Dokter Adi melangkah memasuki rumahnya dengan lemas, ucapan suster Rina masih saja terngiang-ngiang di telinganya. Ia masih tidak bisa menerima semua pernyataan suster Rina. Belasan tahun ia menantikan kesempatan untuk bisa menikahi wanita yang sangat dicintainya itu tapi sekarang semua impiannya itu nyaris gagal terwujud.
Dokter Adi membersihkan tubuhnya dan mengganti pakaiannya lalu merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Ia berusaha untuk tertidur tapi pikirannya masih terus berputar memikirkan setiap ucapan suster Rina itu. Beberapa kali ia tampak mengacak-acak rambutnya, ia tampak seperti orang yang sedang memiliki banyak masalah hidup.
...
Suster Rina mengikat rambut Lia dengan ikat rambut. Sekarang Lia sudah benar-benar tampak seperti orang normal.
"Kamu benar-benar cantik!" puji suster Rina. Ia terus menebar senyumnya pada Lia tapi ekspresi wajah Lia selalu datar.
"Suster." panggil Lia pelan. Suster Rina menatap Lia.
"Bisakah kamu tidak tersenyum di depanku?" pinta Lia. Ucapan Lia itu membuat suster Rina tersentak, seketika ekspresi wajah suster Rina berubah, senyum manisnya menghilang dalam sekejap.
"Aku benci orang tersenyum." aku Lia pelan. Suster Rina menghela nafas.
"Baiklah! Aku tidak akan tersenyum di depanmu lagi sampai kamu tidak membenci senyuman itu lagi." seru suster Rina.
...
Waktu berlalu begitu saja, matahari sudah tenggelam, dan langit pun sudah berubah menjadi gelap, namun sampai saat itu juga dokter Adi tidak bisa terlelap sedikit pun. Sekarang sudah waktunya ia bersiap untuk kembali pada pekerjaannya.Dokter Adi bersiap dan segera melajukan mobilnya dengan kencang menuju rumah sakit jiwa, tempat kerjanya.
Begitu tiba di tempat kerjanya, dokter Adi dengam cepat memarkirkan mobilnya dan bergegas ke ruangannya untuk menaruh tas kerjanya. Dokter Adi duduk di kursi kerjanya untuk mengatur nafasnya yang tak beraturan karena ia terlalu terburu-buru untuk mencapai ruangannya. Perlahan tangan kanannya meraih telepon yang ada di meja kerjanya dan menekan nomor line ke ruangan perawat.
"Ruang perawat dengan Dimas, selamat malam." sapa Dimas dari seberang sana.
"Dimas, ada Rina?" tanya dokter Adi to the point.
"Suster Rina sedang di kamar pasien 208, dok." jawab Dimas.
"Oke. Terima kasih." seru dokter Adi.
"Sama-sama, dok!" sahut Dimas. Dokter Adi meletakan kembali gagang telepon itu pada tempatnya dan bergegas menuju kamar 208.
...
"Kalau kamu sudah sembuh dan bisa keluar dari rumah sakit, apa yang ingin kamu lakukan?" tanya suster Rina.
"Entahlah. Aku tidak pernah berpikir akan keluar dari sini." jawab Lia datar.
"Kalau begitu, ayo kita bersenang-senang bersama setelah kamu keluar dari sini!" ajak suster Rina. Lia hanya diam sambil menatap suster Rina.
"Krieeett..!!" Tiba-tiba seseorang membuka pintu kamar dan masuk ke dalamnya.
"Dokter Adi!" seru suster Rina terkejut. Dokter Adi dengan cepat mendekati suster Rina dan berdiri di hadapannya.
"Beri aku satu alasan kenapa kamu memutuskan itu semua!" perintah dokter Adi.
"Apa sih!" tukas suster Rina kesal.
"Shift-ku sudah berakhir, aku pulang dulu ya, Lia." pamit suster Rina. Begitu hendak menuju pintu, dokter Adi meraih tangan suster Rina dan menggenggamnya dengan kuat agar suster Rina tidak pergi.
"Beri tahu aku!" paksa dokter Adi.
"Kamu tidak sadar kita sedang berada di mana?!" Suster Rina menatap dokter Adi dengan tajam.
"Aku butuh penjelasan darimu! Beri tahu apa alasanmu tidak menepati janji!" tukas dokter Adi. Suaranya terdengar keras karena ia berada dalam puncak emosinya.
