Dokter Adi masuk ke dalam kamar 208 dengan pelan-pelan agar Lia tidak terkejut. Dokter Adi mengunci pintu kamar Lia. Lia masih terdiam seperti sebelumnya, ia membenamkan wajahnya dalam pelukannya. Dokter Adi mendekati Lia dan duduk di sampingnya.
"Lia." sapanya lembut. Hening! Lia tidak merespon sapaan dokter Adi sama sekali.
Dokter Adi mencoba melakukan kontak fisik dengan Lia, perlahan tangannya mencoba menyentuh punggungnya dengan lembut. Tubuh Lia mulai memberikan reaksi, tubuhnya bergetar dan samar-samar terdengar suara seperti gumaman.
"Lia." panggil dokter Adi dengan suara yang sedikit lebih keras dari sebelumnya. Dengan cepat Lia mendorong tubuh dokter Adi yang ada di sampingnya hingga dokter Adi tersungkur di lantai.
Lia berlari menuju pintu dan berusaha untuk membuka pintu kamarnya itu, tapi kunci pintu itu ada pada dokter Adi.
"Tolong aku!!" jeritnya. Wajahnya tampak sangat ketakutan, keringat mengucur deras dari keningnya seperti orang habis berolah raga. Dokter Adi mendekatinya lagi, membuatnya semakin kalut. Lia memukul-mukul pintu kamarnya dan berteriak-teriak dengan keras. Suster Rina yang menyaksikannya dari balik pintu menjadi sangat khawatir melihat reaksi Lia.
"Sudah dok, hentikan!" seru suster Rina dari balik pintu tapi dokter Adi tidak menggubrisnya dan terus mendekati Lia.
"Ayo kita bicara baik-baik, Lia." bujuk dokter Adi sambil terus mendekati Lia hingga Lia benar-benar terpojok.
"Tidak!" tolak Lia. Dokter Adi terdiam sejenak tapi kemudian ia mencoba mendekatinya lagi.
Dokter Adi menempelkan kedua tangannya pada pintu sehingga membuat Lia terkurung di antara tubuhnya dan pintu. Lia semakin kalut, suara teriakannya pun semakin keras.
"Tolong aku, suster Rina!!!" jeritnya.
"Sudah dok!! Hentikaaann!!!" Suster Rina memukul-mukul pintu agar dokter Adi menghentikan pendekatannya, tapi dokter Adi malah mendekatkan bibirnya dengan telinga Lia.
"Aku tahu kamu sebenarnya sadar kan, Lia." bisiknya. Lia tersentak. Dengan kasar dokter Adi membalikan tubuh Lia menghadapnya, sejenak mereka hanya saling berpandangan, Lia menatap dokter Adi tepat di matanya.
"Ayo kita mulai pengobatan agar lukamu cepat sembuh, Lia!" bujuk dokter Adi. Lia hanya terus memandangi mata dokter Adi tanpa berkata sedikit pun. Lagi-lagi mereka hanya saling berpandangan, perlahan dokter Adi tersenyum pada Lia dan tiba-tiba saja tubuh Lia menjadi lemas, Lia tidak sadarkan diri, nyaris saja tubuh Lia terjatuh tapi beruntung dengan sigap dokter Adi menangkapnya dan memeluk tubuhnya dengan erat.
...
Dokter Adi berjalan cepat keluar dari kamar 208 menuju ruang kerjanya, di belakangnya suster Rina mengejarnya.
"Dok! Dokter Adi!" panggil suster Rina. Dokter Adi menghentikan langkahnya, wajahnya menyiratkan kalau ia sedang kesal. Dokter Adi membalikkan tubuhnya menghadap suster Rina.
"Dokter sudah keterlaluan!" maki suster Rina. Dokter Adi mengerutkan keningnya.
"Dokter terlalu memaksakan!" seru suster Rina, ia tampak sangat marah kepada dokter Adi.
"Sikap dokter itu malah akan menambah traumanya!" tambah suster Rina. Dokter Adi terdiam, ia menatap suster Rina dengan seksama, wajahnya tampak sangat serius.
"Sudah aku bilang kan, biarkan aku mengobatinya dengan caraku sendiri!" ucap dokter Adi, wajahnya menunjukkan kalau ia pun kesal dengan sikap suster Rina.
"Tapi caramu itu salah!" seru suster Rina penuh emosi.
"Apa aku tadi terlihat seperti akan melakukan pelecehan padanya?!" tukas dokter Adi. Suster Rina tersentak.
"Kita tidak perlu memperlakukannya dengan manja seperti biasanya!" terang dokter Adi.
"Manja? dia punya trauma yang berat tidak seharusnya di perlakukan seperti itu!" Suster Rina dan dokter Adi terus saling berargumen, mereka menjadi pusat perhatian beberapa perawat dan dokter yang ada di sekitar, tapi tak ada yang berani merelai mereka.
"Dokter tidak tahu seberapa dalam traumanya!" seru suster Rina, matanya mulai tampak berkaca-kaca. Dokter Adi berjalan mendekati suster Rina.
"Walaupun kamu pernah mengalami hal yang sama bukan berarti kamu tahu segala hal tentangnya." bisik dokter Adi. Ia sengaja mendekatkan diri pada suster Rina agar tidak ada orang yang mendengar ucapannya barusan. Suster Rina terkejut mendengar ucapan dokter Adi barusan.
