Lia terbangun dari tidurnya setelah tadi pagi dokter Adi memberikannya obat penenang agar ia tidak terus meronta-ronta. Lia duduk di ranjangnya, matanya menatap lurus ke jendela kamarnya. Di balik jendela tampak matahari sudah mulai terbenam dan langit pun sudah mulai gelap. Ia menghela nafas panjang. Hari ini tubuhnya terasa sangat lelah, matanya pun tampak sayu.
"Lia." sapa Dimas yang baru saja masuk ke dalam kamarnya. Lia tida merespon sapaan Dimas itu. Lia memperhatikan Dimas yang menutup jendela kamarnya, ia ingin mencegahnya tapi ia enggan berkomunikasi dengan orang lain sore ini.
"Ada yang kamu butuhkan, Lia?" tanya Dimas lembut, sambil melepaskan infus dari tangan Lia. Lia menatap kedua mata Dimas.
"Obatku?" tanya Lia pelan. Suaranya terdengar sangat pelan dan hampir saja tidak terdengar oleh Dimas.
"Hari ini dokter Adi tidak meresepkan obat untukmu." jawab Dimas.
"Aku mau minum obat. Aku mau tidur!" seru Lia. Lia menatap tajam pada Dimas.
"Aku tidak bisa memberikanmu obat, nanti aku tanyakan pada dokter Adi dulu ya?!" tukas Dimas.
"Berikan obatku sekarang! Aku mau minum obat!!" Lia mulai berteriak-teriak membuat Dimas khawatir kalau Lia akan mengamuk lagi.
"Baik.. baik..! Aku ambilkan obatnya sekarang ya!" seru Dimas. Lia kembali terdiam, sementara itu Dimas membawa peralatan infus dan segera keluar dari kamar Lia.
Dimas melangkah dengan cepat menuju ruang perawat.
"Suster Rina!" serunya memanggil suster Rina yang sedang membereskan barang-barangnya.
"Ada apa?" tanya suster Rina. Ia terkejut karena Dimas memanggilnya dengan suara keras.
"Lia minta obat!" serunya dengan nafas yang tersengal-sengal karena terburu-buru.
"Obat apa?" tanya suster Rina lagi.
"Obat yang biasanya. Dia bilang dia mau tidur." terang Dimas.
"Coba kamu hubungi dokter Adi, boleh tidak kita memberikan obat untuk Lia?!" pinta Dimas. Suster Rina merogoh saku seragamnya dan mengambil ponselnya.
"Halo!" sapa suster Rina begitu dokter Adi menerima panggilan darinya.
"Dok, Lia mengamuk meminta obat yang biasa diminumnya." ungkap suster Rina
"Oh ya, dok! Baik, dok!" seru suster Rina. Tak lama kemudian ia memutuskan panggilan telepon itu.
"Apa katanya, Rin?" tanya Dimas yang sedari tadi menunggu keputusan.
"Dokter Adi sebentar lagi sampai di rumah sakit, biar nanti dokter Adi saja yang menangani Lia. Bilang pada perawat yang lain jangan ada yang masuk ke kamar Lia dulu sebelum dokter Adi berhasil menanganinya karena yang di takutkan Lia akan mengamuk lagi." jelas suster Rina.
"Siap laksanakan!" seru Dimas. Suster Rina tertawa sambil menepuk lengan Dimas.
"Ya sudah aku pulang duluan ya!" pamit suster Rina.
"Oke, bye!" sahut Dimas sambil melambaikan tangannya.
...
Begitu selesai memarkirkan mobilnya, dokter Adi bergegas keluar dari mobilnya dan berjalan menyusuri lorong kamar pasien.
"Sepertinya aku tidak akan bisa pergi kerja dengan santai lagi!" gumam dokter Adi. Ia langsung menuju kamar 208 tanpa menaruh tas kerjanya terlebih dahulu di ruang kerjanya.
"Ceklek!" Akhirnya dokter Adi berhasil membuka pintu kamar 208. Jantungnya berdetak lebih cepat dari sebelumnya, ia menghela nafasnya sebelum masuk ke dalam kamar itu.
"Lia.." sapanya pelan. Lia tampak duduk di ranjangnya dengan tatapan lurus ke arah jendela kamarnya yang sudah tertutup.
Dokter Adi mendekati Lia dan duduk tepat di sampingnya. Lia tidak meresponnya sama sekali, matanya terus menatap lurus
"Kamu mau minum obat?" tanya dokter Adi. Ia tidak bermaksud menawarkan obat yang selama ini ia berikan pada Lia, ia hanya ingin melihat respon Lia. Dan tepat dugaan dokter Adi, Lia akhirnya meresponnya, ia menoleh dan menatap wajah dokter Adi.
"Kamu mau minum obat lagi?" ucap dokter Adi mengulangi pertanyaannya. Lia mengangguk pelan.
"Kenapa kamu mau minum obat?" Dokter Adi menanyakan alasan Lia meminta obat. Lia hanya diam saja, ia memalingkan pandangannya kembali ke jendela kamarnya.
"Aku akan memberikan obatnya kalau kamu memberikanku alasan." tawar dokter Adi.
"Aku hanya ingin tidur." ucap Lia pelan.
