Lia membuka matanya perlahan, ia bangkit dari tempat tidurnya. Sejenak ia hanya terdiam seperti patung tapi sesaat kemudian matanya mulai menjelajah ke seluruh penjuru kamarnya, sama seperti biasanya. Akhirnya pandangan matanya berhenti pada jendela kamarnya yang tertutup tirai. Lia beranjak mendekati jendela itu dan menyibak tirainya.
Langit di luar tampak hitam pekat, beberapa bintang tampak bercahaya. Lia memandangi bintang-bintang itu dan tiba-tiba saja air matanya mengalir perlahan membasahi pipinya. Tubuhnya mulai bergetar, nafasnya pun tampak tersengal-sengal. Akhirnya kakinya goyah dan Lia terduduk di lantai, air matanya terus mengalir bahkan semakin deras. Entah apa yang dirasakannya malam ini hingga membuatnya sampai seperti itu.
...
"Terima kasih sudah mengantarku." ucap suster Rina sesaat sebelum keluar dari mobil dokter Adi.
"Sampai bertemu lagi!" seru dokter Adi. Suster Rina menunggu mobil dokter Adi menghilang dari pandangannya terlebih dahulu baru ia beranjak menuju rumahnya.
"Mama." ucap seseorang dari balik tubuh suster Rina. Dengan cepat suster Rina membalikan tubuhnya.
"Di.. Dina!" serunya gugup, ia takut Dina melihat dokter Adi.
"Kamu kenapa malam-malam begini keluar?" tanya suster Rina.
"Aku habis ke mini market." jawab Dina. Ia memandangi suster Rina dengan seksama.
"Ngapain ke mini market malam-malam begini?" tanya suster Rina lagi. Ia tampak sangat cemas karena Dina tidak menuruti perintahnya untuk tidak keluar malam-malam.
"Aku membeli kapas untuk praktek besok." jelas Dina.
"Kenapa kamu tida titip pada mama saja, biar mama yang membelikannya." protes suster Rina.
"Aku sudah mengirim chat tapi mama tidak membalasnya sama sekali." tukas Dina. Suster Rina merogoh saku celananya untuk mengambil ponselnya dan memeriksa apakah ada chat dari Dina atau tidak.
"Maaf, mama ga sadar kalau ada chat darimu." sesal suster Rina.
"Ga apa-apa, mungkin mama sedang sibuk dengan apa yang mama kerjakan tadi." tukas Dina. Ucapan Dina seperti sebuah sindiran untuk suster Rina. Suster Rina meraih tangan putri semata wayangnya itu dan mengandengnya, mereka jalan beriringan menuju rumah.
Dina segera membuka pintu utama rumah begitu tiba dan membantu suster Rina menaruh tasnya di kamar, sementara itu suster Rina langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
"Tadi itu siapa, ma?" tanya Dina begitu suster Rina keluar dari kamar mandi.
"Ee.. tadi itu atasan mama." jawab suster Rina.
"Dokter Arief?" tanya Dina lagi.
"Bukan."
"Dokter Riyon?"
"Dokter Riyon sudah lama pergi dari rumah sakit."
"Lalu siapa?" Dina tampak sangat penasaran.
"Namanya dokter Adi, dia yang sekarang bertanggung jawab dengan Lia." jelas suster Rina.
"Aku ga suka!" ucap Dina tiba-tiba. Ucapan Dina barusan membuat suster Rina sangat terkejut.
"Kenapa kamu ga suka dia? Kamu kan belum kenal dengannya." tukas suster Rina.
"Aku bukan ga suka orangnya, aku ga suka perlakuannya yang menurunkan mama di depan jalan seperti tadi." terang Dina.
"Itu mama yang minta, Din."
"Lain kali kalau mama di antar siapa pun itu, berhentilah di depan rumah." pinta Dina. Suster Rina menghela nafas panjang.
"Aku ga mau mama jadi omongan orang lagi. Aku ga suka!" ungkap Dina. Wajahnya tidak dapat menutupi rasa ketidak sukaannya. Perlahan suster Rina membelai rambut putrinya itu.
"Baiklah!" ucapnya pelan.
...
Sepanjang hari ini Lia terus membaringkan tubuhnya di ranjang dan menutupi seluruhnya dengan selimut, ia tahu kalau hari ini jadwal suster Rina off dan seperti biasa, ia tak ingin ada yang mengganggunya.
