Suara high heels bersentuhan dengan jubin itu menimbulkan suara merdu yang khas. Dengan rambut yang ia lerai dan tumpukan beberapa berkas di tangannya. Mery berjalan dengan tatapan tajam dan seperti biasa dengan—gaya sombongnya.
Beberapa karyawan maupun orang penting di sana menatap kagum pada sosok cantik yang tengah berjalan menuju ruangan Mr.Boston. Tubuh yang ramping, dan rambut panjang bergelombang dengan warna coklat kehitaman. Wajah Mery itu ayu, bak seorang model asal Rusia. Tak ada celah untuk keburukan di wajah itu.
Lif terbuka, menampilkan seorang pria gagah yang sangat tinggi. Mery tak sempat melihat wajah pria itu, karena dia terlalu fokus pada pikirannya. Mengenai kenapa bos besarnya meminta sendiri berkas keuangan. Karena biasanya cukup pada Mr.Boston saja.
"Maaf nona anda—" ucapnya terputus saat tangan sang atasan memberi isyarat.
Mery mendongak, menatap kesal pria di depannya.
"Bisa 'kah kau segera menyingkir tuan? Tubuh jumbo mu itu menghalangi jalan ku" tandas Mery.
Pria itu nampak mengangguk samar, dan berlalu dari sana. Segera mengikuti sang tuan.
Sedangkan pria yang sudah berjalan duluan itu tersenyum miring. Tatapannya sinis nan tajam, ditambah tubuhnya yang tinggi membuat siapa saja yang menatapnya bergidik ngeri.
"Oh ternyata di atas langit masih ada langit. Aku yang dianggap paling sombong ini, masih ada yang lebih sombong." dengus Mery dan segera masuk ke dalam lif.
***
"Silakan duduk Mery" ucap Mr. Boston mempersilakan. Pria tua itu menatap Mery dengan raut wajah yang membuat Mery risih.
"Bisakah anda menjaga tatapan itu? Saya tidak nyaman" ucap Mery tegas.
Mr. Boston tersenyum. "Sekarang aku tahu apa yang membuatnya suka pada mu" gumamnya pelan.
"Ini berkas keuangan perusahaan, silakan anda cek." Ujar Mery memberikan berkas itu kepada atasannya.
"Sebenarnya, ada hal lain mengapa saya memanggil kamu kemari" ucap Mr.Boston kembali pada aura tegasnya.
Mery yang tengah duduk itu lantas menegakkan punggungnya. Menatap Mr. Boston dengan tatapan tegas.
"Hal lain apa yang ingin ada bicarakan?"
"Mengenai naiknya jabatan mu"
Mery mengangguk. Bukan hal mengejutkan dirinya naik jabatan lagi. Sudah terbiasa. Inilah hasil dari kerja keras Mery.
"Terimakasih, atas kepercayaan anda" jawab Mery.
"Jabatan apa yang akan saya jalankan, Mr?"
"Kamu diangkat menjadi direktur keuangan perusahaan pusat"
Jedarrrr
Mery tak mampu mengatupkan bibirnya. Dia terlampau bahagia. Bagaikan mimpi! Menjadi bagian inti dari perusahaan raksasa ini merupakan berkah tak tertandingi.
"Berkas laporan keuangan yang ku minta ini, untuk di pelajari penganti mu. Selamat Mery! Tetaplah menjadi wanita hebat, saya yakin kamu bisa memberikan dampak luar biasa pada Exanta Group ini." ucapnya mengajak Mery jabat tangan.
Dengan perasaan bahagia tentu Mery menerima jabatan tangan itu. "Terimakasih atas harapan dan tanggung jawab besar ini."
"Silakan kemasi barang-barang mu, karena besok lusa, kamu sudah harus sampai di Jakarta."
"Baik Mr. Saya permisi" pamit Mery dengan aura kedewasaan dan berlalu dari sana.
Di dalam ruangan, Mr.Boston menyandarkan punggung pada kursi kebesarannya.
Drett
"Semua perintah anda sudah saya laksanakan." ujar Mr.Boston singkat dan sambungan telepon itu terputus.
Mr.Boston hanya dapat geleng-geleng kepala. Tanpa di suruh pun posisi itu sangatlah pantas untuk Mery. Tapi, rencana awal Mr.Boston adalah menjadikan Mery pengantinya kelak. Pria tua itu hanya tinggal hitungan jari menemui purna tugasnya. Namun sayang, Mery sudah di boxing duluan oleh bos besar.
***
Dengan segala ***** bengek membujuk sang ibu untuk mengizinkan dirinya kerja jauh, akhirnya mendapatkan izin. Walau dengan segala keterpaksaan dan paksaan.
Dan syarat sang ibu yang meminta calon mantu saat Mery nanti pulang.
"Ingat janjimu, nak. Pulang bawa calon mantu." lagi, kata itu telontarkan.
Mery mendesah lelah. Dengan cara apalagi untuk menjelaskan pada sang Ibu untuk memahami bahwa dirinya enggan menikah.
