PRAAKK!
Suara benturan jendela dengan dinding karena terkena hempasan angin yang keras, membuat keduanya menoleh bersamaan.
"Ma-maaf." Barra mengendurkan cengkraman tangannya pada leher Jihan. Perlahan ia mundur beberapa langkah dengan tangan meremas rambutnya sendiri.
"Uhuukk ... uhukk." Jihan terbatuk untuk melegakan tenggorokannya yang tersendat. Nafasnya tersengal-sengal bukan hanya sesak karena cekalan tangan Barra, tapi ia juga takut jika hidupnya berakhir sebelum ia berhasil kembali ke dunia nyata.
"Kamu tidak apa-apa?" Saat Barra bergerak mendekat, reflek Jihan mundur selangkah.
"A-aku tidak akan menyakitimu." Barra mengangkat kedua tangannya, berusaha meyakinkan Jihan yang terlihat ketakutan.
"Aku rela melakukan apapun untuk mendapatkan maafmu, Barra ... aku mohon," ucap Jihan seraya duduk tersungkur di lantai.
Matanya melirik ke arah Barra waspada dengan reaksi pria itu yang sewaktu-waktu bisa melukainya seperti tadi.
"Aargghhhh, LUNA!" Barra berteriak keras dan mengacak rambutnya dengan rasa frustasi.
"Aku mencintaimu, Barra," ucap Jihan, "Sangat mencintaimu," tambahnya lirih.
"A-aku ...." Barra menarik Jihan ke dalam pelukannya. Ia merengkuh tubuh Jihan dengan erat, lalu menyelipkan wajahnya di ceruk leher Jihan.
"Maafkan aku, Barra ... aku mencintaimu." Jihan terus mengulang-ulang perkataanya agar masuk ke dalam memori Barra.
Pria itu tidak menjawab perkataan Jihan, ia hanya semakin mengeratkan pelukannya. Jihan merasakan ada aliran hangat di pundaknya ... Barra menangis.
Jihan memberanikan diri melingkarkan kedua tangannya di tubuh Barra. Merasa tidak ada penolakan, Jihan semakin merapatkan rengkuhannya. Ia mencoba mengirimkan perasaan Luna pada Barra.
Pria bertubuh besar itu semakin terisak. Jihan merasakan nyeri yang sangat di dadanya. Ia ikut merasakan apa yang Luna rasakan, kehilangan dan rasa rindu. Keduanya saling mencurahkan rasa lewat pelukan dan tangisan tanpa kata-kata.
Malam itu tidak ada yang spesial mereka lakukan. Mereka melewati malam, hanya dengan saling memeluk di atas ranjang dan tertidur hingga pagi datang.
...❤...
Jihan menggerakan tubuhnya yang terasa kaku, lengan besar milik Barra masih melingkar di perutnya. Ia lantas memutar tubuhnya menghadap pria yang berstatus suami Luna itu.
Dalam jarak yang cukup dekat seperti ini, Jihan bisa melihat lebih jelas guratan ketampanan Barra.
Perlahan kedua mata Barra terbuka, Jihan yang tidak sempat memalingkan wajahnya, seketika terpesona dengan kedua bola mata berwana hijau milik Barra.
Sesaat keduanya saling beradu tatapan mata. Jihan yang terlebih dulu memutus kontak mata antara mereka berdua.
"Aku mau ke kamar kecil," ucapnya seraya mengangkat tangan Barra dari tubuhnya.
Jihan berjalan ke arah kamar mandi dengan diiringi tatapan sendu dari Barra.
Belum lama ia berada di dalam kamar mandi, terdengar ketukan dan suara Barra dari balik pintu, "Aku tunggu sarapan di ruang makan."
Jihan tersenyum di depan cermin, ia merasa selangkah lebih maju sejak situasi semalam. Sikap dan suara Barra pun semakin melunak padanya.
J : B, berapa lama lagi waktuku?
B : Satu minggu anda di sini, sama dengan satu hari di dunia nyata.
J : Aku sudah hampir dua minggu menjadi Luna, berarti sudah dua hari aku terbaring koma?
B : Benar, Nona.
J : Aku ingin melihat tubuhku, B. Apa boleh?
B : Baiklah, tapi bukan saat ini. Saya akan bawa melihat tubuh anda, jika misi hampir berhasil.
J : Pegang janjimu, B
Jihan berjalan keluar kamar dengan rasa percaya diri, namun langkahnya semakin melambat saat melihat Barra berlutut di depan Violet.
...❤❤...
Mampir di sini juga yuk
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Sandisalbiah
Violet marah.. dan Barra lagi mengemis maaf pd nya.. 🙄🙄
2023-12-11
0
Red Velvet
hadehh, benar2 menyesakkan dada nih... 😣
2023-03-30
0
moerni🍉🍉
misteriiii😎😎😎
2022-05-17
1