Suster Rina berjalan pelan menyusuri lorong kamar pasien, seperti biasanya, suster Rina memeriksa terlebih dahulu keadaan pasien spesialnya di kamar 208 sebelum pulang. Ia menghentikan langkah kakinya tepat di depan kamar 208 dan perlahan ia mengintip ke dalam ruangan melalui kaca yang ada di pintu kamar tersebut. Seketika ia terpaku melihat apa yang ada di depan matanya. Tampak dokter Adi duduk di lantai, tepat di hadapan pasien spesialnya yang juga duduk di lantai sambil memeluk kedua kakinya dan membenamkan kepalanya di antar kedua kakinya tersebut. Suster Rina hanya bisa terdiam sambil terus mengawasi apa yang terjadi, di dalam hatinya, ia sangat takut kejadian tadi pagi terulang kembali.
"Trrrttt... trrrrtttt..." Tiba-tiba ponsel yang ada di saku kemeja suster Rina bergetar. Suster Rina merogoh sakunya dan mengambil ponselnya. Tertulis 'Dina' pada layar ponselnya.
"Ya Din!" seru suster Rina.
"Iya, ini mama sudah mau pulang." terang suster Rina pada si penelepon. Tak berapa lama kemudian suster Rina menutup panggilan masuk di ponselnya itu dan beranjak dari tempatnya.
...
Dokter Adi melirik jam yang tergantung di dinding ruangan kerjanya. Ia tampak seperti sedang memikirkan sesuatu yang serius dan sesaat kemudian ia beranjak dari tempat duduknya. Ia berjalan menyusuri lorong rumah sakit dan langkahnya terhenti begitu melewati ruangan perawat, ia memperhatikan apa yang ada di dalam ruangan itu. Ya! Perempuan yang dicintainya-lah yang menarik perhatiannya hingga langkahnya terhenti.
Di dalam ruang perawat itu tampak suster Rina sedang sibuk dengan pekerjaannya dan beberapa kali tampak ia berdiskusi dengan perawat lainnya. Dokter Adi menghela nafas panjang.
"Dokter Adi.." Terdengar seseorang memanggil namanya dari belakang tubuhnya. Suara itu sontak membuat dokter Adi terkejut dan memecahkan lamunannya. Dokter Adi membalikkan tubuhnya menghadap orang yang memanggilnya barusan.
"Eh hai!" sahut dokter Adi gugup, ternyata yang memanggilnya adalah perawat bernama Dimas.
"Sepertinya dokter sedang memperhatikan seseorang.." terka Dimas.
"Tidak! Saya sedang memperhatikan pekerjaan perawat-perawat." tukas dokter Adi.
"Pekerjaannya atau perawatnya, dok?" canda Dimas. Dokter Adi tertawa.
"Sudahlah saya mau control dulu!" seru dokter Adi. Ia menepuk pundak Dimas dan sesaat kemudian meninggalkannya tapi sebelum melangkah, lagi-lagi sejenak matanya tertuju pada seseorang yang masih berada di dalam ruangan perawat itu.
Dokter Adi melanjutkan langkahnya kembali dan menuju ke kamar-kamar pasien. Ia memperhatikan setiap kamar pasien yang dilaluinya. Setiap pasien punya cerita masa lalunya masing-masing hingga sampai pada saat di mana mereka harus terkurung di tempat ini. Langkahnya terhenti lagi, kali ini tepat di depan pintu kamar 208. Dokter Adi merogoh saku jas kerjanya dan mengeluarkan kumpulan kunci. Ia memasukkan sebuah kunci ke dalam lubang kunci pintu kamar 208.
Dokter Adi melangkah masuk ke dalam kamar 208 dengan perlahan. Ia berusaha untuk tidak menimbulkan bunyi agar pasien yang ada di kamar itu tidak terusik. Ia terdiam sejenak memperhatikan pasiennya yang sedang meringkuk di pojok ruangan, tangannya tampak sangat erat memeluk kedua kakinya. Dokter Adi melangkah mendekati pasiennya itu dan duduk di hadapannya. Matanya tak henti-hentinya memandangi pasien yang ada di hadapannya itu dan beberapa kali ia menghela nafas panjangnya.
"Aku masih bingung bagaimana cara membuatmu mau berobat." ucap dokter Adi dengan suara berbisik. Tak ada respon sedikitpun dari pasien yang ada diajaknya berbicara.
"Aku tahu selama ini kamu sadar." ucapnya lagi.
"Aku tidak tahu mengapa kamu seperti ini, tapi aku yakin kamu sengaja melakukannya kan?!" Dokter Adi memandangi pasiennya itu dengan seksama. Perlahan wanita berambut lurus itu mengangkat kepalanya dan menatap wajah dokter Adi. Ekspresi wajahnya tampak sangat menakutkan dengan separuh wajah tertutup rambut hitamnya, matanya menatap tajam ke arah dokter Adi.
