Suara langkah kaki terdengar semakin mendekat, Jihan memperbaiki posisi duduknya membelakangi pintu kamar. Ia harus terlihat seolah-olah sangat sedih.
Ketukan pintu mulai terdengar dan nama Luna dipanggil oleh Barra. Jihan pura-pura tidak mendengar, ia harus memastikan jika Barra menemukannya sedang bersedih.
Suara pintu terbuka, suara berat Barra terdengar sedikit kesal memanggil nama Luna. Jihan masih bertahan di posisinya, jemarinya mengusap foto-foto di pangkuannya.
"Aku memanggilmu, Luna," tegur Barra yang sudah berdiri di belakang tubuhnya.
"Ah, Barra maafkan aku tidak mendengarmu." Jihan menyusut air mata palsunya, dari sudut matanya ia melihat jika Barra memperhatikan album foto yang terbuka di pangkuannya.
"Sedang apa kau?" tanyanya dingin.
"Mmm, hanya ... mengenang masa lalu," ucap Jihan pelan lalu mengusap foto saat Luna berulang tahun.
"Pulang," lanjutnya datar.
"Hah?" Jihan menatap Barra seolah tak mengerti.
"Kemasi barangmu, pulang ke mansionku."
"Kamu ingin aku kembali ke mansiomu, Barra? tidak ... tidak, aku tidak mau merepotkanmu Barra." Jihan berdiri dari duduknya, album foto yang ada di pangkuannya terjatuh ke lantai.
Barra mengambil sebuah foto yang jatuh terpisah dari albumnya. Jihan melirik reaksi perubahan wajah Barra saat melihat foto yang sengaja ia jatuhkan. Foto Luna saat berulang tahun ke 17 dan pipinya dicium oleh Barra.
"Maaf." Jihan mengambil foto dari tangan Barra setelah puas melihat raut wajah Barra yang berubah menjadi sendu.
"Ayo, pulang," ulang Barra setelah berhasil menguasai perasaannya.
"Maaf Barra a---"
"Aku suamimu dan aku minta kamu ikut pulang denganku malam ini." Barra berkata dengan sangat tegas.
"Sayang, biarlah. Mungkin Luna masih belum ingin jauh dari ayahnya dan juga ...." Violet menggantung kalimatnya dan menatapnya penuh arti.
"Siapa yang kau maksud, Vio?" tanya Jihan jengah.
"Bukan siapa-siapa." Violet tersenyum seolah perkataannya itu tidak ada artinya. Namun tidak dengan Barra, pria itu menatapnya dengan tajam.
"Kenapa kamu tidak ingin pulang ke mansionku?"
"Bukankah kamu sendiri yang sudah mengusirku? Aku hanya tak ingin dianggap sebagai pembawa sial di mansionmu, Barra."
"Kalau begitu, aku yang memintamu untuk kembali pulang malam ini," ucap Barra pelan.
"Baiklah, seorang istri memang harus menuruti semua keinginan suami. Bukan begitu?"
Violet memandang Jihan dengan kesal lalu berbalik menuju pintu diikuti dengan Barra di belakangnya.
"Dengan satu syarat." Ucapan Jihan menghentikan langkah Barra dan Violet.
"Aku datang ke mansionmu sebagai istri, maka aku berhak diperlakukan juga sebagai istri."
Violet melangkah cepat ke arah Jihan, "Apa maksudmu?" tanyanya garang.
"Aku hanya ingin diperlakukan adil dan sewajarnya." Jihan menatap Barra penuh permohonan, ia tidak menganggap Violet yang sudah ingin menerkam dirinya.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Barra.
"Sayaang??" Violet menoleh pada Barra tidak setuju, tapi Barra seolah tidak memandang padanya. Matanya lurus tertuju pada Jihan.
"Apa yang kau lakukan pada Violet, aku juga ingin. Apa yang kau berikan pada Violet, aku juga berhak." Barra memicingkan mata mendengar permintaan Jihan.
"Aku tidak mengerti," ucap Barra.
Jihan menarik nafas panjang, "Dimulai dengan tidur ... aku dan Violet bergantian menemanimu dalam kamar," ucap Jihan dengan suara tersendat. Ia sendiri merasa gila sudah mengusulkan sesuatu hal yang berbahaya.
"Baiklah," ucap Barra setelah berpikir sejenak.
"Sayaang?!" Suara Violet semakin meninggi.
"Cepatlah berkemas," ujar Barra lalu melangkah keluar kamar meninggalkan Violet yang memandangnya dengan raut wajah tak setuju.
"Dasar wanita ular, tak akan kubiarkan Barra jatuh ketanganmu!" Violet mendorong tubuh Jihan lalu segera keluar kamar menyusul Barra.
