Lia duduk di atas ranjangnya dan bersandar pada dinding, sementara itu dokter Adi duduk di kursi yang ada di samping ranjangnya. Dokter Adi mengeluarkan beberapa berkas tentang Lia dari dalam tas kerjanya.
"Kamu akan bekerja di sini?" tanya Lia. Dokter Adi mendongakkan kepalanya dan menatap Lia.
"Kamu tidak suka aku di sini?" ucap dokter Adi balik bertanya.
"Berikan saja obatku agar aku bisa tidur dan kamu bisa kembali bekerja." tukas Lia. Dokter Adi menggeleng.
"Aku tidak akan memberikanmu obat lagi." tolak dokter Adi. Lia menghela nafasnya.
"Aku ingin tidur." ucap Lia pelan.
"Apa aku perlu memelukmu agar kamu bisa tidur?" canda dokter Adi. Lia menatapnya tajam, dokter Adi tertawa-tawa kecil.
"Kamu mau berjalan-jalan di luar?" tawar dokter Adi.
"Sepertinya malam ini langitnya cerah. Mungkin saja setelah berjalan-jalan kamu bisa tidur dengan nyenyak." duga dokter Adi.
Akhirnya Lia mengikuti ajakan dokter Adi, dokter Adi mempersiapkan Lia untuk keluar, ia memakaikan sandal pada kedua kaki Lia.
"Kamu dokter pertama yang menyentuh kakiku." ucap Lia pelan. Dokter Adi hanya tersenyum lembut. Dokter Adi mengulurkan tangannya untuk membantu Lia turun dari ranjangnya, tapi Lia menolak uluran tangan itu.
"Tunggu dulu!" seru dokter Adi, ia mengeluarkan sebuah jaket berwarna biru tua dari tas kerjanya.
"Sudah kuduga jaket ini akan berguna!" gumamnya. Ia memberikan jaket itu pada Lia.
"Pakai ini supaya kamu tidak masuk angin!" perintah dokter Adi. Lia meraih jaket itu dan dokter Adi membantu Lia memakai jaket tersebut.
Mereka berjalan perlahan menuju taman rumah sakit, dokter Adi meraih tangan Lia dan menggandengnya. Lia yang terkejut menarik tangannya agar terlepas dari genggaman dokter Adi namun dokter Adi menahannya.
"Aku hanya memastikan agar kamu tidak kabur." ucap dokter Adi. Lia menghela nafasnya dan memasrahkan tangannya di gandeng oleh dokter Adi.
Mereka duduk di kursi taman yang pernah mereka duduki sebelumnya. Dokter Adi mengancingkan jaket yang di kenakan Lia. Sikap dokter Adi lagi-lagi membuatnya terkejut, ia menahan tangan dokter Adi, dokter Adi menatapnya.
"Aku hanya memastikan pasienku tidak kedinginan." terang dokter Adi. Lia pasrah!
Dokter Adi menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
"Lia." panggilnya pelan. Lia menoleh ke arahnya.
"Apa kamu bisa menceritakan padaku bagaimana semuanya bisa terjadi?" tanya dokter Adi. Lia terdiam, perlahan ia mendongakkan kepalanya, matanya menatap langit yang tampak cerah malam itu.
"Malam itu langitnya mendung, udaranya pun sangat dingin." ucap Lia memulai ceritanya. Dokter Adi menatap Lia dengan seksama.
"Aku pikir semuanya terjadi begitu saja. Aku pikir semuanya itu adalah sebuah 'kecelakaan' tapi ternyata mereka sudah merencanakannya dengan baik." ungkap Lia. Dokter Adi tersentak.
"Aku pulang dengan orang yang biasa menjemputku, kami pulang dengan motor yang sama, melewati jalan yang sama, tapi..." Suara Lia mulai terdengar bergetar tapi ekspresi wajahnya tampak datar. Lia mengalihkan pandangannya ke wajah dokter Adi.
"Empat orang berpura-pura menghadang motor yang kutumpangi."
"Berpura-pura?" tanya dokter Adi. Lia mengangguk pelan.
"Mereka membawaku ke gudang yang sudah lama kosong." Ceritanya terhenti, Lia terdiam untuk waktu yang cukup lama. Perlahan wajahnya menampaknya ekspresi marah, nafasnya mulai terdengar tidak beraturan.
"Kalau kamu tidak sanggup menceritakannya, kamu tidak..."
"Aku mengenal mereka semua, dok!" potong Lia.
"Aku mengenal baik mereka!" ulangnya. Nada suara dan cara bicaranya berubah, Lia tampak seperti sedang menahan sesuatu dalam dirinya.
Perlahan kedua tangan Lia bergerak dan mencengkram kedua lengannya, ia seperti orang yang sedang kedinginan, nafasnya menderu, Lia memalingkan pandanganya dan menundukan kepalanya. Dokter Adi menyadarinya, ia mengarahkan tubuh Lia agar menghadap ke arahnya.
"Lia! Lia.. lihat aku!" seru dokter Adi, tapi Lia mengabaikannya matanya malah terpejam dan ia tidak mau menatap dokter Adi. Cengkramannya pada kedua lengannya malah semakin kuat. Dokter Adi menarik kedua tangan Lia hingga melepaskan cengkramannya.
