FRAGMEN 14: SISI LAIN

“Yang Mulia, siapa Tuan Bai? Mengapa kau mengunjungi makamnya?”

“Penasihat pribadiku.”

Wei Linglong melihat ekspresi sedih yang tertahan di wajah Murong Qin. Orang yang dipendam di dalam tanah ini kemungkinan adalah pejabat kesayangannya. Tidak mungkin tidak begitu. Murong Qin tidak akan jauh-jauh datang kemari mengunjungi makam seseorang jika orang itu bukan orang penting. Meskipun pejabat, Wei Linglong tahu tidak semuanya bisa mendapatkan kehormatan berupa kunjungan dari Kaisar Mingzhu.

Angin berhembus pelan, menepuk pundak Wei Linglong yang terbuka. Murong Qin masih membisu di tempatnya berdiri. Entah apa yang ada di dalam kepalanya saat ini.

Wajahnya tampak sedih, tetapi berusaha tegar agar orang lain tidak melihatnya. Wei Linglong tiba-tiba berdecak, mengejek tingkah Murong Qin yang lebih mementingkan image dan harga dirinya dibanding perasaan hatinya sendiri. Apa semua politikus harus seperti ini?

Kalau mau menangis, maka menangis saja. Toh di sini tidak akan ada orang yang mengejeknya. Di tempat ini hanya ada dia, Murong Qin dan satu orang kusir saja. Tidak ada pelayan istana, kasim, prajurit, atau mata-mata Istana Dalam yang mengawasi Murong Qin. Pohon dan ranting juga tidak akan membocorkannya karena mereka tidak bisa bicara.

“Dia pejabat terbaik yang pernah kupunya.”

“Ah sayang sekali umurnya tidak panjang.”

“Mengapa kau ikut menghela napas?”

“Lalu apakah aku harus menari di depan makam pejabatmu dan di depan Yang Mulia?”

Benar-benar tidak bisa ditebak!

Murong Qin membersihkan dedaunan yang menutupi fengshui makam Tuan Bai dengan tangannya. Nisan yang berlumut dia bersihkan hingga tulisannya terlihat dengan jelas.

Huruf kuno bertuliskan “Bai Li, Penasihat Pribadi Kaisar Mingzhu” kini dapat dibaca dengan jelas. Wei Linglong ikut membantu membersihkan karena dia sungguh tidak tahu apa yang harus dia lakukan.

Setelah cukup bersih, Murong Qin kembali mematung. Otaknya dipenuhi dengan berbagai masalah ruwet yang membuatnya ingin muntah berkali-kali. Kegelisahannya beberapa hari ini terasa tumpah. Ingin sekali dia mengungkapkan semua benalu yang tumbuh melilit hatinya. Ada sebuah simpul kusut yang menahan dia untuk mengungkapkan segalanya.

“Paman Bai, apa kau sudah bertemu ibu dan ayahanda di sana?”

“Hei, orang mati mana bisa bertemu orang mati yang lain. Yang Mulia, hal seperti ini saja kau tidak tahu?”

Murong Qin berdecak.

“Bisakah kau jangan menganggu suasana?”

“Oh benar, kau sedang bersedih.”

“Paman, apa yang harus kulakukan sekarang? Wilayah utara mengalami bencana sepanjang tahun. Istana ingin mengirimkan bantuan, tapi sangat rentan karena para menteri begitu sensitif.”

Murong Qin menceritakan semua masalah yang tengah dihadapinya kepada nisan Tuan Bai. Komunikasi satu arah yang dilihat Wei Linglong membuat dia kebingungan harus melakukan apa. Di sini, di hutan ini, hanya ada Murong Qin saja yang dia kenal.

Dia ingin pergi mengusir rasa suntuk selagi menunggu Murong Qin, namun khawatir tersesat dan tidak tahu jalan pulang. Lama kelamaan, keluhan yang disampaikan Murong Qin di depan makam Tuan Bai Li membuat Wei Linglong tertegun. Jadi, hanya karena masalah ini pria itu mengajaknya datang kemari?

