Langit Kota Yongji bersemburat merah jingga. Lembayung sudah tiba, matahari sudah ingin membenamkan diri. Jalan dipenuhi lentera yang terang, menggantung di tiang-tiang tinggi dan gapura. Orang-orang yang menyenangi kehidupan dan suasana malam mulai hilir mudik, berganti tugas dengan mereka yang bekerja pada siang hari. Ramai.
Wei Linglong berhasil keluar istana dengan aman setelah mengelabui para penjaga. Lewat token pelayan milik Xiaotan, Wei Linglong menipu para penjaga dengan penampilan dan perkataannya. Dia berkata bahwa dia adalah pelayan Selir Chun, diminta pulang kampung karena orang tuanya sakit dan sudah mendapat izin dari Selir Chun sendiri. Para penjaga itu kemudian membiarkannya pergi karena ikut merasa prihatin.
Tidak ada yang curiga kalau dia adalah Selir Chun itu sendiri. Mungkin, para penjaga sudah terlalu lelah bekerja hingga tidak mau mempersulit orang. Bisa jadi mereka tidak terlalu familiar dengan keluarga kerajaan hingga mereka tidak bersikap waspada hingga Wei Linglong bisa keluar tanpa hambatan.
Dia hanya perlu pergi. Setelah keluar dari istana, dia akan bersembunyi di suatu tempat hingga Murong Qin tidak bisa menemukannya. Wei Linglong wanita mandiri, dia sudah terbiasa bepergian seorang diri. Selain itu, dia juga membawa uang. Mudah baginya untuk mencari tempat tinggal dan mengisi perut.
Dia baru saja kabur dari istana.
Dia adalah selir yang melarikan diri.
Di tengah jalan, Wei Linglong menghentikan langkahnya. Pemandangan malam di Kota Yongji yang notabenenya sebuah ibukota kekaisaran di zaman kuno begitu menakjubkan. Bintang-bintang di langit berkerlip, bulan juga menggantung sempurna. Di sisi kanan dan kirinya terdapat berbagai lapak pedagang yang masih buka.
Jalanan yang ramai membuatnya terpesona. Lentera-lentera yang menyala menjelma menjadi lampu ajaib yang bersinar menerangi malam. Gedung-gedung bertingkat ramai dikunjungi orang. Di sini, Wei Linglong merasakan aura kebebasan yang memancar dari segala arah.
“Ternyata seperti ini suasana malam di kota kuno!”
Wei Linglong bersorak untuk dirinya sendiri. Dia berhasil keluar dari sangkar emas sebelum pemilik sangkarnya menerkamnya. Wei Linglong hanya perlu menemukan sebuah tempat untuk bersembunyi. Akan tetapi, sekarang dia harus mengisi perutnya terlebih dahulu. Dia berjalan cukup jauh hingga energinya terkuras. Bunyi perutnya bahkan sudah terdengar berkali-kali.
Dia berdiri di sebuah gedung berlantai dua yang diterangi banyak lentera. Suara musik yang keras terdengar ke luar. Banyak orang datang ke sana dalam beberapa tampilan. Wajah mereka tampak bahagia, hanya saja kebanyakan laki-laki. Di depan pintu masuk, ada beberapa wanita cantik berpakaian bagus menyambut mereka.
Seorang wanita berumur tiga puluh lima tahunan datang mengampiri Wei Linglong. Rambutnya disanggul, dihiasi beberapa jepit rambut khas. Di tangannya terdapat sebuah kipas. Pakaian wanita itu cukup bagus tapi terlalu tipis untuk wanita seusianya. Masa bodo, itu mungkin trend di zaman kuno.
Senyum sumringah di wajah wanita itu menyambutnya. Di depan gedung bertuliskan “Paviliun Baihua”, wanita yang cantik tersebut memberinya beberapa pertanyaan. Wei Linglong sama sekali tidak menaruh curiga apapun pada wanita yang berbicara di hadapannya.
“Nona, apa yang sedang kau cari?”
“Ah, nyonya, boleh aku bertanya? Apakah di gedung ini ada makanan?”
“Nona lapar?”
“Aku membawa uang. Aku lihat, gedungmu sangat ramai. Makanan di dalam sana pasti sangat enak!”
“Nona datang dari mana?”
“Aku? Dari sebelah sana,” tunjuk Wei Linglong ke arah yang merujuk pada jalan menuju istana. Wanita tiga puluh lima tahun berpikir Wei Linglong mungkin datang dari luar kota karena dia membawa buntelan kain dan penampilannya begitu sederhana.
“Apa nona ingin makanan enak? Di dalam sana ada banyak, aku bisa memberimu makanan gratis.”
“Wah, nyonya baik sekali. Siapa namamu?”
“Panggil aku Nyonya Wang saja.”
Wei Linglong terpukau ketika dia menginjakkan kaki ke dalam gedung. Kain-kain panjang menjuntai menghiasi sebuah panggung bundar di depan sana. Ada beberapa penari wanita yang cantik sedang meliuk-liukkan tubuh mereka di hadapan banyak orang.