"Lia! Lihat aku!" seru dokter Adi lagi sambil mendongakkan kepala Lia. Perlahan Lia membuka matanya dan menatap kedua mata dokter Adi.
"Aku salah apa? Kenapa mereka berbuat seperti itu?" ucapnya lirih. Tiba-tiba saja tubuh Lia menjadi sangat lemah.
...
Dimas membantu dokter Adi memasang infus di tangan Lia dan menyuntikkan obat. Tiba-tiba saja Lia mengalami demam setelah mencoba menceritakan kejadian yang dialaminya itu kepada dokter Adi.
"Terima kasih, Dim!" ucap dokter Adi.
"Sama-sama, dok. Saya permisi, dok!" pamit Dimas.
"Oh iya, saya boleh minta bantuan sekali lagi, Dim?" tanya dokter Adi tiba-tiba.
"Apa itu, dok?" ucap Dimas balik bertanya.
"Tolong carikan aku semua data yang berkaitan dengan Lia, ya! Biodata lengkapnya, alamat dan nomor telepon keluarganya eem pokoknya semua yang berkaitan dengannya! Tapi yang paling penting alamat dan nomor telepon keluarganya." pinta dokter Adi.
"Baik, dok! Saya akan mencarikannya segera!" seru Dimas.
"Kalau kamu sudah dapat, tolong email-kan ke saya ya?!"
"Siap, dok!"
Dokter Adi kembali duduk di kursi kayu yang ada di samping ranjang Lia. Ia menatap Lia yang tergolek lemah di ranjangnya, matanya tertutup dengan sangat erat. Keringat dingin tampak membasahi kening Lia, dokter Adi mengusap kening Lia dengan handuk kecil.
"Ceritanya belum jelas." batin dokter Adi.
"Apa yang kamu maksud dengan berpura-pura?" gumam dokter Adi pelan. Tangannya perlahan membelai lembut rambut Lia yang berwarna hitam pekat.
"Hal yang paling menyakitkan adalah disakiti oleh orang terdekat." ucapnya dalam hati.
"Emm.. eee.." Lia tampak gusar, jemarinya bergerak-gerak, ia seperti sedang bermimpi buruk. Perlahan dokter Adi menyentuh jari-jari lembut itu dan menggenggamnya erat.
Dokter Adi mencondongkan tubuhnya ke depan, ia mendekatkan bibirnya pada telinga Lia.
"Tidak perlu khawatir, ada aku di sini." bisiknya lembut. Dokter Adi mencoba memberikan sugesti agar Lia bisa lebih tenang dan tangannya kembali membelai rambut Lia dengan lembut.
...
"Kurasa, aku harus menemui keluarga Lia!" ucap dokter Adi.
"Untuk apa?" tanya suster Rina.
"Keluarganya sudah mempercayakan pihak rumah sakit untuk mengobati Lia dengan cara apa pun. Mereka akan menyetujui semua keputusan rumah sakit demi kesembuhan Lia." tukas suster Rina.
"Semalam Lia menceritakan kejadian malam itu dan aku merasa ada yang kurang jelas dari ceritanya. Aku ingin menanyakan apa yang terjadi sejelas-jelasnya." terang dokter Adi.
"Apa kamu perlu bertindak sejauh itu?" tanya suster Rina lagi.
"Maksudmu?" Dokter Adi tampak bingung dengan pertanyaan suster Rina.
"Maksudku begini, kita di sini bertugas untuk mengobatinya bukan untuk menyelidiki kasus kriminal yang menimpanya, kan?! Sudah ada polisi yang menangani kasusnya itu." terang suster Rina.
"Aku butuh informasi lengkap mengenai pasienku dan dari situ baru aku bisa menentukan bagaimana caraku untuk mengobatinya." jelas dokter Adi.
"Bukankah sudah jelas kalau Lia korban dari pelecehan seksual yang dilakukan oleh sekelompok orang." ucap suster Rina.
"Bukan cuma hal itu yang melukai hatinya sampai saat ini, tapi ada hal lain." tukas dokter Adi. Suster Rina terdiam menatap dokter Adi dan dokter Adi pun membalas tatapan suster Rina itu, sesaat mereka hanya saling memandang tanpa suara.
"Bukankah kamu yang menginginkan aku untuk bersungguh-sungguh menyembuhkan Lia?!" ucap dokter Adi. Suster Rina menatap dokter Adi dengan seksama.
"Apa benar niatmu bersungguh-sungguh menyembuhkan Lia hanya karena permintaanku itu?" tanya suster Rina tiba-tiba.
"Jadi, kamu berpikir ada alasan lain di balik ini semua?" ucap dokter Adi balik bertanya. Suster Rina menatap kedua mata dokter Adi seakan mencari kebenaran dari ucapannya.
"Apa kamu cemburu?" tanya dokter Adi pelan.
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Ay Fie
up terus kak di tunggu
2020-07-07
2
Aaura Aryo
Lanjuutt thoorrrr
2020-07-06
2
ᴳᴿ🐅𝐀⃝🥀¢ιмυт🏘⃝Aⁿᵘˢ⍣⃟ₛ ⁶⁰³💘
lanjut thor jangan lama2 upnya
2020-07-06
1