Wei Linglong tidak habis pikir mengapa pria dewasa seperti Murong Qin malah bertingkah seperti seorang anak kecil yang malang di situasi ini. Apalagi dia seorang Kaisar, penguasa daratan dan lautan Dinasti Yuan. Pria dewasa biasanya selalu bisa menyelesaikan masalah sendiri tanpa banyak berkata. Kebanyakan bahkan tidak suka bercerita perihal kesulitan yang sedang diderita.

Apakah beban di pundaknya benar-benar terlalu berat?

Rasa simpati sempat hinggap di hatinya. Akan tetapi, mengingat bagaimana cara pria itu memperlakukannya hari ini, rasa simpati itu langsung hilang terbawa angin musim gugur. Wei Linglong malah semakin kesal karena Murong Qin bersikap seolah dia tidak ada dan tidak terlihat. Pria itu begitu asyik berbicara dengan makam penasihatnya yang mungkin tidak bisa mendengar semua kata-katanya.

Lewat tengah hari, pria itu baru selesai dengan aktivitasnya. Wei Linglong bernapas lega, akhirnya penderitaannya selesai juga. Kakinya sudah kesemutan karena duduk terlalu lama. Saat berdiri, pasokan darah ke otaknya mengalami sedikit masalah hingga dia sedikit oleng. Untung saja ada jubah Murong Qin yang dia tarik hingga keseimbangannya kembali normal.

Kusir pengendali kereta kuda datang beberapa saat kemudian. Di tengah perjalanan kembali ke istana, Wei Linglong dan Murong Qin sama-sama diam. Pria itu duduk bersandar pada bilik kereta tanpa mengindahkan seorang gadis muda yang telah menghela napas berkali-kali di depannya. Murong Qin begitu sunyi sejak kembali dari makam Tuan Li. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.

Wajah cemberut Wei Linglong tidak bisa disembunyikan. Perempuan itu tidak pandai menyembunyikan ekspresi hingga apa yang dia rasakan akan tergambar jelas dari raut wajahnya. Hari sudah siang, tetapi bahkan pria ini sama sekali tidak menganggapnya ada.

“Kusir, berhenti!”

Kereta kuda berhenti. Di persimpangan jalan, Wei Linglong melompat turun dari kereta. Murong Qin yang tengah terdiam ikut bangkit saat menyadari selirnya telah keluar dari kereta. Di persimpangan tersebut, dia bisa melihat empat jalan besar yang dipadati penduduk

Wei Linglong berjalan dengan rok terangkat menuju sebuah kedai makanan di pinggir jalan. Dia duduk di kursi paling depan yang berhadapan langsung dengan jalan utama. Pemilik kedai menghampirinya, lalu menanyakan makanan apa yang ia inginkan. Di sisinya, Murong Qin ikut duduk namun tidak menyebutkan menu.

Satu mangkuk bubur datang beberapa saat kemudian. Wei Linglong makan dalam diam. Perutnya yang sudah keroncongan dari pagi tadi sekarang mulai terisi kembali. Syukurlah, cacing-cacing di perutnya tak akan mendemonya lagi.

“Apa makanan seperti ini sangat lezat?” tanya Murong Qin.

“Kau tidak tahu, ya? Street food is the best hunger buster. Kau tidak memberiku makan, apa kau mau aku pingsan di tengah jalan?”

“Apa kau selalu seperti ini?”

“Apanya yang seperti ini?”

“Cara bicara dan cara makanmu.”

“Siapa yang peduli?”

“Tingkahmu tidak mirip seorang selir.”

“Bukankah sudah kukatakan kalau aku tidak mau jadi selir? Sejak kapan aku setuju menjadi selirmu?”

“Lalu apa yang kau inginkan?”

“Kau penasaran?”

“Tidak.”

Pria tidak konsisten seperti Murong Qin lama kelamaan membuat Wei Linglong jengah. Tatapannya tidak lepas dari mangkuk bubur kecil yang kini sudah hampir kosong. Satu mangkuk saja tidak cukup, dia ingin menambahnya lagi. Akan tetapi, sebanyak apapun dia makan bubur, perutnya akan tetap tidak puas.

“Yang-Tuan, tolong bayarkan makananku,” perintah Wei Linglong pada Murong Qin. Betapa terkejutnya pria itu saat dia diminta membayar tagihan makanan seorang perempuan.

“Kenapa? Apa jangan-jangan kau tidak membawa uang?”

“Ada.”

