ELEMERY
"Mery, kapan kau akan menikah?" tanya sang ibu yang mendesah lelah.
"Mom, jangan membahas hal yang tidak penting itu." ucap Mery, dia memakan roti tawar yang sudah ia olesi selai kacang itu dengan cepat. Mencoba menghindar dari pertanyaan sang ibu yang terus mendesak menikah.
"Elemery, berapa umur mu sekarang? Kau ingin menjadi perawan tua sampai mati?" tanya ibunya kesal.
"Ya seperti nya. Karena aku malas mengurusi hal yang sangat tidak penting itu." ucap Mery, yang bergegas mengambil tasnya. Mengecup pelan dahi sang ibu dan segera pergi untuk bekerja.
"MERY JIKA SAJA ANAK BISA DIBUAT DENGAN DIDOWNLOAD, IBU BIARKAN KAMU KERJA." pekik sang ibu, Neanra.
Dari luar, Mery memutar bola matanya malas. "Apa enaknya menikah? Hanya hal yang membosankan." gumamnya dan masuk kedalam mobil. Dia melajukan mobilnya membelah kota metropolitan itu. Suasana pagi yang sudah disuguhkan oleh keramaian hiruk pikuk kota.
Mata Mery mengedar di depan jalanan yang dia lewati. Sesekali bibirnya menyanyikan lagu kesukaannya. Kepalanya nampak mengangguk dan menggeleng sesuai irama musik yang mengalun merdu lewat indra pendengarannya.
Mobil yang dia kendarai berhenti tepat di basemant kantor. Mery keluar dari sana dengan gaya congkaknya. Elemery desinton adalah seorang kepala keuangan dikantor itu. Mery adalah nama panggilannya. Seakan sangat mencintai pekerjaan nya itu sampai dia enggan untuk menikah.
Bagi Mery, menikah adalah hal yang membosankan. Membuang - buang uang dan sebuah kebodohan. Lingkungan sekitar yang dia lihat, menikah dengan acara mewah mengeluarkan jutaan dolar dan semua berakhir di persidangan perceraian. Itu lah yang membuat Mery enggan menikah.
Hal bodoh yang membuang buang waktu berharganya. Kehidupan rumah tangga sang ibu dan ayahnya sudah cukup membuktikan bahwa pernikahan hanyalah hal konyol yang pernah ada.
"Selamat pagi Mrs." sapa salah satu pengawai. Mery hanya mengangguk dan tetap berjalan dengan gaya congkaknya.
"Welda, Mrs.Merry itu sangat sombong."
"Aku menjadi malas ketika menyapanya." lanjut teman Welda, Reily.
"Semua orang juga akan sombong ketika mereka berada diatas."
"yeah kau benar. Tapi aku merasa tidak suka saja dengan gaya sombong yang Mrs. Merry perlihatkan."
"Sudah lah Reily, kita hanyalah bawahan. Jangan mengurusi gaya atasan kita. Bukankah Mrs. Merry belum menikah? Kenapa kita tidak memanggilnya Miss?"
"Kau ini, wanita itu perawan tua. Memanggilnya Miss bukan kah terkesan seorang anak muda?"
"kau benar Reily.. Sangat disayangkan, wajahnya cantik tapi tidak ada yang mau."
"Bukan tidak ada yang mau, tapi dia terlalu jual mahal."
"Wanita dengan kelas dewa."
"Hahhahha kau ini."
Mery menghembuskan napasnya, sudah kebal rasanya menjadi bahan pembicara para bawahannya. "Cih, aku yang menjadi perawan tua kenapa mereka yang ribut?"
"annoying!" dengusnya. Dan dia masuk kedalam lif.
*********
Mery mendudukan pantatnya dikursi kebesarannya, menjadi kepala keuangan di perusahaan sebesar ini tidaklah mudah bagi Mery. Menaikkan derajatnya di kalangan masyarakat dan membuat mereka yang tidak tahu proses panjang yang telah dia lewati berdecak kagum. Mery mulai sibuk dengan tumpukan dokumen yang ada didepannya.
Tok.. Tok..
Suara pintu yang terketuk, tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar komputer. Mery lantas mempersilahkan seseorang itu masuk.
"Masuk." ucapnya.
Pintu itu terbuka menampilkan sosok Huble, sahabat sekaligus sekretaris yang Mery angkat.
"Good morning spinster." sapa Huble dengan nada mengejek.
"Huble kau ingin gaji mu ku potong? Bagaimana pun aku ini atasan mu." ucap Mery.
"Oh ayolah aku hanya bercanda. Kau ini darah tingginan sekali." ucap Huble. Dia duduk di depan meja Mery.
"ini laporan keuangan minggu kemarin." ucapnya seraya menyerahkan dokumen dokumen setumpuk itu.
"Taruh saja di situ." perintah Mery.
"Huhhffftt..."helaan napas Huble yang terdengar oleh Mery. "Kapan persidangan itu berlangsung?" tanya Mery yang seakan tahu.