"Barra sudah jatuh ketanganku, Vio ... hanya menunggu kamu di depak keluar dari kehidupan Barra," ucap Jihan pelan, tentunya saat Violet sudah tidak terlihat lagi dalam kamar.
...❤...
"Ini kamarmu." Barra membuka pintu yang berada di seberang kamar Violet.
Jihan memperhatikan isi kamar yang kurang lebih sama luasnya dengan kamar di mansion ayahnya.
"Pelayanmu nanti akan tinggal di rumah belakang bersama para pelayan dan pengawalku," lanjutnya.
"Di sini ada kamar pelayan? bukan di kamar tempatku dulu?" tanya Jihan heran, karena ia baru tahu jika pelayan dan pengawal Barra disediakan tempat tinggal di mansion ini.
"Bukan, ruangan itu akan kembali jadi gudang," ucap Barra ringan.
SIA*LAN jadi kemarin aku dan Millie ditempatkan di gudang?
"Terima kasih, Barra." Jihan melangkah masuk ke dalam kamar.
"Mmm ... untuk pembagian waktu antara kamu dan Violet akan aku pi---"
"Aku mengerti, Barra, tidak perlu merasa terbebani. Kamu memperlakukanku seperti ini, aku sudah sangat bahagia sekali," potong Jihan cepat.
Saat dalam perjalanan menuju mansion milik Barra, Jihan sibuk memutar otaknya bagaimana meralat permintaannya, tanpa membuat Barra dan Violet curiga.
Memang Luna dan Barra adalah sepasang suamj istri yang sah, tapi untuk sekarang yang ada di dalam tubuh ini adalah dirinya, bukan Luna. Apa jadinya jika ia yang masih belum pernah tersentuh oleh pria, merasakan hubungan suami istri yang bukan seharusnya.
Barra menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan. Sejenak keningnya terlipat dan ada guratan kekecewaan sedikit yang Jihan tangkap.
"Bagus kalau begitu," ucap Barra datar, "Selamat beristirahat."
"Terima kasih, selamat beristirahat juga untukmu dan Violet," sahut Jihan.
"Lukamu tidak apa-apa?" tanya Barra saat pintu kamar hampir tertutup sepenuhnya.
"Sudah membaik, terima kasih," ujar Jihan cepat. Ia sudah tidak sabar ingin menutup pintu dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
"Baiklah." Barra mengangguk dan menatapnya seolah tidak ingin mengakhiri percakapan.
Dugaanku tidak salah, Barra dan Luna awalnya saling mencintai. Walaupun aku tidak pernah punya pacar, tapi tatapan Barra itu sama persis dengan pemeran utama pria di film romantis yang aku lihat.
B : Anda menemukan sesuatu, Nona?
J : Ya. Barra mencintai Luna. Jihan berkata dengan sangat yakin
B : Sudah ku kira anda sangat cerdas, Nona
J : Lalu apa yang terjadi dengan mereka?
B : Anda harus berusaha lebih keras karena waktu anda semakin sempit.
J : Apa maksudmu waktuku semakin sempit?!
B : Apa saya belum mengatakan jika tubuh anda di dunia nyata mengalami pendarahaan di kepala, dan tubuh anda saat ini sedang koma
J : APA??! Jihan terlonjak dari duduknya. Maksudmu a-aku akan mati?? ... B!! jawab aku!
B : Anda tidak akan mati, jika berhasil menyelesaikan misi tepat pada waktunya. Namun jika terlalu lama, saya khawatir tubuh anda di dunia nyata tidak bisa bertahan lebih lama.
Tubuh Jihan merosot ke lantai, ia menangis dan meraung ketakutan.
J : Kenapa hal seperti ini tidak kamu katakan di awal, B? aku takuuutt, aku mau pulang B, tolong akuu ... aku menyesal ... maafkan akuuu." Tangis Jihan semakin terdengar menyedihkan.
B : Maaf, Nona. Anda masih punya banyak waktu, jangan khawatir. Anda seorang wanita yang kuat dan cerdas, karena itu anda terpilih.
...❤...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Sandisalbiah
semangat Ji.. jd kan petunjuk dr si B, sebagai penambah semangat mu buat menyelesaikan misi.. dan Barra... jika dulu dia pernah cinta pd Luna.. mungkin ada campurtangan si licik Vio yg membuat kalian saling menjau..
2023-12-11
0
Red Velvet
Cerita ini mengajarkanku untuk berhati2 dlm berucap, dan juga jgn sombong. Takut nanti masuk ke novel juga kaya Jihan😬
2023-03-30
0
Mr. NickName
aku makin penasaran. smngat kak❣
2022-05-15
0