Kursi-kursi dipenuhi tamu yang kebanyakan laki-laki. Di setiap kursinya selalu ada satu atau dua wanita yang menyertai. Pelayan gedung yang membawa makanan dan kendi-kendi juga hilir mudik. Alunan musik juga membuat suasana terasa semakin meriah.
“Nyonya, bisnismu sepertinya sangat baik ya.”
“Nona bisa saja. Mari,”
Nyonya Wang membawa Wei Linglong ke lantai atas. Di lorong-lorong yang memanjang, dia sayup-sayup mendengar suara-suara aneh antara laki-laki dan wanita dari beberapa ruangan yang pintunya tertutup. Selain restoran yang menyajikan pertunjukan di atas panggung, gedung ini ternyata menyediakan ruangan pribadi juga.
Dua wanita itu kembali berjalan. Wei Linglong beberapa kali berpapasan dengan pria berjubah bagus yang menatapnya penasaran dan penuh minat. Setiap kali berpapadan, Wei Linglong akan berkata dalam hatinya, menyerukan kata “orang aneh” pada mereka. Bagaimana tidak, pria-pria yang berpapasan dengannya kebanyakan dalam keadaan mabuk.
Setelah berjalan cukup lama, Nyonya Wang menyuruh Wei Linglong masuk ke sebuah ruangan di ujung lantai atas. Beberapa wanita cantik kemudian masuk menyusul, menutup pintu dan membicarakan beberapa kata kepadanya. Setelah itu, Wei Linglong disuguhi berbagai makanan enak. Dia sama sekali tidak curiga, sama sekali tidak menyadari apa yang sudah menjeratnya kali ini.
Sementara itu, di Istana Yanxi yang berkilau, Murong Qin baru saja menyelesaikan mandi mewahnya. Dia baru selesai berpakaian ketika Kasim Liu memberitahunya kalau Xiaotan memintanya bertemu sekarang juga. Pelayan itu bahkan menerobos masuk dan memukuli penjaga saking terburu-burunya.
Di aulanya, Murong Qin menatap Xiaotan yang sedang panik.
“Ada apa?”
“Yang Mulia, tolong! Nyonyaku belum pulang!”
“Dia pergi ke mana?”
Xiaotan menggeleng. Air mata menggenang di sudut matanya.
“Hamba tidak tahu karena nyonya tidak memberitahu.”
“Xiaotan, apa Selir Chun mengatakan sesuatu sebelum dia pergi?” Kasim Liu mencoba membantu mencari penjelasan.
Xiaotan tampak berpikir. Apa yang dikatakan Wei Linglong sebelum pergi?
“Tadi saat nyonya menerima hadiah, dia berjongkok di depan peti. Lalu, dia membuka lemari dan membungkus pakaian. Nyonya bilang, dia harus lari. Nyonya juga mendoakan agar hamba punya majikan baru yang lebih baik darinya,” jawab Xiaotan.
“Apa lagi yang dia katakan?”
“Saat hamba bertanya, dia bilang ada urusan. Dia juga meminta hamba menutup mata dan tidak boleh membukanya sebelum nyonya memerintahkannya. Oh, dia juga melompat lewat jendela.”
Kasim Liu terkejut. Murong Qin bukan lagi. Pria itu mengusap wajahnya dengan kesal sambil menghela napas berat. Pernyataan eksplisit Xiaotan sudah cukup memberi mereka penjelasan yang menerangkan bahwa: Wei Linglong telah melarikan diri dari istana!
Apa yang sebenarnya dipikirkan oleh wanita itu? Apakah dia merasa bersalah dan takut telah menyinggung Ibu Suri dan Permaisuri Yi hari itu? Ataukah dia merasa tidak nyaman karena Murong Qin memberinya banyak hadiah? Tetapi, alasan yang tidak diketahui tersebut membuat Murong Qin merasa kesal. Bisa-bisanya wanita itu melarikan diri!
“Yang Mulia, tolong bantu hamba menemukan nyonya. Dia ceroboh, hamba takut dia telah menyinggung orang dan diculik. Nyonya tidak terlalu hapal jalan, hamba takut dia tersesat di hutan dan dimakan serigala. Yang Mulia, hamba mohon temukan nyonya,” pinta Xiaotan sambil menangis. Dia bahkan bersujud di hadapan Murong Qin, memohon dengan sangat agar Murong Qin membantunya.
“Jaga istana!”
“Yang Mulia, apa yang Yang Mulia lakukan?”
“Aku akan mencarinya sendiri.”
Kasim Liu tampak keberatan. Hari sudah malam, penjagaan di istana juga ketat. Kaisarnya pergi malam hari, memang sedikit beresiko. Meskipun sering bepergian, tetapi keluar tanpa persiapan sangatlah berbahaya. Di luar sana, ada banyak orang jahat yang menginginkan kematiannya. Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi kepadanya?
