Dokter Adi bergegas menuju ruangannya untuk mencatat semua hasil dari pengamatannya terhadap Lia hari ini, tapi ia tidak menuliskan apa saja yang mereka perbincangkan tadi. Di tengah kesibukannya mencatat hasil pengamatannya, tiba-tiba ia teringat dengan rekan setimnya, suster Rina. Dokter Adi meraih ponselnya yang tergeletak di meja kerjanya, ia berniat menceritakan semuanya dengan suster Rina, namun ternyata ponsel suster Rina tidak aktif. Akhirnya ia menyelesaikan pekerjaannya dan beranjak pulang.
Sebelum menuju tempat mobilnya diparkir, dokter Adi menyempatkan untuk mengintip ke kamar nomor 208. Tampak di dalam, Lia sedang duduk di kursi dekat dengan jendela, matanya tertuju pada pemandangan di balik jendela, beberapa kali hembusan angin meniupkan rambut lurusnya. Sesaat dokter Adi tampak larut dengan apa yang sedang dipandangnya itu, namun akhirnya ia tersadar. Dokter Adi menghela nafas panjang dan kemudian berlalu dari tempat itu.
...
Dokter Adi mengendarai mobilnya mengarah ke jalan menuju rumah suster Rina. Ia berharap bisa menemui suster Rina untuk menceritakan semuanya. Dokter Adi memarkirkan mobilnya di sebuah mini market yang dekat dengan lokasi biasanya ia mengantarkan suster Rina. Ia membeli sebotol minuman ringan dan duduk di kursi yang ada di depan mini market itu. Ia memperhatikan rumah-rumah yang ada di sekitarnya itu.
"Yang mana ya kira-kira?" gumamnya pelan.
Dokter Adi menyerah, ia beranjak dari tempatnya dan hendak masuk ke mobilnya, tapi tiba-tiba saja melintas 2 orang siswi SMP. Muncul ide untuk menanyakan rumah suster Rina pada kedua siswi itu.
"Permisi." sapa dokter Adi sopan, sontak kedua siswi itu menghentikan langkah mereka dan menoleh ke dokter Adi.
"Maaf, saya mau tanya. Adik-adik rumahnya di sekitar sini?" tanya dokter Adi pelan. Kedua siswi itu mengangguk.
"Kalian kenal ibu Rina? Ibu Rina Agustina?" tanya dokter Adi lagi. Kedua siswi itu saling berpandangan, lalu seorang di antaranya yang berambut ikal menoleh ke arah mobil dokter Adi di parkirkan sesaat lalu kembali menatap dokter Adi.
"Kami tidak kenal!" jawabnya singkat.
"Tidak kenal ya?!" ucap dokter Adi kecewa.
"Iya. Kami tidak kenal!" ucap siswi berambut ikal itu lagi.
"Baiklah! Terima kasih ya." Dokter Adi menebar senyum manisnya pada kedua siswi itu. Dengan perasaan kecewa ia memasuki mobilnya dan meninggalkan tempat itu.
...
"Bukannya itu nama mamamu, Din?!" tukas Chika dengan suara berbisik. Dina mengangguk.
"Kenapa kamu bilang ga kenal?" tanya Chika.
"Orang tadi itu atasan mamaku, aku ga suka dia mengganggu waktu off mamaku!" terang Dina.
"Mungkin saja dia ada perlu dengan mamamu." Chika berusaha memberi pembelaan untuk orang yang ditemuinya tadi.
"Dia bisa memberitahu mama di tempat kerja besok." tukas Dina. Chika mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu sesaat kemudian mereka berpisah di persimpangan jalan.
"Aku pulang!" seru Dina begitu masuk ke dalam rumahnya.
"Hai sayang, gimana ujiannya?" ucap suster Rina sambil berjalan menghampiri putri cantiknya itu.
"Bisa dong!" sahut Dina bangga.
"Waaah kereeen!" puji suster Rina sambil mengacungkan ibu jarinya pada Dina.
"Sudah sana kamu ganti baju, mama sudah masakan sup kesukaanmu. Ayo kita makan sama-sama!" ajak suster Rina.
"Oke!" seru Dina senang. Dina segera mengganti pakaiannya, membersihkan dirinya dan bergabung dengan suster Rina di meja makan.
Suster Rina mengambilkan nasi untuk putri kesayangannya itu.
"Ma..." ucap Dina pelan.
"Ya?" sahut suster Rina.
"Tadi ada yang menanyakan mama padaku di jalan." ungkap Dina. Suster Rina memberikan piring berisi nasi itu pada Dina.
"Siapa?" tanyanya.
"Orang yang mengantar mama waktu itu." jawabnya singkat. Suster Rina tersentak.
"Dokter Adi maksudmu?" Dina mengangguk pelan.
"Dari mana kamu tahu kalau itu dokter Adi, kan kamu belum ternah bertemu dengannya?"
