"Suster Rina.." panggil Dimas, salah satu perawat di rumah sakit jiwa itu.
"Yaa.." sahut suster Rina sambil membalikkan badannya ke arah orang yang memanggilnya itu.
"Ada pesan dari dokter Arief, suster Rina diminta untuk segera ke ruangannya." terang Dimas.
"Oh ya.. baik! Terima kasih ya, Mas.." ucap suster Rina.
"Oke.. siip!" sahut Dimas.
Suster Rina segera beranjak menuju ruangan direktur rumah sakit. Kembali dengan langkah cepat ia berjalan agar cepat sampai ke tempat tujuannya. Ia mengatur nafasnya begitu tiba di depan pintu ruangan direktur.
"Tok.. tok.. tok.." Suster Rina mengetuk pintu ruangan direktur dengan pelan.
"Masuuk.." ucap seseorang dari dalam. Perlahan suster Rina membuka pintu itu dan melangkahkan kakinya ke dalam ruangan.
"Selamat sore dok.." Belum sempat ia menyelesaikan sapaannya kepada dokter Arief, ia sudah terkejut lebih dulu melihat seseorang yang berada di hadapan dokter Arief.
"Sore suster Rina.." ucap dokter Arief.
"Rina.." ucap seseorang yang ada di hadapan suster Rina itu.
"A.. Adi.." ucap suster Rina.
"Loh.. kalian sudah saling kenal?!" tukas dokter Arief bingung.
...
"Ini ruangan direktur kami, pak dokter." ucap pak Rama, driver rumah sakit jiwa ini.
"Terima kasih banyak sudah mengantarkan saya sampai sini, pak." ucap dokter Adi berterima kasih kepada pak Rama yang sudah menjemputnya dari bandara dan mengantarkannya sampai di depan pintu ruangan direktur rumah sakit.
"Sudah tugas saya pak dokter.." sahut pak Rama sopan.
"Tok.. tok.. tok.." Pak Rama mengetuk pintu ruangan direktur pelan.
"Silahkan masuk.." sahut seseorang dari dalam ruangan.
"Mari masuk, pak dokter.." ucap pak Rama mempersilahkan dokter Adi untuk masuk. Dokter Adi perlahan masuk ke dalam ruangan itu. Dokter Arief menyambut kedatanganya dengan sangat baik layaknya seorang pahlawan.
"Silahkan duduk dokter Adi!" ucap dokter Arief ramah untuk mempersilahkan dokter Adi untuk duduk. Dokter Adi duduk di kursi yang ada di hadapan dokter Arief.
"Saya mengucapkan terima kasih banyak karena dokter mau datang jauh-jauh ke sini untuk membantu kami di sini." Dokter Arief memulai pembicaraan.
"Sebenarnya sudah lama kami diminta oleh pihak keluarga pasien 208 ini untuk mencarikan dokter khusus yang menangani pasien 208 ini, terakhir dua tahun yang lalu ada dokter yang bersedia tapi hanya bertahan satu minggu karena pasien selalu menolak kehadiran dokter ini.." terang dokter Arief.
"Maaf dokter Arief, apakah pasien 208 ini tidak mempunyai nama?" tanya dokter Adi.
"Maksud dokter Adi?" ucap dokter Arief bingung.
"Dari tadi saya dengar dokter memanggilnya dengan sebutan 'Pasien 208' saya berpikir apakah pasien itu tidak punya nama." tukas dokter Adi. Dokter Arief terdiam sejenak.
"Maaf kalau saya salah, dok, tapi buat saya semua pasien punya hak untuk memiliki nama yang pantas daripada sekedar panggilan 'Pasien 208' karena mereka juga tidak menginginkan takdir yang buruk ini menimpa mereka." ungkap dokter Adi.
"Tidak.. dokter Adi tidak salah sama sekali, saya mohon maaf karena tidak memperlakukan pasien dengan baik." tukas dokter Arief.
"Kebiasaan ini berawal dari dua tahun yang lalu karena dokter yang terakhir menangani pasien memberi nama panggilan seperti itu. Saya terbawa sampai saat ini, saya minta maaf, saya akan lebih memperhatikan para pasien lebih baik lagi dari sekarang." ucap dokter Arief. Suasana di antara mereka menjadi sedikit agak canggung. Dokter Adi memang orang yang tegas dan selalu memegang teguh prinsipnya untuk menghargai setiap pasiennya walaupun pasiennya adalah orang-orang yang menderita sakit atau kerusakan pada mentalnya.