Kasim Liu menyadari kalau Murong Qin tidak bisa dibantah. Kasim Liu hanya bisa pasrah ketika Murong Qin menarik tali kuda, meninggalkan Istana Yanxi lewat pintu belakang bersama Komandan Bu. Di aula, dia diminta menjaga Xiaotan hingga Murong Qin kembali.
Dalam sekejap, Murong Qin tiba di tengah Kota Yongji. Di atas kudanya yang gagah, matanya menelusuri wajah setiap orang yang dia lihat, memastikan apakah di antara mereka ada wajah Wei Linglong atau tidak. Murong Qin memiliki keyakinan kalau wanita itu belum pergi jauh. Di belakangnya, Komandan Bu juga ikut membantunya. Setiap kedai terbuka di pinggir jalan tidak luput dari pengawasannya.
Murong Qin tidak datang sendiri, melainkan membawa pasukan. Pasukan yang dia bawa adalah pasukan elit yang dilatih secara khusus olehnya, bertugas melindunginya dan mengerjakan tugas rahasia. Bisa dibilang, pasukan elit ini adalah pasukan rahasia yang misterius. Mereka diperintahkan ikut mencari Wei Linglong dengan cara membaur bersama penduduk. Seperti Murong Qin, para pasukan elit juga pandai menyamar.
“Pengacau kecil, di mana kau?” tanyanya pada diri sendiri. Hari sudah semakin malam, tetapi orang yang dicari belum ditemukan. Murong Qin ingin berteriak, memerintahkan semua orang berkumpul di lapangan untuk diperiksa. Akan tetapi dia tidak bisa melakukannya. Tindakan itu terlalu gegabah.
Semua gedung sudah diperiksa. Semua orang juga sudah ditanya. Tidak satu pun dari mereka yang tahu ke mana perginya Wei Linglong. Wanita kecil seperti hilang ditelan bumi. Murong Qin hendak berbalik, namun urung karena dia mendengar beberapa pemuda berbicara perihal sesuatu.
“Kau mau pergi ke Pavilun Baihua? Kudengar, ada wanita cantik yang baru datang.”
“Orang baru? Mungkin belum terlalu pandai.”
“Mereka bilang wanita itu seperti bidadari. Nyonya Wang benar-benar pandai menemukan orang. Dia merubah rumput liar di jalanan menjadi bunga yang sangat indah.”
“Dia dari jalanan?”
“Aku tidak tahu. Katanya, dia menunjuk ke arah sana,” ucap salah seorang pemuda, menunjuk ke jalan menuju istana.
“Mungkin dari luar kota. Tapi, aku tetap penasaran.”
“Ayo, kita lihat seperti apa rupa dia!”
Murong Qin mendapat petunjuk baru. Paviliun Baihua? Wanita baru? Dari luar kota tetapi malah menunjuk jalan menuju istana? Sepertinya ada sesuatu yang aneh. Murong Qin lalu meminta Komandan Bu mengikutinya ke Paviliun Baihua. Hanya tempat itulah yang belum diperiksa karena Murong Qin sangat anti terhadap tempat-tempat seperti itu.
Dia terpaksa menginjakkan kakinya di gedung Paviliun Baihua. Musik dan tarian erotis disertai bau arak membuat suasana di dalam sana begitu memuakkan. Hingar bingarnya mungkin menjadi sarang yang nyaman untuk para lelaki hidung belang, tetapi tidak bagi pria berkuasa yang memegang tampuk kekuasaan tertinggi seperti dirinya. Betapa tidak, Paviliun Baihua adalah rumah bordil alias tempat pelacuran!
Saat masuk pun, Murong Qin langsung risih karena beberapa wanita penghibur menghampirinya. Untung saja Komandan Bu membantunya menyingkirkan mereka. Jika tidak, Murong Qin mungkin sudah menghunuskan pedangnya ke leher para wanita itu.
Di panggung yang lain, Nyonya Wang berdiri dengan genit. Di sampingnya, Wei Linglong juga berdiri dalam busana khas rumah bordil. Wajahnya yang cantik dipoles dengan bedak tipis dan pemerah bibir. Dia seperti bulan purnama. Walaupun begitu, ekspresinya justru menyiratkan sebaliknya. Wei Linglong kebingungan karena Nyonya Wang menyuruh para wanita mendandaninya, kemudian membawanya ke atas panggung.
Murong Qin yang melihatnya langsung memerah. Amarahnya memuncak ke ubun-ubun. Dia menatap tajam Wei Linglong yang sedang kebingungan. Kerumunan pria hidung belang diterobos. Begitu sampai di depan panggung, Murong Qin berhenti. Wajah dinginnya membuat beberapa orang yang melihat langsung ketakutan.
“Wei Linglong, apa kau sudah selesai bersenang-senang?”
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Ayu Riri
d'bilang pintar tp msh jg d'bodohi sm mucikari....😅
2023-08-12
1
Wanda Wanda i
dasar bodoh
2023-01-08
2
fifid dwi ariani
trus ceria
2022-10-20
0