Dokter Adi terkejut dengan respon dari pasiennya itu, ia tidak menyangka kalau pasiennya akan memberikan ekspresi semengerikan itu padanya yang berusaha untuk membuatnya sembuh, tatapan wanita itu seakan ingin membunuhnya. Perlahan dokter Adi berusaha untuk tersenyum pada pasien cantiknya itu.
"Aku benci orang tersenyum padaku." Seketika jantung dokter Adi seperti berhenti berdetak sejenak. Ia sangat terkejut mendengar pasien yang selalu merespon negatif pada semua dokter yang merawatnya, tapi sore ini untuk pertama kalinya berbicara padanya walaupun dengan ekspresi menyeramkan dan nada bicara yang seperti sedang mengancam orang lain.
Dokter Adi menghapus senyum dari bibirnya dan wajahnya pun berubah menjadi sangat serius. Ia tidak mau kalah dengan pasiennya dengan membalas tatapan tajam pasiennya itu. Sesaat mereka hanya saling menatap dalam keheningan.
...
Dimas masuk ke dalam ruangan perawat dan langsung bergabung dengan perawat lain yang tampak sedang berdiskusi.
"Hei, aku punya berita besar!" bisiknya pada rekan-rekan kerjanya itu.
"Apaan?" tanya suster Indah.
"Barusan dokter Adi berdiri di depan ruangan ini." jawab Dimas memulai pembicaraan.
"Terus?" tanya suster Indah antusias.
"Beliau memperhatikan ke dalam sini lamaaa sekali!" terang Dimas.
"Sepertinya beliau memperhatikan salah satu dari kalian." tambahnya.
"Woaaahh!!" seru suster Indah.
"Memang apa anehnya kalau beliau memperhatikan salah satu dari kami?" tukas suster Rina datar.
"Ish.. Rina ini!" Suster Indah tampak kesal.
"Bagaimana kalau ternyata dokter Adi menyukai salah satu dari kalian?!" ucap Dimas.
"Bagus dong kalau dokter Adi menyukai salah satu dari kami?! Kalau perlu beliau menyukai kita semua agar beliau bisa betah bekerja di sini dan menyembuhkan banyak pasien." terang Rina.
"Lebih bagus lagi kalau dokter Adi menemukan jodohnya di sini, jadi beliau tidak perlu pergi lagi dari rumah sakit ini." tukas Dimas.
"Kamu kan teman SMAnya Rin, gimana kalau kamu saja yang jadi kekasih dokter Adi?!" tawar Dimas. Suster Rina tersentak mendengar ucapan Dimas barusan dan langsung melemparkan tatapan tajam pada Dimas.
"Jangan-jangan kamu ya mantannya dokter Adi sewaktu SMA itu?" terka suster Indah. Deg! Seketika jantung suster Rina seperti berhenti berdetak sesaat. Suster Rina memalingkan tatapan matanya kepada suster Indah.
"Apa menurutmu seorang seperti dokter Adi akan memacari orang sepertiku?" tanya suster Rina. Suster Indah dan Dimas terdiam.
"Mantan pacarnya di SMA itu banyak. Dulu dia terkenal playboy di sekolah. Wanita yang dipacarinya cantik-cantik dan pasti wanita-wanita populer bukan seperti aku." tukas suster Rina sambil membereskan barang-barangnya dan memasukkannya ke dalam tas.
"Terus.. terus.." seru suster Indah.
"Aku bukan mantan pacarnya tapi mantan temannya" ungkap suster Rina, di pandanginya kedua temannya itu bergantian.
"Maksudnya?" tanya Dimas dan suster Indah bersamaan, mereka tampak terkejut.
"Kami tidak pernah akur ketika bertemu dan terakhir kami bertemu pun saat acara kelulusan setelah itu kami tidak pernah saling menghubungi satu sama lain apalagi bertemu." Suster Rina tersenyum pada kedua temannya itu.
"Jadi, mungkin wanita yang menarik perhatian dokter Adi tadi itu Indah!" canda suster Rina sambil menunjuk suster Indah dengan telunjuknya.
"Waaaahhh!!" seru Dimas. Suster Indah terbahak-bahak dan wajahnya tampak memerah.
"Sudah ah, aku mau pulang! Bye..!!" pamit suster Rina dan kemudian beranjak keluar dari ruang perawat.
Suster Rina berjalan pelan menyusuri lorong kamar pasien, seperti biasanya, suster Rina memeriksa terlebih dahulu keadaan pasien spesialnya di kamar 208 sebelum pulang. Ia menghentikan langkah kakinya tepat di depan kamar 208 dan perlahan ia mengintip ke dalam ruangan melalui kaca yang ada di pintu kamar tersebut. Seketika ia terpaku melihat apa yang ada di depan matanya.
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Ruby Talabiu
lanjut
2020-10-21
0
Catur Priyati
ada apa ya
2020-08-31
1
Esw_Gee
done ku boomlike+rate
di tunggu feedback nya 💕
2020-06-13
1