"Tok.. tok.. tok.." Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu yang menyelamatkan mereka dari semua kecanggungan ini.
"Masuuuk.." seru dokter Arief.
Perlahan seorang perawat wanita masuk ke ruangan itu. Dokter Adi mengerutkan keningnya, ia merasa seperti mengenal perawat itu.
"Selamat sore, dok.." sapa perawat itu, ia tampak terkejut dengan sosok dokter Adi yang ada di hadapannya.
"Sore suster Rina.." ucap dokter Arief. Ucapan dokter Arief semakin meyakinkan dokter Adi kalau ia benar mengenal perawat itu.
"Rina.." ucapnya pelan.
"A.. Adi.." ucap perawat itu.
"Loh.. kalian sudah saling kenal?!" tukas dokter Arief bingung.
"Kami..."
"Kami satu sekolah saat SMA, dok" potong suster Rina.
"Waah.. pas sekali ya! Kalian bisa menjadi tim yang hebat." seru dokter Arief.
"Tim?" tanya dokter Adi pelan. Dokter Adi dan suster Rina saling berpandangan.
"Ya dokter Adi, suster Rina adalah perawat yang bertanggung jawab dengan pasien 2.. eeh maksud saya pasien yang akan dokter Adi tangani." terang dokter Arief.
"Suster Rina, ini dokter yang saya bicarakan tadi pagi. Dokter Adi yang sekarang akan menangani pasien itu. Tolong dibantu ya!" pinta dokter Arief kepada suster Rina.
"Baik, dok!" ucap suster Rina.
"Baik, dokter Adi, sekarang saya serahkan semua ke suster Rina ya. Suster Rina yang akan membantu dokter." ucap dokter Arief pada dokter Adi.
"Baik, dok!" sahut dokter Adi. Dari raut wajahnya, dokter Adi tampak sangat bersemangat, entah karena akan menangani pasien baru atau karena suster Rina?!
...
Suster Rina dan dokter Adi berjalan menelusuri lorong rumah sakit menuju kamar nomor 208. Sepanjang perjalanan menuju kamar 208, beberapa kali tampak dokter Adi memandangi suster Rina.
"Aku tidak menyangka kamu jadi perawat di rumah sakit jiwa.." ucap dokter Adi pelan.
"Aku juga tidak menyangka kalau kamu jadi dokter di rumah sakit jiwa.." tukas suster Rina membalikkan ucapan dokter Adi. Dokter Adi tertawa kecil.
"Sejak kapan kamu jadi perawat di sini?" tanya dokter Adi.
"Sudah sekitar 7 tahun." jawab suster Rina singkat.
"Aku senang melihat kamu baik-baik saja dan sekarang aku bisa bekerja sama denganmu di sini.." ucap dokter Adi. Dari wajahnya memang tampak betul kalau dokter Adi sangat bahagia, ekspresinya seperti anak kecil yang mendapatkan apa yang diinginkannya.
"Aku juga akan senang sekali kalau kerja sama kita kali ini tidak sia-sia dan memberikan kesembuhan untuk pasien ini.." seru suster Rina datar. Ia menghentikan langkahnya tepat di depan pintu kamar 208.
"Kamu bisa melihat pasien itu dari sini dulu, kalau kamu sudah siap dengan segala macam respon yang akan diberikan oleh pasien, kamu boleh masuk." terang suster Rina.
Dokter Adi mengintip ke dalam kamar 208 melalui kaca yang ada di pintu kamar. Ia terdiam sejenak dan memperhatikan pasien yang akan ditanganinya itu, seketika wajahnya berubah menjadi serius sepertinya ia sedang menganalisis keadaan pasien tersebut. Melihat ekspresi wajah serius dokter Adi membuat jantung suster Rina berdetak lebih cepat. Dokter Adi bersikap layaknya pria tampan dalam drama korea.
"Cantik!" seru dokter Adi tiba-tiba, ekspresi wajahnya berubah menjadi konyol. Seketika imej tampan yang terbangun baik di benak suster Rina hancur berkeping-keping.
"Hemm..!!" geram suster Rina. Dokter Adi tertawa-tawa kecil.
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Krisna New
ada masa lalu apa dr. adit sma rina
2021-02-19
1
💞🌹fikadiani🌹💞
menarik
2020-11-09
0
Ruby Talabiu
mulai suka thor
2020-10-20
0