Tiga keping perak disodorkan pada si pedagang. Merasa puas, Wei Linglong kemudian bangkit dan berjalan tanpa menunggu Murong Qin. Ini kali keduanya keluar istana, dia harus baik-baik menggunakan kesempatan ini untuk menghirup udara segar dan melihat-lihat keadaan ibukota di zaman kuno. Kali ini, dia tidak perlu takut dihukum karena dia keluar secara legal bersama Kaisar.

Pemandangan anakronistik yang begitu nyata terpampang jelas di depan matanya. Sebelumnya dia tidak terlalu memperhatikan setiap detail dari pasar kota ini akibat kesibukannya dalam berdebat bersama pelanggan saat menjual teratai. Setelah diperhatikan baik-baik, semuanya terasa sangat unik dan menarik.

Murong Qin mengikutinya dari belakang. Tingkah laku selirnya seperti seekor burung yang baru lepas dari kandangnya. Murong Qin akui dia memang sama sekali tidak tahu seperti apa kehidupan Wei Linglong sebelum masuk istana.

Bisa saja dahulu kehidupannya sangat bebas seperti seekor burung yang suka terbang di udara. Kemudian, malah terkurung di dalam istana yang bisa semua situasi dan kondisinya sering berubah tanpa bisa diprediksi.

Dia sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada dirinya. Selama ini, dia hanya sering bepergian sendiri, atau bersama Komandan Bu saat sedang dalam penyamaran. Kasim Liu saja tidak dia bawa, lalu mengapa dia mengajak Wei Linglong yang sebelumnya tidak dia kenal sama sekali?

“Nona, belilah sepasang gantungan ini. Kulihat nona dan kekasih nona sangat cocok,” ucap seorang pedagang gantungan giok.

“Kau bilang apa? Kekasih? Dia?”

Pedagang itu mengangguk antusias.

“Dia bukan kekasihku. Dia itu pamanku.”

Si pedagang membelalakan mata.

“Tapi, usia nona dan tuan sepertinya tidak berbeda jauh.”

“Kemari. Dia putra bungsu nenekku.”

Si pedagang hanya bisa mengangguk-ngangguk. Masa bodoh, yang terpenting dagangannya laku terjual.

“Paman, berikan aku uang.”

Murong Qin menghela napas sekali. Gadis tidak bisa ditebak itu sudah membuatnya mengeluarkan uang dua kali. Jika seperti ini, dia benar-benar tampak seperti seorang paman yang sedang mengajak bermain keponakan kecilnya. Wei Linglong sungguh gadis yang ajaib. Statusnya masih seorang selir dan Murong Qin adalah suami sekaligus Kaisar Mingzhu, seharusnya dia masih bisa mengingat itu hingga menjaga batasan. Akan tetapi, Wei Linglong justru memperlakukannya seperti seorang manusia biasa.

Mata Wei Linglong bersinar cerah. Dua gantungan giok berwarna biru berhasil dia dapatkan. Bentuknya belah ketupat dengan hiasan rumbai-rumbah sepanjang dua pulu sentimeter berwarna abu-abu. Tali pengaitnya berwarna senada. Kemudian, dia menggantungkannya di pinggangnya. Satu lagi dia berikan kepada Murong Qin.

“Aku tahu gantungan murahan seperti ini tidak berarti bagimu. Akan tetapi, karena kau yang membayarnya, aku harus membaginya denganmu.”

Murong Qin hanya pasrah. Wei Linglong kembali berjalan sambil bersenandung. Pada beberapa tempat yang dia lewati, dia akan berhenti sebentar untuk melihat adakah sesuatu yang bisa menarik matanya. Jika ada, dia akan menyurug Murong Qin membayarnya. Jika tidak ada, dia akan kembali menjelajah.

Matahari sudah bergerak ke arah barat. Sebentar lagi senja, tetapi gadis itu masih tidak ingin pulang. Dia berputar-putar mengelilingi jalan kota, menjelajah seperti seorang pengembara yang baru sampai di tempat baru. Cara berjalannya tidak seperti seorang wanita. Cara dia berinteraksi dengan orang lain pun tidak biasa. Dia memandang semuanya sama, siapapun dia dan apapun kastanya.

“Paman, berikan aku uang lagi,” pintanya pada Murong Qin.

