Sejak dia tersadar dan mengalami kelaparan beberapa hari lalu, Wei Linglong selalu memikirkan cara agar dia bisa segera pulang ke tempat asalnya. Lingkungan yang sepi dan asing serta tidak nyaman ini sangat bertolak belakang dengan kepribadiannya yang menyukai warna-warna cerah dan suasana yang ramai.
Di sini, dia hidup hanya bersama seorang pelayan. Tidak ada teman, tidak ada kenalan yang lain. Tempat tinggalnya begitu terpencil dan sunyi, terutama di malam hari. Hanya lampu temaram dan suara cicak di dinding kayu yang bobrok yang menemani tidurnya. Jatah makan yang biasa tiga kali sehari kini hanya bisa sehari sekali hingga Wei Linglong kerap merasa lapar.
“Xiaotan, sebelum aku bangun, apa yang terjadi?” tanya Wei Linglong pada Xiaotan. Sejak dia bangun, dia belum tahu apa yang terjadi pada pemilik asli tubuh ini sampai dia dan ‘dia’ yang lain menempati tubuh yang sama. Lebih tepatnya, Wei Linglong yang menempati tubuh ‘Wei Linglong’ yang lain.
“Nona sakit saat baru sampai di Istana Dingin. Kita tidak punya kenalan, maka tidak ada tabib yang datang dan memeriksa kemari. Aku juga sudah melapor pada Kasim Du, tapi dia bilang pelayanan mewah seperti itu tidak berlaku untuk para wanita yang dibuang ke Istana Dingin.”
Bibir Wei Linglong otomatis mengerucut. Cih, zaman ini benar-benar kejam. Wanita yang dibuang ke Istana Dingin bukankah tetap manusia? Mengapa mereka begitu kejam sekali? Bahkan jika kesalahan wanita tersebut sangat fatal, apakah dia tidak pantas diperlakukan sebagai manusia? Di masa depan saja ada pengadilan banding untuk meminta keringanan hukuman, apa di zaman ini perlindungan hukum bukan hak semua orang?
“Lalu apa aku bangun hari itu?”
Xiaotan mengangguk cepat.
“Nona sudah tidur selama beberapa hari. Aku pikir, aku pikir nona sudah tidak tertolong. Langit ternyata masih mempunyai mata. Dia membuat nona bangun kembali.”
Bukan langit yang punya mata, tapi jiwa dari dunia lain yang masuk ke tubuh wanita ini!
Tidak ada jalan lain. Dia harus kembali ke masa depan. Wei Linglong pernah mendengar kalau dua jiwa berbeda zaman yang mengalami perjalanan waktu dan bertukar tubuh bisa kembali ke dunia masing-masing saat mati atau berada di ambang kematian. Karena itulah, Wei Linglong meminta Xiaotan memberinya sebuah pisau.
Wei Linglong ingin memotong nadi tangannya, tapi dia ragu saat pisau di tangan kanannya menyentuh kulit pergelangan tangan kirinya. Memotong nadi pasti akan membuatnya kehilangan banyak darah. Wei Linglong tidak suka darah, dia punya trauma melihat darah saat bibinya kecelakaan beberapa tahun lalu. Tidak, cara ini terlalu ekstrim.
Saat Xiaotan pergi, Wei Linglong mencoba kembali dengan seutas tali kain. Dia menggantungnya di pilar langit-langit, kemudian naik ke atas kursi. Kain yang sudah diikat dia kenakan pada lehernya. Kedua tangannya menahannya hingga kain tersebut tidak bersentuhan langsung dengan kulitnya.
“Tidak. Gantung diri terlalu kejam. Nanti napasku jadi sesak.”
Wei Linglong melepas seutas tali kain dan melemparnya ke samping tempat tidur. Dia juga menggeser kursi kembali ke tempatnya. Dua cara yang dia coba sama sekali tidak cocok dengan gayanya. Lehernya bisa merah jika dia menggantungkan tubuhnya di sana.
Dia memikirkan cara lain. Di kamarnya, dia mencari benda yang bisa membuatnya mati tanpa rasa sakit. Wei Linglong menemukan sebuah belati tajam, kemudian menyimpannya kembali karena belati sama saja dengan pisau. Ah, bagaimana jika dia membenturkan kepalanya ke dinding atau tiang? Wei Linglong mengambil ancang-ancang. Dia berlari ke arah tiang, tapi berhenti saat kepalanya hampir menyentuh tiang tersebut. Tidak bisa. Kepalanya bisa benjol jika dibenturkan dengan keras dan pasti berdarah.