"Ceklek." Terdengar suara kunci pintu kamarnya dibuka. Lia menggenggam erat ujung selimutnya, ia tidak mau ada orang yang melihatnya hari ini, termasuk dokter yang bertanggung jawab menanganinya, dokter Adi.
Lia dapat mendengar bunyi langkah kaki mendekatinya dan langkah itu berhenti tepat di samping ranjangnya lalu tak terdengar bunyi apapun lagi. Lia mengerutkan keningnya, ia tampak bingung karena biasanya akan ada yang menyapanya bila masuk ke kamarnya tapi kali ini tidak. Jantungnya berdetak lebih cepat dari sebelumnya.
Lia menyibakkan selimutnya dan membalikan tubuhnya untuk melihat siapa yang masuk ke dalam kamarnya. Lia tersentak.
"Hai!" sapa dokter Adi sambil melambaikan tangannya. Ternyata yang masuk ke kamarnya adalah dokter Adi. Dokter Adi tampak sedang duduk di sebuah kursi kayu yang ada di samping ranjang.
"Para perawat sudah memberi tahuku kalau kamu akan seperti ini setiap jadwal suster Rina off." ucap dokter Adi. Wajahnya memancarkan ekspresi senang karena berhasil mengelabui pasiennya itu. Tanpa banyak bicara, Lia langsung membalikan kembali tubuhnya dan menutupi seluruhnya lagi dengan selimut.
"Walaupun kamu mengabaikanku seperti ini, aku akan terus menunggu di sini. Aku akan menunggu sampai kamu tidak mengabaikan aku lagi!" ucap dokter Adi.
...
Malam ini hujan turun dengan sangat deras, dinginya udara menerobos melalui cela-cela jendela. Lia yang sudah terlelap akhirnya terbangun karena merasa kedinginan, sejenak ia tampak seperti sedang memikirkan sesuatu, kemudian ia kembali menyibakkan selimutnya dan membalikkan tubuhnya. Ia tersentak dengan apa yang ada di hadapannya. Lia menegakkan tubuhnya dan melipat kakinya, ia duduk di atas ranjangnya sambil menatap lurus ke depan.
Di hadapannya tampak dokter Adi sudah terlelap di kursinya, kedua tangannya tersila di dadanya, dan mulutnya tampak terbuka sedikit. Lia terpaku menatap dokter Adi, ini pertama kalinya ia melihat dokter yang melakukan hal ini untuknya. Perlahan tangannya bergerak untuk meraih selimutnya dan ia menutupi tubuh dokter Adi dengan selimutnya itu. Tanpa suara Lia terus duduk di hadapan dokter Adi sambil terus memandanginya.
...
Perlahan dokter Adi membuka matanya, ia tersentak, ia tampak bingung.
"Sejak kapan aku terlelap?" ucapnya dalam hati. Belum sempat kebingungannya terjawab, ia sudah terkejut pada hal lain lagi, Lia tidak ada di ranjangnya. Dengan cepat ia beranjak dari tempat duduknya dan berbalik, seketika jantungnya seperti berhenti berdetak sesaat.
Dokter Adi terpaku melihat apa yang ada di hadapannya, sebuah pemandangan yang tidak biasa.
"Li.. Lia!" ucapnya dengan suara terbata-bata. Lia tampak berdiri di samping jendela, matanya menatap lurus pemandangan yang ada di balik jendela itu, wajahnya terlihat sangat mempesona terkena cahaya matahari pagi yang menerobos masuk. Dokter Adi berjalan perlahan untuk mendekati Lia, namun sebelum berhasil mendekatinya, Lia memalingkan pandangannya ke arah dokter Adi, tatapan tajam di pancarkan dari mata bulatnya, rambut panjangnya menutupi sebagian wajahnya, dan itu semua membuat langkah dokter Adi terhenti.
Untuk kedua kalinya jantungnya berdebar kencang hingga membuat dadanya terasa sesak, ia menghela nafasnya agar organ tubuhnya bisa kembali normal. Sesaat mereka hanya bisa saling menatap tanpa suara.
"Kalau aku sembuh apa yang akan aku dapat?" Akhirnya Lia mulai bersuara.
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
💞🌹fikadiani🌹💞
wah,jangan2 dokter Adi brjanji mau menikahi Lia juga
2020-11-09
0
Ruby Talabiu
,smangat lia
2020-10-21
0
Catur Priyati
apakah selalu ada alsan utk berbuat sesuatu
2020-08-31
3