“Untuk apa?”

“Ayolah. Berikan sedikit uangmu padaku.”

“Kau sudah menghabiskan banyak uangku.”

“Yang Mu-Tuan Muda, tidak boleh pelit pada istri sendiri.”

Di dalam hatinya, Wei Linglong justru tertawa puas. Dia menyukai situasi seperti ini. Murong Qin sudah membuatnya kesal dari pagi tadi, jadi dia harus membayarnya dengan menyenangkan hatinya. Menghabiskan sekantong uang sepertinya bukan masalah besar karena pria itu sangat kaya.

Murong Qin akhirnya memberikan sekantong uang pada Wei Linglong. Tidak ingin terus-terusan dimintai uang seperti seorang orang tua, maka lebih baik dia memberikan semuanya saja. Terserah dia akan membeli apa. Yang terpenting, gadis itu berhenti memanggilnya dengan sebutan paman.

Wei Linglong menghampiri seorang pedagang bakpau. Asap dari kukusan bakpau mengepul ke udara, menebarkan aroma khas dari roti kukus tersebut. Setelah berbicara beberapa kata, dia menyerahkan beberapa keping uang kepada si pedagang, lalu memanggil beberapa anak kecil berpakaian lusuh dengan wajah kusam ke sana. Kukusan bakpau dibuka. Pedangang tadi membantunya mengeluarkan bakpau ke baki, lalu disodorkan kepada anak-anak itu.

“Makanlah. Pelan-pelan.”

Murong Qin berdiri tak jauh dari sana. Bibirnya menyunggingkan senyum yang sangat tipis. Anak-anak lusuh tersebut sepertinya adalah para yatim piatu yang terlantar. Dulunya, daerah ini pernah dijadikan tempat penampungan pengungsi dari kota sebelah. Anak-anak itu mungkin datang dari sana.

Dia berjalan mendekat. Lengan baju Wei Linglong ditarik, kemudian dia berkata,

“Pulang.”

Wei Linglong belum mau pergi. Dia masih ingin melihat anak-anak ini kenyang.

“Pulang.”

“Baiklah, baiklah. Bos, tetap berikan anak-anak ini makan. Tagihannya kau berikan saja pada kediaman Adipati Jing. Bilang kalau Wei Linglong yang menyuruhmu.”

Si pedagang bakpau mengangguk. Beberapa detik kemudian, pedagang tersebut baru menyadari sesuatu. Gadis tadi bilang, kediaman Adipati Jing? Wei Linglong?

“Nona adalah….”

Sayang sekali saat pedagang bakpau menyadari identitas nona, dia sudah hilang.

...***...

...Kalau Murong Qin jadi paman Linglong kayaknya cocok juga ya. Jadiin paman aja ya, jangan suami? Setuju nggak? ...