“Xiaotan! Xiaotan!” panggil Wei Linglong. Xiaotan muncul dari balik pintu.
“Ada apa, Nona?”
“Apa kita punya benda yang bisa membunuh orang?”
“Nona, kau mau membunuh siapa?”
“Bukan itu maksudku. Hanya untuk berjaga-jaga.”
“Hm. Kita tidak punya benda seperti itu. Tapi, mungkin ada satu benda yang fungsinya sama.”
Mata Wei Linglong berbinar. Ada sedikit harapan berpendar di hatinya.
“Benda apa itu? Cepat katakan padaku!”
“Beberapa hari lalu Kasim Du memberi sebuah botol berisi racun tikus. Dia bilang, di sini banyak tikus dan kecoak. Jadi, dia menyuruhku untuk menggunakannya.”
“Cepat berikan padaku!”
Xiaotan mengorek-orek laci di bawah meja tua. Sebuah botol tanah liat berwarna cokelat kemudian diserahkan kepada Wei Linglong. Botol tersebut adalah botol racun tikus dari Kasim Du. Isinya adalah bubuk berwarna putih yang diracik dari tumbuhan-tumbuhan beracun yang difermentasi dan dikeringkan lalu dikemas dengan hati-hati. Xiaotan belum sempat menggunakannya karena terlalu sibuk mengkhawatirkan kesehatan majikannya.
“Pergilah.”
Xiaotan yang polos meninggalkan Wei Linglong tanpa tahu apa yang akan dilakukan oleh majikannya itu. Di pikirannya sama sekali tidak terlintas prasangka kalau racun tikus tersebut akan digunakan untuk mengakhiri hidup. Xiaotan hanya mengira kalau Wei Linglong pasti membutuhkannya karena banyak tikus yang mengganggunya di malam hari.
Setelah menerima botol tersebut dari Xiaotan, Wei Linglong tanpa ragu langsung membukanya dan menaburkannya ke atas sebuah mantou jatah makannya hari ini. Baunya sangat menyengat hingga Wei Linglong terpaksa menutup hidung. Racun tikus ini memiliki aroma yang kuat daripada pestisida yang biasa digunakan untuk membasmi hama tanaman.
Pestisida? Wei Linglong tiba-tiba teringat pada kejadian yang membuatnya koma. Bukankah tikus termasuk hama yang biasa dibasmi? Kalau begitu, sifat dari racun ini juga sama dengan sifat dari pestisida. Wajah Wei Linglong tiba-tiba masam. Dia tidak mau merasakan sakit seperti saat keracunan pestisida di dunia modern.
“Tidak bisa. Aku sudah pernah merasakan sakitnya keracunan karena pestisida.”
Wei Linglong membuang mantou berisi taburan racun tikus ke halaman lewat jendela. Matanya yang penuh keputusasaan menatap sayu pada pohon persik besar yang tumbuh di samping istananya. Pohon persik itu seperti sedang menertawakannya yang plin-plan memilih cara untuk mengakhiri hidup. Lebih tepatnya, pohon persik itu menertawakan harapan Wei Linglong yang mengira bisa kembali ke masa depan jika dirinya mati.
“Jika lompat dari pohon, nanti tubuhku hancur. Kalau membuat keributan dan dihukum pukul, nanti aku bisa cacat. Hah, kenapa ingin mati saja sangat sulit sekali?”
Wei Linglong sangat putus asak arena tidak dapat menemukan cara yang tepat untuk mati. Dia ingin kembali tanpa harus merasakan sakit di tubuhnya. Rupanya, Wei Linglong tidak punya keberanian yang besar untuk mencoba. Dia terlalu takut dan tidak percaya diri karena dia hanya manusia biasa di kehidupan masa depannya. Andai saja dia seorang tantara militer atau mafia, mati tidak akan menjadi persoalan yang sulit diatasi.
Untuk menenangkan pikirannya, Wei Linglong keluar dari kamarnya. Dia meminta Xiaotan untuk menemaninya jalan-jalan sebentar. Wei Linglong ingin menenangkan dirinya dulu setelah mengeluh sepanjang hari. Siapa tahu setelah dia berjalan-jalan, dia menemukan inspirasi cara bunuh diri yang bagus.
