Istana Yanxi adalah istana kediaman Kaisar Mingzhu. Istana itu terletak di sebelah timur komplek istana Dinasti Yuan. Bangunannya tinggi menjulang menantang langit. Pilar-pilarnya terbuat dari marmer yang disertai beragam ukiran indah hasil karya para seniman terkenal. Luasnya dua kali lipat dari istana lainnya. Selain kokoh dan megah, Istana Yanxi juga terkenal karena taman bunganya yang indah, kolam teratai yang bening, lapangan panahan yang luas dan halaman istana yang tertata rapi.
Gerbangnya yang kokoh dijaga oleh penjaga terbaik yang dipilih langsung oleh Kaisar. Mereka adalah pasukan berani mati dan selalu siaga sepanjang waktu. Tidak sembarang orang bisa masuk ke sana. Jangankan orang biasa, bahkan para selir dan keluarga kerajaan yang lain pun tidak bisa masuk sesuka hati. Istana Yanxi adalah satu-satunya istana misterius yang sangat sulit dimasuki.
Kaisar Mingzhu, sang pemilik istana bernama lengkap Murong Qin. Dia adalah putra langit yang menjadi pemimpin Dinasti Yuan saat ini. Dulu, saat masih menjadi Putra Mahkota, dia dijuluki Dewa Perang yang bertangan besi. Murong Qin naik takhta pada usia delapan belas tahun, menggantikan ayahnya dan meneruskan tampuk kepemimpinan.
Sebagai seorang Kaisar, dia memang punya pengaruh yang besar. Istrinya banyak, tetapi anehnya dia tidak pernah menyukai satu pun dari mereka. Seratus selir beragam pangkat yang berasal dari latar belakang keluarga terpandang hanya dipajang sebagai hiasan pengisi Istana Dalam. Tujuh puluh Nona berbakat yang diangkat hanya menjadi pelengkap Istana Dalam. Bahkan, Permaisuri sendiri juga tidak dia sukai.
Murong Qin adalah Kaisar Mingzhu, Kaisar berhati dingin dan keras. Dia sangat tegas dan tidak pernah memberi ampun pada manusia-manusia yang bersalah. Hatinya tidak pernah tersentuh wanita. Ambisinya hanya fokus pada pencapaian negara, memimpin dengan baik dan menyejahterakan rakyat. Bicaranya tidak banyak, tapi kata-katanya seringkali tajam dan menusuk hingga menteri-menterinya yang kurang ajar menjadi ciut dan menyerah.
Dia sering pergi ke luar istana untuk memantau keadaan rakyatnya secara langsung. Murong Qin selalu berangkat tanpa pengawalan atau membawa pasukan. Dia lebih suka menyamarkan diri dan berbaur dengan kebanyakan orang sebagai seorang tuan muda tanpa nama.
Orang yang selalu menemaninya sepanjang perjalanan hanyalah seorang pengawal yang sudah bersamanya sejak kecil sekaligus menjadi teman belajarnya. Kemampuan ahli bela diri pengawal tersebut memang hebat, tetapi dia sedikit bodoh dan lambat.
Sore ini, Murong Qin baru saja kembali ke istana setelah menjalankan kunjungan rahasia ke wilayah barat ibukota. Selama satu minggu ini, dia berada di luar istana dan seluruh urusan kerajaan diserahkan pada Penasihat Negara sebagai wakilnya. Istana Yanxi ditutup dan tidak boleh ada satu pelayan pun yang keluar dari sana.
Liu Ting, kasim pribadi Murong Qin langsung menyambut tuannya begitu sampai di depan pintu. Selama perjalanan dan setiap kunjungannya, Murong Qin tidak pernah membawa Liu Ting. Dia memberinya tugas untuk mengawasi istana dan melarang siapapun berkunjung ketika dirinya tidak ada.
“Yang Mulia, bagaimana perjalananmu?” tanya Liu Ting ketika Murong Qin sudah duduk di kursi kebesarannya.
“Lumayan.”
“Beberapa hari lalu, Ibu Suri datang dan memaksa masuk. Untung saja para penjaga berhasil mengusirnya kembali.”
“Rubah tua itu?”
Liu Ting mengangguk. Panggilan rubah tua untuk Ibu Suri memang sudah bukan sebutan rahasia. Hubungan Kaisar Mingzhu dengan Ibu Suri, semua orang pun sudah tahu. Keduanya memang kerap kali berseberangan. Di luar mungkin tampak seperti air yang tenang, tetapi di dalamnya bergejolak seperti api.
Murong Qin memang bukan putra kandung Ibu Suri. Dia adalah pangeran yang dilahirkan oleh selir. Sejak kecil, Murong Qin sudah menunjukkan bakatnya dalam seni dan strategi perang. Dia juga mahir berdebat dan berpendapat sampai-sampai Guru Istana pun kalah olehnya.