Terpopuler

Comments

Fifid Dwi Ariyani

Fifid Dwi Ariyani

trudberkarya

2024-01-29

0

fifid dwi ariani

fifid dwi ariani

trus bahagia

2022-10-19

0

kadang bingung sendiri dengan tingkah ajaib linglong

2022-05-20

1

lihat semua
Episodes
1 FRAGMEN 1: HARI UNTUK LINGLONG
2 FRAGMEN 2: ISTANA DINGIN
3 FRAGMEN 3: INGIN KEMBALI
4 FRAGMEN 4: AKAR TERATAI DUA JUTA DOLAR
5 FRAGMEN 5: ANAK KECIL YANG MANIS
6 FRAGMEN 6: BERTEMU KAISAR
7 FRAGMEN 7: IDENTITAS YANG TERBONGKAR
8 FRAGMEN 8: ISTANA BARU
9 FRAGMEN 9: KISAH PERMAISURI PERTAMA
10 FRAGMEN 10: KEDATANGAN TAMU
11 FRAGMEN 11: UNDANGAN PERJAMUAN
12 FRAGMEN 12: MENOLAK TERLIBAT
13 FRAGMEN 13: LATAR BELAKANG
14 FRAGMEN 14: SISI LAIN
15 FRAGMEN 15: SELIR PENGANGGURAN
16 FRAGMEN 16: HADIAH PERJAMUAN
17 FRAGMEN 17: GAGAK YANG KEHILANGAN SUARA
18 FRAGMEN 18: PAVILIUN BAIHUA
19 FRAGMEN 19: MEMBAWANYA PULANG
20 FRAGMEN 20: MENYANGKAL TUDUHAN
21 FRAGMEN 21: BERPIKIR
22 FRAGMEN 22: MULAI BERTINDAK
23 FRAGMEN 23: SOSOK PANGERAN
24 FRAGMEN 24: TERKENA MARAH
25 FRAGMEN 25: MEMULAI PERJALANAN
26 FRAGMEN 26: NILAI KESEDERHANAAN
27 FRAGMEN 27: SUNGAI BEKU JIANGZHOU
28 FRAGMEN 28: DESA KECIL JIANZHU
29 FRAGMEN 29: MALAM MUSIM DINGIN DI JIAZHU
30 FRAGMEN 30: MEMULAI PEMBANGUNAN
31 FRAGMEN 31: KETIDAKSEDERHANAAN IDENTITAS
32 FRAGMEN 32: ANTARA KEHORMATAN DAN KEJUTAN
33 FRAGMEN 33: TIDAK BISA TENANG
34 FRAGMEN 34: MENGAKHIRI PERJALANAN
35 FRAGMEN 35: SURAT PEMBERITAHUAN
36 FRAGMEN 36: RACUN TUJUH WARNA
37 FRAGMEN 37: TAMU DARI NEGERI LAIN
38 FRAGMEN 38: KEJUTAN DI AWAL MUSIM SEMI
39 FRAGMEN 39: DUA WANITA
40 FRAGMEN 40: RATU LI ADALAH SAUDARAKU
41 FRAGMEN 41: MENGANCAM TANPA MENYENTUH
42 FRAGMEN 42: ARENA BERPASIR
43 FRAGMEN 43: SAMPAI JUMPA LAGI
44 FRAGMEN 44: LANGKAH KAKI MISTERIUS
45 FRAGMEN 45: HAMPIR KEHILANGAN DIA
46 FRAGMEN 46: TIDAK BISA MENUTUP MATA
47 FRAGMEN 47: PERINGATAN KECIL
48 FRAGMEN 48: TIDAK SADAR