Wei Linglong dan Xiaotan mengelilingi halaman Istana Dingin yang luas ditumbuhi rumput liar. Tempat ini memang tidak pernah dibersihkan dengan baik hingga terlihat seperti bangunan terbengkalai yang sudah bertahun-tahun ditinggalkan. Rumput-rumput itu tumbuh subur di musim gugur, pertanda bahwa tanah tempat tumbuhnya sangat bagus.
Udaranya segar karena masih alami, tidak tercemari polusi seperti asap pabrik dan asap kendaraan. Paru-parunya terasa lebih nyaman dan tubuhnya lebih segar karena pasokan oksigen sangat cukup masuk ke dalam organ pernapasannya. Meski kesehariannya di masa depan tidak lepas dari tumbuhan dan sayuran, tapi suasananya benar-benar berbeda.
Sampai di tepi kolam yang airnya bening, Wei Linglong baru menghentikan langkahnya. Kolam di depannya cukup besar namun tampak tidak terawat. Di sekitar kolam tumbuh banyak teratai yang berbunga indah, seakan tidak mempedulikan lingkungan sekitar yang seperti mengejeknya.
Kolam bening tersebut cukup luas. Letaknya di belakang bangunan utama Istana Dingin. Tidak ada jembatan di atas kolam itu. Kemungkinan, danau ini adalah danau yang terbentuk secara alami dan airnya berasal dari hujan dan mata air yang muncul di bagian utara. Beberapa ekor burung walet terbang di atasnya. Sesekali meluncur untuk membasahi sayap dan bulu tubuhnya lalu terbang kembali.
Wei Linglong menemukan ide. Danau adalah tempat berair yang banyak diceritakan sebagai media bertukarnya jiwa dari alam yang berbeda. Mengapa dia tidak mencobanya saja? Jika Wei Linglong menceburkan diri ke dalam danau, mungkin dia hanya akan kehabisan napas dan kepalanya terisi air. Itu tidak akan terlalu sakit bila dibandingkan dengan menyayat nadi, gantung diri, membenturkan kepala atau minum racun tikus. Apalagi air di danau ini begitu jernih. Dia yakin tidak akan ada makhluk ganas yang akan memakan tubuhnya.
“Berapa kedalaman danau ini?” tanya Wei Linglong pada Xiaotan.
“Kasim Du bilang kedalamannya mungkin hanya setinggi lutut. Nona, kau tidak berpikir untuk bunuh diri di kolam dangkal ini kan?”
Sialan, dari mana Xiaotan mengetahui isi kepalanya. Wajah Wei Linglong berubah masam kembali. Ada cara paling mudah, tetapi malah mematahkan keyakinannya karena ternyata danau itu dangkal. Wei Linglong akan dikatakan anak kecil yang belajar berenang jika tetap memaksakan diri masuk ke sana.
Wei Linglong melemparkan batu ke danau sebagai bentuk frustasinya. Kematian mungkin bukan cara yang baik untuk kembali ke masa depan. Jalan terakhir yang bisa dia lakukan adalah bertahan hidup. Permukaan danau yang tenang jadi bergelombang. Daun-daun teratai ikut bergoyang.
“Xiaotan, apa kita punya uang?”
“Kita masih punya sedikit sisa tabungan di dalam. Ada apa, Nona?”
“Kau bisa berenang?”
“Ah?”
“Ambil beberapa akar teratai itu.”
“Untuk apa?”
“Berbisnis.”
Xiaotan mengangkat roknya hingga selutut. Kakinya berpijak pada dasar kolam yang dipenuhi bebatuan. Dia mulai mencabuti teratai yang sedang mekar, mengangkatnya ke udara untuk memastikan apakah ada akar yang bisa dia ambil. Sementara itu, Wei Linglong mengawasinya dari tepi kolam. Bibir wanita itu menjepit sebatang rumput kecil. Tampaknya, Wei Linglong sudah menemukan ide cemerlang untuk mempertahankan hidupnya.
Akar teratai yang terkumpul dibawa ke Istana Dingin. mata Wei Linglong berbinar cerah. Dia seorang petani masa depan, apapun yang dia temukan bisa menjadi makanan dan uang. Senyum licik tersungging di bibirnya. Biarkan dia membalas dendam atas perutnya yang keroncongan!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Bzaa
kocakkk😆
2025-03-21
0
Jjlynn Tudin
🤣🤣🤣🤣
2025-03-13
0
Helen Nirawan
org mo mati aj repot ,takut darah,takut sakit ,takut ini itu ,semua takut , dah pengen mati msh mikirin takut , trus apain mati ,ishhh ribet
2024-05-10
2