Bakatnya ini terdengar sampai ke telinga mendiang Kaisar dan Ibu Suri Agung. Karena saat itu Permaisuri ayahnya yang kini menjadi Ibu Suri belum punya anak, para pejabat mulai khawatir. Ibu Suri Agung kemudian meminta putranya untuk mengangkat Murong Qin sebagai Putra Mahkota.
Atas persetujuan para pejabat, Kaisar menyetujui pengangkatan tersebut dengan syarat bahwa Murong Qin yang saat itu masih berusia sepuluh tahun harus belajar berperang ke perbatasan. Dia dikirim kepada Jenderal Yongning, saudara seperguruan Jenderal Yun.
Murong Qin kemudian pergi mengusir bangsa asing di perbatasan timur Dinasti Yuan. Siapa yang menyangka kalau anak remaja tersebut berhasil mengalahkan musuh, merebut kembali wilayah dan tiga kota yang dikuasai bangsa asing, mengembalikannya ke dalam kedaulatan Dinasti Yuan.
Keberhasilannya yang gemilang meyakinkan mendiang Kaisar dan para pejabat hingga dia pun diangkat menjadi calon penerus takhta.
Kemudian, satu tahun setelah pengangkatan, Permaisuri mendiang Kaisar baru melahirkan seorang putra. Meskipun melahirkan seorang pangeran, dia tidak bisa menjadi Putra Mahkota. Takhta sudah diwariskan kepada Murong Qin. Murong Qin naik takhta pada saat adiknya berusia tujuh tahun.
Sekarang, masa pemerintahannya sudah berlangsung sepuluh tahun. Murong Qin kini berusia dua puluh delapan tahun, sementara adiknya baru berusia tujuh belas tahun. Mungkin, inilah yang menjadi alasan mengapa dia dan Ibu Suri kerap bersitegang pendapat.
“Dia pasti mencari plakat perintah militer.”
“Yang Mulia, karena Yang Mulia membicarakan ini, hambamu ini ingin bertanya. Bagaimana dengan putri Jenderal Yun yang baru masuk istana itu?”
“Putri Jenderal Yun?”
“Nona Besar Wei. Bukankah Yang Mulia mendapatkan plakat perintah militer Jenderal Yun sebagai syarat agar putrinya bisa masuk istana?”
“Maksudmu, wanita yang ditinggal kabur calon suaminya di hari pernikahan?”
“Benar, Yang Mulia. Dia dikurung di Istana Dingin oleh Ibu Suri.”
Murong Qin melupakan hal ini. Plakat perintah militer itu ia dapatkan dari Jenderal Yun saat jenderal tersebut memohon agar putrinya diizinkan masuk istana. Tapi, Murong Qin yang tidak menyukai wanita istana tidak pernah menemui siapapun. Bahkan di hari Wei Linglong masuk istana, dia sendiri tidak tahu. Urusan Istana Dalam tidak pernah ingin dia campuri.
“Kalau dia bersalah, biarkan saja.”
Kasim Liu menghela napas. Kaisarnya memang berhati dingin. Lihat, setelah dia mendapatkan apa yang dia inginkan, dia mengabaikan hal yang lainnya. Liu Ting merasa kasihan pada Wei Linglong yang bernasib malang.
Wanita itu masuk istana setelah membuat ayahnya pensiun, kemudian diasingkan di Istana Dingin karena berurusan dengan Ibu Suri. Pertolongan Kaisar mungkin hanya angan-angan. Hidup wanita itu tidak akan berjalan lancar di hari depan.
Murong Qin meneguk segelas teh. Gelas porselen di tangannya dia putar. Murong Qin kemudian teringat pada seorang penjual sayur wanita yang menggunakan namanya untuk menipu orang dan berbisnis tanpa rasa takut. Senyum kecil yang tidak pernah dilihat siapapun kembali tersungging di bibirnya yang tipis.
“Bu Guanxi!”
“Ya, Yang Mulia.”
“Cari wanita akar teratai itu dan selidiki dia!”
“Baik, Yang Mulia.”
“Kalian keluarlah. Jangan ganggu aku!”
Liu Ting dan Bu Guanxi undur diri. Pintu Istana Yanxi ditutup rapat dari luar.
“Siapa wanita yang dimaksud Yang Mulia?” tanya Liu Ting penasaran.
“Seorang wanita yang memanfaatkan namanya untuk menjual akar teratai dengan harga tinggi.”
“Yang Mulia tidak marah?”
“Dia bahkan membeli semua akar teratainya.”
“Wah, menarik sekali. Ini baru pertama kalinya Yang Mulia tidak tersinggung.”