"Untuk itu aku mungkin tidak yakin bisa menepatinya"
"Mery! Umur mu sudah hampir kepala tiga! Astaga! Mom sendiri tidak bisa membayangkan, kelak bagaimana masa depan mu. Mery, tolong rubah pola pikir mu. Jangan tatap kehidupan oranglain. Hidupmu itu ada di tanganmu, jika kau membutuhkan cermin, bercermin lah pada cermin yang bisa memberi pantulan positifnya!" terang Neanra.
"Mom, aku hidup di dunia ini tidak sendiri. Orang yang mendahului ku seakan adalah patokan. Patokan di mana aku harus bersikap dan menjadikan mereka teladan!. Mereka sendiri yang sudah membuktikan padaku betapa suramnya kehidupan rumah tangga!"
"Dan, kehidupan Mom sendiri pun sudah cukup menyakinkan diriku, bahwa menikah adalah hal konyol yang pernah ada!" desis Mery.
Neanra terdiam, menatap Mery jenuh. "Ya Tuhan! Hatimu itu terbuat dari apa Mery"
"Berangkatlah, kejar apa yang ingin kamu kejar. Mom hanya bisa berdoa dan berharap. Kau bahagia." ujar Neanra.
Tatapan yang tersirat kata lelah itu, mengelus puncak kepala Mery dengan lembut. Melihat dengan jelas betapa cantiknya Mery. Anak yang dia rawat sejak di dalam kandungan kini sudah dewasa. Neanra menyadari itu.
Pola pikirnya terbentuk karena lingkungan yang dia ciptakan. Perceraiannya dengan sang suami lah yang membuat kerasnya hati Mery.
"Mom tidak akan lagi mendesak mu menikah, nak. Jika menikah bukan kebahagiaan mu maka lakukanlah, mom hanya bisa berdoa kau senantiasa bahagia. Bukankah kebahagiaan seorang ibu ada pada kebahagiaan anaknya?"
Mery membisu, lidahnya kelu. Kerongkongannya kering, dadanya terasa amat sesak. Menatap Neanra yang menatapnya sedu. Hati Mery tersentil dengan ucapan ibunya sendiri.
"Mom, terimakasih kau mengerti diriku." lirih Mery.
"Aku akan menikah, tapi tidak sekarang. Jika dengan melihat ku menikah, Mom bahagia. Aku akan melakukannya. Tapi, beri aku waktu. Untuk melupakan segala kenangan pahit yang ku terima selama ini." lanjut Mery.
Neanra pecah akan tangisan. Dirinya memeluk Mery erat. "Pergilah, nak. Mom yakin, di Jakarta adalah takdir mu."
"Dan, selamat ulang tahun Mery sayang. Usiamu genap dua puluh delapan tahun." bisik Neanra.
"Thank you so much, Mom. all love for you"
Itulah obrolan terakhir mereka, sebelum pesawat yang Mery tumpangi lepas landas. Sekitar satu jam setengah pesawat yang ditumpangi nya mendarat mulus di bandar udara internasional soekarno-hatta.
Dengan langkah tegas dan penuh pesona Mery berjalan menelusuri bandara yang besar itu. Kedatangannya di sambut baik oleh utusan dari kantor pusat. Jabatannya yang naik ini, Mery mendapat beberapa fasilitas, berupa mobil dan apartemen.
"Nona Elemery Desinton?" tanyanya sopan.
Mery mengangguk, "Mari Nona, saya utusan dari kantor pusat." ucapnya sopan.
"Terima kasih,"
Mobil itu melaju, membelah ibu kota yang ramai. Membuktikan bahwa kota ini adalah pentolan perekonomian negara. Sebagian besar perusahaan besar menempatkan kantor pusatnya di sini.
"Maaf, pak. Siapa anda?" tanya Mery tenang. Saat melihat arah yang sopir itu kendarai berlawanan arah dengan alamat apartemen.
Senyuman tipis, dapat Mery lihat melalui kaca spion.
"Cepat turunkan saya, belum mobil ini di kejar oleh polisi"
Segala ancaman Mery tidak di kubris. Mery mencoba tenang, walau sebenarnya hatinya cemas. Baru saja menginjakkan kaki sudah mendapat musibah.
"Sepertinya, anda orang yang cukup mempunyainya pondasi kuat" desis Mery melihat ketenangan sopirnya itu.
"Baiklah," desah Mery menyandarkan punggung nya pada kursi mobil yang empuk.
"Toh saya bukan wanita bodoh. Segeralah, karena saya juga ingin tahu apa tujuan tuan mu" Mery menutup mata. Seakan menunjukkan sikap biasa dan tenangnya.
Di lain tempat, orang itu tersenyum licik. Hatinya semakin yakin, bahwa pilihannya tidaklah salah.
"Segera datang, sayang. Aku merindukan mu"
BERSAMBUNG....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Weny Yuniestin
nah siapa thooorrr 🤔🤔
2022-07-09
1
meli meilia
wah.. siapa ya yg lg nantiin Mery..
2022-07-06
1
puji Astutik
sombong amat ni orang
2022-07-06
1