"Dulu ketika kamu tidak menepati janji, kamu tidak pernah memberikan alasan sedikitpun. Kenapa sekarang kamu memaksaku untuk memberikan alasan?!" seru suster Rina.
"Janji apa?" tanya dokter Adi bingung.
"Kamu berjanji akan kembali dan membawa bantuan, kan?! Tapi nyatanya kamu tidak pernah kembali!" terang suster Rina. Dokter Adi terdiam, ia tidak bisa berkata apa-apa. Perkataan suster Rina memang benar, saat itu rasa takut dokter Adi sangat besar, ia hanya bisa memanggil bantuan tapi ia tidak ikut kembali ke tempat kejadian.
Mata suster Rina tampak berkaca-kaca, perlahan dia melepaskan tangannya dari genggaman dokter Adi.
"Kalau kamu tidak menepati janjimu, aku akan berhenti!" Dokter Adi mengancam suster Rina tepat sebelum tangan suster Rina menyentuh handle pintu kamar 208 itu. Suster Rina membalikan tubuhnya dan kembali menatap kedua mata dokter Adi dengan tatapan tajam.
"Aku sudah bilang, kan?! Kalau memang kamu ingin berhenti, berhentilah! Aku tidak akan menahanmu!" tukas suster Rina, sesaat kemudian ia keluar dari kamar 208 itu.
Dokter Adi tampak sangat kesal, berkali-kali ia mengacak rambutnya, dan nafasnya pun tampak tak beraturan.
"Aku tidak tahu masalah di antara kalian, tapi kumohon jangan membuat suster Rina bersedih, dia sudah menanggung beban besar dalam hidupnya." ucap Lia pelan. Suara Lia itu menyadarkan dokter Adi, ia menatap Lia dan Lia pun menatapnya, sesaat mereka hanya saling memandang dalam keheningan, namun karena masih berada dalam kekesalannya, dokter Adi pergi meninggalkan Lia tanpa sepatah kata pun. Ia menutup dan mengunci pintu kamar 208 itu dengan kasar dan kembali ke ruangannya. Lia menghela nafasnya, matanya kembali menatap lurus ke jendela kamarnya.
...
Malam ini menjadi malam yang panjang kembali bagi Lia. Malam ini ia kembali sendirian karena dokter Adi tidak menemaninya lagi seperti hari-hari sebelumnya.
"Sepertinya aku akan sendirian lagi." gumamnya pelan.
"Ceklek!" Terdengar seseorang membuka pintu lamar 208, Lia berharap itu adalah dokter Adi.
"Lia!" sapa suster Indah pelan. Ternyata yang masuk ke kamarnya adalah suster Indah sementara suster Tia tampak menunggu di depan pintu.
"Lia, minum obat dulu ya!" ucap suster Indah. Suster Indah membawakan sebutir pil berwarna putih dan segelas air minum.
"O.. obat?" Lia tampak bingung, selama berada dalam pengobatan dokter Adi tidak pernah memberinya obat tapi malam ini ia disuruh untuk meminum obat.
"Iya, dokter Adi meresepkan obat untukmu." terang suster Indah. Lia mengikuti arahan dari suster Indah, ia segera meminum obat yang diberikan itu, dan tak lama setelah suster Indah keluar dari kamarnya, ia mulai mengantuk dan akhirnya ia pun terlelap.
...
Pukul 00.22 dokter Adi beranjak dari ruangannya, ia berjalan menyusuri lorong kamar-kamar pasien. Langkahnya terhenti tepat di depan pintu kamar 208, perlahan ia membuka kunci kamar itu dan masuk ke dalamnya. Ia mendekati tubuh Lia yang sudah terbaring tak berdaya di ranjangnya, Lia tampak sudah terlelap karena pengaruh obat yang diminumnya tadi.
Dokter Adi memandangi wajah Lia dengan seksama, perlahan tangannya bergerak dan dengan lembut membelai rambut panjang Lia.
"Maafkan aku." ucapnya dengan suara berbisik. Suaranya terdengar bergetar seperti ada sebuah perasaan yang tertahan.
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Kim Yoona
rina memang pernah berkorban untuk adi.. tp entah kenapa kemistrinya justru lbh dapet sama lia. menurit aq
2021-09-07
1
Krisna New
jgn gara2 lia dn Rina cewe ini aku jd membenci dr. Adi
2021-02-19
1
Asazya
Hallo kak aku sudah mampir dan boomlike hehe, jangan lupa mampir juga yuk ke novelku, Dokter Nikah, Yuk! Makasih hehe
2020-06-30
1