“Aku juga heran.”
Bu Guanxi pikir, tuannya akan melupakan wanita penjual sayur tersebut setelah pergi. Nyatanya, wanita itu telah menarik perhatian Murong Qin yang selama ini sangat menjauhi mahkhluk bernama wanita.
Lain halnya dengan Liu Ting. Kasim itu justru menganggap ini adalah pertanda yang baik. Dia yakin, pada akhirnya Kaisar Mingzhu-nya ini akan kembali menjadi laki-laki normal.
...***...
Istana Dingin, sore hari.
Angin musim gugur berhembus melewati celah-celah dedaunan yang kering terbakar panas matahari. Pohon dedalu di sebelah kanan bangunan utama Istana Dingin mulai meranggas, mengugurkan daun ke atas tanah yang kering. Rerumputan tidak lagi hijau. Pepohonan tak lagi rindang.
Sudah satu bulan berlalu sejak kesadarannya kembali, Wei Linglong tak pernah lagi menginjakkan kaki di luar istana. Setelah mendapatkan banyak uang hasil penjualan akar teratai, dia memilih berkebun sendiri. Tanah di
belakang Istana Dingin yang luas adalah tanah humus yang bagus untuk ditanami sayuran. Kini, lahan yang tadinya hanya ditumbuhi rumput liar dan semak belukar sudah berubah menjadi kebun sayuran yang terawat dan subur.
Dia pikir, tidak ada salahnya memanfaatkan situasi di tempat tinggalnya. Selama dia bisa makan kenyang dan punya uang, Istana Dingin bukanlah neraka. Apalagi, jika dipikir-pikir istana ini juga tidak buruk.
Suasana yang sepi justru terasa sangat menenangkan pikiran. Wei Linglong tidak pernah mendengar keributan yang memekakkan telinga kecilnya. Sepanjang hari, dia hanya sibuk mengurusi kebun dan makan. Wei Linglong tiba-tiba menjadi seorang vegetarian.
Wei Linglong menyuruh Xiaotan meminta pihak Departemen Pertamanan Istana untuk memberinya beberapa bibit bunga dan sayuran. Cara pelayan itu keluar dari sini tentu saja mudah karena sebelum pergi, Wei Linglong memberinya beberapa tael perak agar jalannya bisa licin dan lancar.
Uang bekerja lebih baik daripada perkataan. Selain bibit, Wei Linglong juga meminta kasim pengurus Istana Dingin untuk meminjaminya cangkul, ember air, pisau dan beberapa alat pertukangan yang lain.
Kini, hasil kerja kerasnya sudah mulai membuahkan hasil. Bibit bunga sepanjang musim yang dia tanam di pot-pot kecil sudah tumbuh, bahkan sudah ada yang menunjukkan cabang baru. Halaman belakang ditanami brokoli, seledri, wortel, kubis dan beberapa sayuran yang bisa tumbuh sepanjang musim. Memang cukup jauh untuk panen, tapi hati Wei Linglong sudah puas sampai di sini juga.
Setidaknya, untuk dirinya sendiri. Hasil sekolah selama tujuh semester di kampus tidak bisa dia abaikan begitu saja. Semua ilmu pertanian yang dia ketahui dia gunakan di sini. Mulai dari pemilihan bibit, pengolahan media tanam, pemberian pupuk, penyiraman air bahkan pembersihan rumput liar dan benalu juga dia terapkan. Orang yang dia gunakan untuk membantunya adalah Xiaotan dan kasim petugas. Dua orang itu silih berganti merawat kebuh sayuran dan bunga.
Di teras belakang Istana Dingin, Wei Linglong bersandar di kursi kayu panjang sambil mengawasi Xiaotan dan kasim yang sedang menyiram tanaman. Matahari hendak turun, udara musim gugur terasa sejuk menerpa wajah cantik yang sudah lama tak tersentuh krim pencerah dan multivitamin.
“Xiaotan, sebelah sini masih kering,” kata Wei Linglong. Jarinya menunjuk bagian kanan kebun yang ditanami seledri.
“Hei, kau kasim kecil! Sebelah sana belum tersentuh air!” Wei Linglong menunjuk lahan bagian tengah yang ditanami kubis.
“Bibi, buah apa itu?”
Perhatian Wei Linglong seketika beralih pada sosok anak kecil yang berdiri di dekat pilar penyangga. Anak kecil itu berpakaian bagus dan rapi. Wajahnya yang kecil sangat putih dan bersih. Matanya yang bening menatap Wei Linglong dengan tatapan penuh harap. Hati Wei Linglong seketika luluh. Anak kecil tersebut begitu menggemaskan. Mungkin umurnya baru berusia enam tahun lebih.