"Aku akan membantumu tidur tanpa obat." tukas dokter Adi. Lia menghela nafasnya.
Dokter Adi merapikan rambut Lia yang tampak sedikit berantakan dengan tangannya.
"Pergilah!" ucap Lia dengan suara berbisik. Dokter Adi menghentikan kegiatannya itu dan menatap Lia dengan seksama.
"Pergilah!" Lia mengulangi ucapannya, kali ini ia menatap kedua mata dokter Adi. Dokter Adi tidak berkata apa pun, ia hanya terus menatap Lia.
"Apa kamu tidak mendengar ucapanku?" Lia tampak mulai emosi karena dokter Adi tidak menanggapi perkataannya itu.
"Kenapa kamu mau aku pergi?" Akhirnya dokter Adi buka suara.
"Kamu tidak berguna ada di sini!" sahut Lia. Dokter Adi tidak menyangka kalau Lia akan berkata dengan kata-kata menyakitkan seperti itu. Dokter Adi menghela nafas panjang.
"Berikan aku kesempatan sekali lagi." pinta dokter Adi. Mereka saling menatap satu sama lain.
"Tidak ada gunanya memberi kesempatan kedua untuk orang yang tidak bertanggung jawab." tukas Lia. Dokter Adi benar-benar merasa hatinya seperti tertusuk pisau mendengar ucapan Lia.
"Kupikir kamu akan berbeda dari dokter-dokter lainnya, tapi ternyata aku salah! Bahkan kamu lebih buruk dari dokter-dokter yang pernah merawatku." ejek Lia. Ekspresi wajahnya terlihat sangat dingin.
"Bagaimana mungkin seorang dokter kejiwaan meninggalkan pasiennya hanya karna masalah pribadinya." sindir Lia. Jantung dokter Adi seperti hampir meledak mendengar ucapan Lia itu.
"Aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama." Dokter Adi berusaha meyakinkan Lia.
"Lalu kamu mau membuat kesalahan baru?" tukas Lia. Ia tersenyum sinis, ekspresi wajahnya tampak sangat menakutkan.
"Aku tidak akan melakukan kesalahan lagi!" tegas dokter Adi. Dokter Adi mengarahkan pundak Lia agar menghadapnya, sesaat mereka hanya saling memandang.
"Pergilah!" usir Lia. Lia berusaha melepaskan pundaknya dari kedua tangan dokter Adi.
"Percayakan padaku kali ini!" pinta dokter Adi.
"Aku sudah tidak mempunyai kepercayaan lagi untukmu atau siapapun." tukas Lia.
"Aku akan membuatmu percaya padaku lagi." seru dokter Adi.
"Aku tidak ingin sembuh!"
"Aku akan memaksamu untuk sembuh!"
"Aku tidak ingin keluar dari sini!"
"Aku yang akan membawamu keluar!"
"Untuk apa?" tanya Lia. Dokter Adi terdiam karena bingung.
"Apa kamu akan bertanggung jawab dengan hidupku kalau aku keluar dari sini?" tanya Lia lagi.
"Kamu bisa berkumpul lagi dengan keluargamu." jawab dokter Adi.
"Keluargaku yang memaksaku untuk terus berada di sini!" tukas Lia.
"Tidak! Keluargamu menginginkanmu sembuh makanya mereka menyuruh rumah sakit ini untuk mencarikan dokter khusus untuk menyembuhkanmu." ungkap dokter Adi. Lagi-lagi Lia tersenyum sinis
"Kalau nantinya keluargaku tidak menginginkanku lagi, apa kamu yang akan bertanggung jawab pada hidupku selanjutnya?!" tantang Lia. Dokter Adi terdiam.
"Pelaku-pelaku yang melecehkanku ada di sekitar keluargaku, kalau aku sembuh apa mereka tidak akan melecehkanku lagi?" tanya Lia. Dokter Adi tersentak.
"Kalau mereka berniat melecehkan aku lagi, apa kamu yang akan melindungiku?" tanyanya lagi.
"Keluargaku tidak akan mampu melindungiku, mereka tidak akan mampu melakukan apapun!" seru Lia. Lia tampak mengepalkan tangannya.
"Aku sempat berharap padamu." ucap Lia dengan suara berbisik. Ia menundukkan kepalanya.
"Aku berharap kamu akan menjagaku di luar nanti." lanjutnya.
Lia kembali menatap dokter Adi yang masih berada di sampingnya. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Lia mengeluarkan senyumnya. Ia tersenyum lembut pada dokter Adi, mata bulatnya membentuk eye smile. Ia tampak sangat cantik dengan senyuman itu. Seketika jantung dokter Adi seperti berhenti berdetak, senyuman itu sama seperti di dalam mimpinya, senyuman itu persis dengan yang ada di foto yang selama ini di simpannya.
"Aku merasa aman di sini, dok! Biarkan aku terus berada di sini seumur hidupku! Ku mohon! Aku berjanji akan bersikap baik di sini." pinta Lia. Perlahan air matanya mengalir dari matanya.
"Kumohon.."
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Kim Yoona
aq dibuat nyesek sama lia
2021-09-07
1
Novia Via
kasian bgt lia
jd penasaran sama silsialh kluarga lia
2020-12-02
0
Ruby Talabiu
kasian lia thor
2020-10-21
0