49 FRAGMEN 49: RUANG RAHASIA DAN PERASAAN TIDAK KARUAN
50 FRAGMEN 50: TUGAS SUCI DARI YANG MULIA
51 FRAGMEN 51: BAJAK MEMBAJAK
52 FRAGMEN 52: MASUK JEBAKAN
53 FRAGMEN 53: SERANGAN BALASAN
54 FRAGMEN 54: BELAJAR MEMAHAMI
55 FRAGMEN 55: SEBUAH PENOLAKAN
56 FRAGMEN 56: MEMBERIKAN POSISI
57 FRAGMEN 57: RAHASIA TUJUH TAHUN
58 FRAGMEN 58: PROFESOR QIN
59 FRAGMEN 59: OPERASI SAPU BERSIH
60 FRAGMEN 60: ORANG YANG HARUS WASPADA
61 FRAGMEN 61: PENJAHAT TAK TERSENTUH
62 FRAGMEN 62: MENGHAJAR PRIA TAMPAN
63 FRAGMEN 63: KETIKA PERASAAN ITU DATANG
64 FRAGMEN 64: BERPURA-PURA
65 FRAGMEN 65: DIA TERLUKA
66 FRAGMEN 66: MEMELUKNYA
67 FRAGMEN 67: BERMAIN TRIK
68 FRAGMEN 68: ORANG YANG LEBIH PINTAR
69 FRAGMEN 69: TANGAN BERTUAH
70 FRAGMEN 70: DARAH TAK BERTUAN
71 FRAGMEN 71: OPERASI SAPU BERSIH (2)
72 FRAGMEN 72: MENANGKAP PENJAHAT CANTIK
73 FRAGMEN 73: MEREBUT NAGA EMAS YUAN
74 FRAGMEN 74: LONGQIN
75 FRAGMEN 75: LONGQIN DALAM PURNAMA
76 FRAGMEN 76: PENYAKIT RINDU
77 FRAGMEN 77: KENCAN MUSIM PANAS
78 FRAGMEN 78: DI BALIK LAYAR
79 FRAGMEN 79: KEANEHAN
80 FRAGMEN 80: BADAI BARU
81 FRGAMEN 81: TIDAK BAIK
82 FRAGMEN 82: HANYA KAMU
83 FRAGMEN 83: LAPORAN PERANG
84 FRAGMEN 84: ADU STRATEGI
85 FRAGMEN 85: MENUNDA RENCANA
86 FRAGMEN 86: MALAM KELAM
87 FRAGMEN 87: HAMPIR KALAH
88 FRAGMEN 88: DUA SITUASI
89 FRAGMEN 89: MEDAN YANG SESUNGGUHNYA
90 FRAGMEN 90: MELON KEBERUNTUNGAN
91 FRAGMEN 91: BERITA UNTUK KAISAR
92 FRAGMEN 92: TRIK
93 FRAGMEN 93: SERGAPAN
94 FRAGMEN 94: HADIAH PERTEMUAN
95 FRAGMEN 95: MENGAIS RINDU
96 FRAGMEN 96: KEKHAWATIRAN SEPERTI PISAU BERMATA DUA
97 FRAGMEN 97: SATU LANGKAH LEBIH DEKAT
98 FRAGMEN 98: LICIK YANG SESUNGGUHNYA
99 FRAGMEN 99: DALANG SEMUA DALANG
100 FRAGMEN 100: MENUAI KARMA
101 SIDE STORY 1: LIKE A DREAM
102 SIDE STORY 2: FORECAST
103 SIDE STORY 3: SOMETHING ELSE
104 HALO KARYA BARU!
105 Mampir Dulu Yuk!
106 Pengumuman
Episodes

