokter mulai ada rasa sama pasien😂😂😂
2021-09-07
1
Nurlaelasari Ela
mulai berpaling kayanya cinta pa dokter,,😂😂😂
2021-07-02
1
Salbiah Usman
semoga dr adi dan lia berjodoh
2020-10-25
4