"Aku melihat mobilnya sama dengan yang mengantar mama waktu itu." ungkap Dina. Suster Rina terdiam. Dina memang anak yang cermat dan sensitif, daya ingatnya juga tinggi.
"Dia tanya kenal ibu Rina Agustina atau ga." terang Dina.
"Lalu kamu jawab?" tanya suster Rina.
"Aku bilang ga kenal."
"Kenapa?"
"Aku ga mau dia menemui mama." aku Dina. Suster Rina menatap Dina sambil menghela nafas panjang.
"Maaf." ucap Dina pelan. Ia menundukkan kepalannya.
"Kamu ga suka sama dokter Adi?" tanya suster Rina pelan. Dina tidak memberikan jawaban dan terus menundukan kepalanya.
"Kalau kamu tidak suka, mama ga akan dekat-dekat dengannya." ucap suster Rina. Dina mendongakkan kepalanya dan menatap wajah wanita yang melahirkannya itu.
"Sudah, sekarang ayo kita makan supnya, nanti keburu dingin." ajak suster Rina. Dan mereka pun mulai menyantap makanan itu.
...
"Terima kasih dokter Adi!" ucap Lia dengan suara berbisik. Suaranya terdengar lembut sekali dan ... Lia tampak tersenyum. Senyuman itu membuat wajahnya terlihat sangat cantik sama seperti di foto yang dokter Adi simpan selama ini. Dokter Adi memegang dadanya, ia merasakan jantungnya berdetak lebih kuat dan cepat dari biasanya.
Dokter Adi tersentak, ia membuka matanya dengan cepat. Ternyata semuanya hanya mimpi, ternyata senyuman Lia itu hanya sebuah mimpi saja, tapi debaran jantungnya itu memang nyata! Dokter Adi melirik ke arah jam yang tergantung di dindingnya.
"Setengah tujuh." gumamnya. Ia bangkit dari tempat tidurnya dan mulai mempersiapkan diri untuk kembali ke rumah sakit. Beberapa kali tampak dokter Adi menguap, sepertinya ia masih mengantuk tapi malam ini ia sangat bersemangat untuk kembali bertemu pasien spesialnya.
...
Dokter Adi berjalan menuju ruangannya menggunakan jalur yang melewati kamar nomor 208. Ia menyempatkan diri mengintip ke dalam kamar itu. Lia tampak masih dalam posisi yang sama dengan pagi tadi ketika ia meninggalkannya, jendela kamarnya pun masih terbuka padahal hari sudah malam.
Dokter Adi berjalan cepat menuju ruang perawat.
"Malam!" sapanya pelan. Seluruh perawat yang ada di dalam ruangan pun menoleh ke arah dokter Adi.
"Yang bertugas mengawasi kamar nomor 208 malam ini siapa ya?" tanya dokter Adi.
"Saya dok!" sahut suster Indah sambil mengacungkan jari telunjuknya.
"Bisa bicara sebentar?" pinta dokter Adi. Suster Indah segera mendekati dokter Adi dan mereka berbincang di luar ruangan.
"Saya mau tanya, itu kenapa ya jendela kamar nomor 208 masih terbuka?" tanya dokter Adi pada suster Indah.
"Tadi pasien yang meminta untuk tidak ditutup jendelanya, dok." terang suster Indah.
"Saya sudah menjelaskan kalau udara malam ini agak dingin tapi pasien tetap memaksa untuk tidak menutup jendelanya, dok." tambahnya.
"Sudah kuduga!" gumam dokter Adi.
"Lalu bagaimana cara pasien memintanya?" tanya dokter Adi penasaran.
"Tadi sewaktu saya mau menutup jendela kamarnya, tiba-tiba pasien memegang tangan saya. Pasien tidak bertindak kasar kog, dok! Pasien menyentuh tangan saya dengan lembut." ungkap suster Indah.
"Lalu ketika saya jelaskan kalau udara malam ini agak dingin, tiba-tiba saja pasien menatap mata saya dan menggelengkan kepalanya. Begitu, dok." lanjutnya. Dokter Adi mengangguk-anggukkan kepalanya, tanda kalau ia mengerti dengan apa yang di ceritakan suster Indah.
"Good girl...!" gumamnya lagi.
"Oke! Terima kasih banyak ya suster Indah!" seru dokter Adi. Ia tampak sangat senang mendengar kalau pasiennya itu sudah mau berkomunikasi baik dengan orang lain.
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Fiki Septiadi
jadi bingung rina apa lia yah yang mantan nya adi ?....
2020-11-11
1
I Love You😍
Nex update thor😋 ditunggu kelnjutannya.
Aku udah ngendaratin Like+rate nih😁
Jangan lupa feedbacknya ke karya akuyang berjudul "Married To Ceo" ✍🏻 ditunggu ya
2020-06-26
0
Cahya
Tambah seru 👍
Jangan lama2 update-nya ya 🙏
2020-06-26
0