"Aku jadi ragu, sebenarnya kamu mau mengobatinya atau membiarkan Lia terus larut dalam traumanya?!" tukas dokter Adi.
"Aku akan terus melakukannya sampai ia bisa menerimaku." Dokter Adi memperingati suster Rina. Wajahnya tampak sangat serius, tidak ada senyum konyolnya dan matanya menatap suster Rina dengan tajam hingga membuat suster Rina terdiam terpaku. Ia benar-benar merasa kalau dokter Adi sangat berbeda dengan Adi yang dikenalnya dulu.
"Kalau kamu tidak bisa menerima caraku, kamu boleh mengundurkan diri dari timku!" ucap dokter Adi. Suster Rina sangat terkejut mendengar ucapan dokter Adi barusan, sesaat mereka saling bertukar pandang, lalu kemudian dokter Adi membalikkan tubuhnya dan perlahan berjalan meninggalkan suster Rina yang masih terdiam terpaku.
...
Suster Rina membasuh wajahnya dengan air di wastafel, ia tampak shock dengan sikap dokter Adi tadi. Sejenak ia melamun membayangkan kembali peristiwa yang baru saja terjadi itu. Ia juga merasa kalau saat itu dokter Adi sangat berbeda dari biasanya. Matanya tampak berkaca-kaca.
"Kamu kenapa sama dokter Adi, Rin?" Suara suster Indah memecah lamunanya. Rina menggeleng pelan.
"Ga apa-apa, Ndah." jawabnya.
"Aku ga nyangka dokter Adi bisa marah seperti itu, padahal biasanya dia selalu bersikap lucu." tukas suster Indah.
"Aku juga tidak menyangka." ucap suster Rina.
"Apa terjadi sesuatu lagi dengan Lia makanya kalian ribut?" terka suster Indah.
"Biasalah, Ndah! Lia kan selalu menolak dokter yang mau mengobatinya apalagi kalau dokter itu laki-laki." ungkap suster Rina. Indah mengangguk-anggukan kepalanya.
"Dan tadi aku merasa kalau cara dokter Adi terlalu berlebihan makanya aku melakukan protes pada dokter Adi, tapi sepertinya dia juga kesal padaku." Suster Rina menundukan kepalanya, ini pertama kalinya ia melihat amarah Adi yang begitu meluap-luap. Sepanjang ia mengenalnya tidak pernah Adi menunjukan kemarahannya seperti tadi padanya.
"Kamu sudah tahu belum cerita tentang cara pengobatan dokter Adi?" Lagi-lagi suara suster Indah memecah lamunanya.
"Bagaimana?" tanya suster Rina.
"Aku mencari artikelnya di internet, ternyata dia cukup terkenal loh?! Banyak media yang pernah meliputnya, bahkan dia punya julukan sebagai 'Dokter Cinta'" jelas suster Indah.
"Oh ya?!"
"Iya!" seru suster Indah.
"Menurut artikel yang aku baca, dokter Adi melakukan pendekatan yang berbeda dari psikiater lainnya, ia bisa bertindak sebagai seorang kakak, sahabat, atau bahkan sebagai pacar dari pasiennya. Dia lebih melakukan pendekatan secara emosional, jadi dia itu seperti memanfaatkan emosi pasiennya." terang suster Indah. Suster Rina mendengarkannya dengan seksama.
"Walaupun sering bertindak konyol seperti itu tapi ternyata dokter Adi itu pria yang sensitif, seperti dia bisa membaca dan mengerti setiap perasaan orang." tambah suster Indah.
"Apa dia selalu berhasil mengobati pasiennya dengan cara seperti itu?" tanya suster Rina.
"Tingkat keberhasilannya 99,9%!" seru suster Indah.
"Wooaahh!" seru suster Rina takjub.
"Tapi.. kasihan pasiennya!" tukas suster Indah tiba-tiba.
"Kenapa?" tanya suster Rina bingung.
"Bayangin coba, pasiennya diperlakukan seperti pacar begitu sembuh terus dokter Adi bilang kalau semua perlakuannya itu cuma untuk pengobatan saja. Pasti adalah pasiennya yang baper secara kan dokter Adi juga sangat tampan apalagi dia masih single." jawab suster Indah.
"Iya juga ya."
"Oh iya, kata gosip yang beredar, dokter Adi itu masih belum bisa move on dari mantan pacar terakhirnya loh!" Ucapan suster Indah barusan membuat suster Rina tersentak.
"Kamu tahu dari mana?" tanyanya.
"Sepupuku punya teman yang pernah bekerja dengan dokter Adi di Jakarta." Jantung suster Rina berdetak lebih cepat dari sebelumnya.
"Katanya itu pacarnya di SMA. Kamu kan teman sekolahnya waktu SMA, Rin. Beritahu aku seperti apa pacarnya itu!!" pinta suster Indah.
"Apaan sih!" tukas suster Rina, ia jadi salah tingkah.
"Ayolah, Rin! Beritahu aku! Siapa tahu aku bisa membuatnya move on." bujuk suster Indah.
"Huuu.. ngarep!" seru suster Rina.
Ada sedikit hembusan kebahagiaan yang masuk ke dalam hati suster Rina, ternyata dokter Adi tidak bergurau dengan apa yang ia ucapkan tetang perasaannya.
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Ruby Talabiu
nice
2020-10-20
0
Catur Priyati
ayolah beri dokter adi kesempatan
2020-08-31
1
Min Ah
good.
2020-06-06
1