Updated 106 Episodes

1
FRAGMEN 1: HARI UNTUK LINGLONG
2
FRAGMEN 2: ISTANA DINGIN
3
FRAGMEN 3: INGIN KEMBALI
4
FRAGMEN 4: AKAR TERATAI DUA JUTA DOLAR
5
FRAGMEN 5: ANAK KECIL YANG MANIS
6
FRAGMEN 6: BERTEMU KAISAR
7
FRAGMEN 7: IDENTITAS YANG TERBONGKAR
8
FRAGMEN 8: ISTANA BARU
9
FRAGMEN 9: KISAH PERMAISURI PERTAMA
10
FRAGMEN 10: KEDATANGAN TAMU
11
FRAGMEN 11: UNDANGAN PERJAMUAN
12
FRAGMEN 12: MENOLAK TERLIBAT
13
FRAGMEN 13: LATAR BELAKANG
14
FRAGMEN 14: SISI LAIN
15
FRAGMEN 15: SELIR PENGANGGURAN
16
FRAGMEN 16: HADIAH PERJAMUAN
17
FRAGMEN 17: GAGAK YANG KEHILANGAN SUARA
18
FRAGMEN 18: PAVILIUN BAIHUA
19
FRAGMEN 19: MEMBAWANYA PULANG
20
FRAGMEN 20: MENYANGKAL TUDUHAN
21
FRAGMEN 21: BERPIKIR
22
FRAGMEN 22: MULAI BERTINDAK
23
FRAGMEN 23: SOSOK PANGERAN
24
FRAGMEN 24: TERKENA MARAH
25
FRAGMEN 25: MEMULAI PERJALANAN
26
FRAGMEN 26: NILAI KESEDERHANAAN
27
FRAGMEN 27: SUNGAI BEKU JIANGZHOU
28
FRAGMEN 28: DESA KECIL JIANZHU
29
FRAGMEN 29: MALAM MUSIM DINGIN DI JIAZHU
30
FRAGMEN 30: MEMULAI PEMBANGUNAN
31
FRAGMEN 31: KETIDAKSEDERHANAAN IDENTITAS
32
FRAGMEN 32: ANTARA KEHORMATAN DAN KEJUTAN
33
FRAGMEN 33: TIDAK BISA TENANG
34
FRAGMEN 34: MENGAKHIRI PERJALANAN
35
FRAGMEN 35: SURAT PEMBERITAHUAN
36
FRAGMEN 36: RACUN TUJUH WARNA
37
FRAGMEN 37: TAMU DARI NEGERI LAIN
38
FRAGMEN 38: KEJUTAN DI AWAL MUSIM SEMI
39
FRAGMEN 39: DUA WANITA
40
FRAGMEN 40: RATU LI ADALAH SAUDARAKU
41
FRAGMEN 41: MENGANCAM TANPA MENYENTUH
42
FRAGMEN 42: ARENA BERPASIR
43
FRAGMEN 43: SAMPAI JUMPA LAGI
44
FRAGMEN 44: LANGKAH KAKI MISTERIUS
45
FRAGMEN 45: HAMPIR KEHILANGAN DIA
46
FRAGMEN 46: TIDAK BISA MENUTUP MATA
47
FRAGMEN 47: PERINGATAN KECIL
48
FRAGMEN 48: TIDAK SADAR
49
FRAGMEN 49: RUANG RAHASIA DAN PERASAAN TIDAK KARUAN
50
FRAGMEN 50: TUGAS SUCI DARI YANG MULIA
51
FRAGMEN 51: BAJAK MEMBAJAK
52
FRAGMEN 52: MASUK JEBAKAN
53
FRAGMEN 53: SERANGAN BALASAN
54
FRAGMEN 54: BELAJAR MEMAHAMI
55
FRAGMEN 55: SEBUAH PENOLAKAN
56
FRAGMEN 56: MEMBERIKAN POSISI
57
FRAGMEN 57: RAHASIA TUJUH TAHUN
58
FRAGMEN 58: PROFESOR QIN
59
FRAGMEN 59: OPERASI SAPU BERSIH
60
FRAGMEN 60: ORANG YANG HARUS WASPADA
61
FRAGMEN 61: PENJAHAT TAK TERSENTUH
62
FRAGMEN 62: MENGHAJAR PRIA TAMPAN
63
FRAGMEN 63: KETIKA PERASAAN ITU DATANG
64
FRAGMEN 64: BERPURA-PURA
65
FRAGMEN 65: DIA TERLUKA
66
FRAGMEN 66: MEMELUKNYA
67
FRAGMEN 67: BERMAIN TRIK
68
FRAGMEN 68: ORANG YANG LEBIH PINTAR
69
FRAGMEN 69: TANGAN BERTUAH
70
FRAGMEN 70: DARAH TAK BERTUAN
71
FRAGMEN 71: OPERASI SAPU BERSIH (2)
72
FRAGMEN 72: MENANGKAP PENJAHAT CANTIK
73
FRAGMEN 73: MEREBUT NAGA EMAS YUAN
74
FRAGMEN 74: LONGQIN
75
FRAGMEN 75: LONGQIN DALAM PURNAMA
76
FRAGMEN 76: PENYAKIT RINDU
77
FRAGMEN 77: KENCAN MUSIM PANAS
78
FRAGMEN 78: DI BALIK LAYAR
79
FRAGMEN 79: KEANEHAN
80
FRAGMEN 80: BADAI BARU
81
FRGAMEN 81: TIDAK BAIK
82
FRAGMEN 82: HANYA KAMU
83
FRAGMEN 83: LAPORAN PERANG
84
FRAGMEN 84: ADU STRATEGI
85
FRAGMEN 85: MENUNDA RENCANA
86
FRAGMEN 86: MALAM KELAM
87
FRAGMEN 87: HAMPIR KALAH
88
FRAGMEN 88: DUA SITUASI
89
FRAGMEN 89: MEDAN YANG SESUNGGUHNYA
90
FRAGMEN 90: MELON KEBERUNTUNGAN
91
FRAGMEN 91: BERITA UNTUK KAISAR
92
FRAGMEN 92: TRIK
93
FRAGMEN 93: SERGAPAN
94
FRAGMEN 94: HADIAH PERTEMUAN
95
FRAGMEN 95: MENGAIS RINDU
96
FRAGMEN 96: KEKHAWATIRAN SEPERTI PISAU BERMATA DUA
97
FRAGMEN 97: SATU LANGKAH LEBIH DEKAT
98
FRAGMEN 98: LICIK YANG SESUNGGUHNYA
99
FRAGMEN 99: DALANG SEMUA DALANG
100
FRAGMEN 100: MENUAI KARMA
101
SIDE STORY 1: LIKE A DREAM
102
SIDE STORY 2: FORECAST
103
SIDE STORY 3: SOMETHING ELSE
104
HALO KARYA BARU!
105
Mampir Dulu Yuk!
106
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!