"Besok. Kami akan resmi bercerai." ucap Huble. Wanita muda itu mendesah frustrasi. Menenggelamkan kepalanya diantara tangan yang dia lipat.
"Padahal pernikahan kami baru berjalan dua tahun." adu Huble.
"sudah aku bilang, pernikahan adalah hal yang menghambur - hamburkan uang."
"diam lah Mery! Kau itu tidak pernah merasakan jatuh cinta. Pernikahan memang kadang seperti itu, mungkin aku harus mengambil pelajaran dari pernikahan pertama ku ini. "
"kadang? Lihatlah di luaran sana Huble! Bukan hanya kau! Tapi masih banyak lagi. Berapa dolar yang kau habiskan untuk pernikahan megahmu dua tahun yang lalu?"
"Tanpa kau jawab. Aku sudah tahu, pasti tabungan mu terkuras habis."
"aku bekerja mati matian memang untuk menikah. Untuk masa depan ku. Mery ubahlah pola pikirmu. Kau ini sangat keras kepala."
"hal yang paling membahagiakan dalam hidup ini adalah di saat kau bisa membina rumah tangga. Membuat keluarga cemara yang bahagia." lanjut Huble.
"Kau sudah membuktikan nya untuk ku?" tanya Mery.
Huble terdiam. "Lagi lagi kalah dengan mu." ucapnya lirih.
"Huble, pemikiran ku sudah sangatlah benar. Mana yang salah?"
"yang salah itu keras kepala ku Mery sayang." jawab Huble. Dia berdiri, meragukan pakaiannya dan hendak pergi dari ruangan Mery.
"Mery, aku melupakan satu hal yang paling menyenangkan saat kau sudah menikah." ucapnya.
"Bisa bangun pagi, memasak, menyapu, menyiapkan pakaian suami dan become a maid with the title wife."
"Kau ini!!! Itukan tugas seorang istri."
"Sungguh menasihati mu aku harus bersiap bersiap bahan terlebih dahulu."
"Seperti ingin meeting saja." dengus Mery.
"Karena kau mempunyai banyak alasan untuk mengelak. Pantas saja jabatan mu tidak bisa di geser oleh siapapun."
"Jika tidak ada yang ingin kau ucapkan, lebih baik keluar. Pintu keluar tepat di belakang mu."
"Mery kau sangat menyebalkan!" dengus Huble.
"hal yang paling menyenangkan saat sudah menikah adalah berhubungan suami istri. Ohh itu sangat nikmat. Dan perawan tua seperti mu tidak akan tahu bagaimana rasanya." ejek Huble.
"keluar lah Huble. Bisikan setan mu itu sangat mengganggu otakku yang masih suci ini." usir Mery.
"baiklah.... Oh tuhan aku tidak menyangka akan mempunyainya sahabat seorang perawan tua." ucap Huble seiring dia berjalan keluar.
Mery menatap pintu yang tertutup itu dengan helaan napasnya. "Menjadi perawan tua? Memang ada yang salah?"
"Kicauan yang membuat moodku hancur pagi ini." dengusnya.
Mery kembali fokus pada pekerjaannya. Lebih baik menatap masa depan yang sudah jelas daripada harus memikirkan hal bodoh yang akan berujung sebuah air mata. Cinta? Omong kosong mana itu? Cinta hanya akan merengut semua hal yang sudah ada. Hal konyol yang kadang membuat Mery tertawa.
Drettt
Suara telepon kantor yang mengalihkan fokusnya. Mery langsung mengangkat telepon yang sudah jelas berasal dari kepala manajernya.
"Mery, ke ruangan ku sekarang. Bawa berkas berkas keuangan dua bulan ini." ucapnya.
"Baik Mr. Boston."
"Jangan sampai ada yang tertinggal atau cacat. Karena berkas itu akan langsung diberikan pada Presdir"
Dahi Mery terlipat samar, "Saya pastikan tidak akan ada kecacatan." ucap Mery.
Dan telepon itu terputus. "Ada apa ini?" gumamnya.
Sangat lah jarang Presdir muda itu mau mencampuri anak perusahaan yang baginya hanyalah sebutir abu dari kekayaan yang dia miliki.
"Oh Mery apakah bawahanmu melakukan kesalahan?" ucapnya dengan menggigit kuku kuku panjang nya.
BERSAMBUNG....
Sebelumnya, SELAMAT DATANG DI DUNIA IMAJINASI NANAITELIAN 💖 Nikmati cerita ELEMERY, dan terus beri dukungan kepada penulis! agar cerita ELEMERY ini semakin berkembang dan baik kedepannya!
Maaf juga bila ada beberapa penulisan yang salah atau kurang, ini merupakan karya pertama penulis 🙏 penulis akan senantiasa belajar baik ke depannya. Terimakasih 💖 tunggu terus kelanjutan cerita ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Rini Antika
Elemery aku mampir, smg berkenan mampir jg ya ke karyaku..🙏
2022-08-06
1
KaRin
aku mampir kak 😬
2022-07-10
1
Endah Winarni
mampir kak
2022-07-09
1