“Bocah kerdil, kau siapa? Kenapa kau bisa masuk ke sini?”
Mendengar pertanyaan Wei Linglong, anak kecil tersebut berjalan ke sisinya. Dia memegang tangan Wei Linglong, menggoyang-goyangkannya dengan pelan. Wei Linglong kemudian jongkok, mensejajarkan posisinya dengan tinggi anak kecil itu.
“Bibi, buah yang merah itu apa?” tunjuknya pada sebuah tanaman berbuah merah.
“Itu namanya tomat. Nak, kenapa kau bisa masuk ke sini? Di mana orang tuamu?”
Anak kecil tersebut tidak menjawab. Sebaliknya, dia semakin terlihat menggemaskan. Wei Linglong mencubit pipinya yang kenyal. Hatinya bertanya mengapa seorang anak kecil bisa masuk ke Istana Dingin. Tidak, pertanyaan
terbesarnya adalah mengapa anak kecil sepertinya berkeliaran sendirian di istana yang luas ini. Dilihat dari pakaiannya, anak kecil itu sepertinya bukan anak orang biasa.
“Nona, dia adalah Pangeran Sulung, Pangeran Yu,” ungkap Xiaotan, menjawab pertanyaan Wei Linglong.
“Pangeran Yu?”
“Putra pertama Yang Mulia dengan mendiang Permaisuri Hong.”
“Jadi, Kaisar sudah beranak?”
“Nona, pelankan suaramu. Pangeran Yu lahir secara tidak sengaja.”
“Apa maksudnya?”
“Yang Mulia tidak menyukai istri-istrinya. Pangeran Yu lahir setelah Yang Mulia tidak sengaja bermalam dengan Permaisuri Hong. Permaisuri Hong juga meninggal setelah melahirkan Pangeran Yu.”
Jadi, anak kecil itu adalah putra pertama Kaisar Mingzhu? Pantas saja wajahnya sangat tampan dan imut. Di tubuhnya mengalir darah biru dari Kaisar dan Permaisuri, meskipun dia lahir tanpa sengaja. Tapi, kelahirannya bukanlah sebuah kesalahan. Langit pasti sudah menentukan demikian.
“Anak manis, siapa namamu?”
“Murong Yu.”
“Murong Yu?”
Anak kecil tersebut mengangguk.
“Nona, ada apa?”
“Ah, tidak. Aku hanya teringat kalau marga Tuan Muda itu juga Murong.”
“Tuan Muda yang mana?”
“Tuan Muda yang membeli akar terataiku.”
“Maksud nona, pria bodoh yang membeli akar teratai seharga dua ratus empat belas tael perak?”
“Itu namanya bukan bodoh, tapi dermawan. Xiao Yu, kau mau buah merah itu?”
Murong Yu mengangguk. Matanya yang bening memberitahu Wei Linglong kalau anak kecil itu sangat penasaran dan sangat menginginkan tomat. Wei Linglong kemudian memetiknya sendiri. Dia mengambil buah yang paling besar dan paling merah. Setelah dicuci, Wei Linglong memberikannya pada Murong Yu. Mata bocah kecil itu berbinar cerah.
“Bibi, kenapa rasanya asam?”
“Hahaha. Tomat memang asam. Kalau mau jadi manis, kau harus menambahkan gula,” ucap Wei Linglong sambil mengelus kepala Murong Yu.
“Bibi, apa kau adalah selir ayah yang dikurung nenek?”
“Bukan. Aku hanya sedang bertamasya. Xiao Yu, kau harus kembali. Ini bukan tempat yang cocok untuk anak manis sepertimu.”
“Kalau begitu, apa aku boleh datang bermain lain hari?”
“Tentu. Kita petik lebih banyak buah tomat!”
Setelah mengatakannya, Wei Linglong mengantar Murong Yu sampai pintu gerbang. Pantas saja bocah itu bisa masuk, pintu gerbangnya terbuka tanpa penjaga. Dia mengantar kepergian Murong Yu dengan senyuman. Di dunia ini, baru pertama kalinya dia berjumpa dengan anak kecil yang sangat imut dan menggemaskan. Murong Yu telah mencuri hatinya. Bocah kecil itu membuat Wei Linglong kembali merasakan betapa menyenangkannya menyukai anak kecil.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Oi Min
wah..... ternyata kaisar Murong sdah punya anak ges...... kirain masih perjaka ting ting
2024-08-02
0
Oi Min
wah..... Linglong ternyata yg membeli akar teratai mu itu kaisar hlooo.....
2024-08-02
0
Binti
hati2 kasim,kalo kaisar dengar kmu mengatainya laki2 gak normal bisa hilang kepala mu
2024-07-27
0