Istana Yanxi sunyi di siang hari. Murong Qin baru kembali dari pengadilan istana yang membuatnya pusing tujuh keliling. Sang Kaisar Mingzhu memiliki wajah muram akibat perilaku para menteri yang menyebalkan. Bayangkan saja, para menterinya meminta harga pajak dinaikkan dan upeti untuk kerajaan diserahkan setiap awal tahun. Hal ini tentu membuat Murong Qin menghela napas berkali-kali karena dia tahu betul konsekuensi dari kebijakan tersebut.
Meskipun tanah Dinasti Yuan sangat subur, tidak semua orang punya lahan untuk bertani. Masih banyak orang di luar sana yang kelaparan karena tidak punya makanan dan rumah. Upeti kerajaan adalah hal besar yang harus diserahkan ke istana sebagai bentuk kewajiban para pejabat daerah kepada pemimpin tertinggi mereka.
Pajak rakyat ditarik dari sejumlah penghasilan dari pekerjaan para petani, pedagang, pengusaha, nelayan dan dari penghasilan pekerjaan lain. Besarannya disesuaikan dengan besaran penghasilan yang didapat agar tidak timpang sebelah. Kebijakan ini sudah dijalankan selama puluhan tahun, tidak bisa diganti atau diubah tanpa pertimbangan yang matang.
Murong Qin mendudukkan dirinya di kursi kayu jati kebesarannya. Kepalanya bersandar di kepala kursi sementara kakinya diluruskan di bawah meja. Mahkotanya yang indah tampak bergerak sedikit ketika kepalanya bergerak. Keningnya dipijat pelan oleh tangannya sendiri. Rasa lelahnya begitu kentara. Kebingungannya juga sangat terlihat dari ekspresi wajahnya.
“Yang Mulia, silakan,” ucap Kasim Liu sambil menyodorkan segelas teh melati. Sebagai kasim pribadi, Kasim Liu jelas tahu kalau Kaisarnya sedang lelah menghadapi para menterinya yang menyebalkan.
“Apa dia sudah pindah?”
Murong Qin mengalihkan pembicaraan. Yang dimaksud ‘dia’ oleh Murong Qin adalah Wei Linglong. Beberapa hari lalu, dia sudah memerintahkan agar Wei Linglong dikeluarkan dari Istana Dingin dan diangkat menjadi Selir Chun. Tapi, sampai saat ini belum ada kabar sampai ke telinganya dari bagian Istana Dalam maupun Istana Dingin perihal kepindahannya.
“Yang Mulia, Selir Chun tidak mau keluar dari Istana Dingin.”
“Mengapa?”
“Hamba tidak tahu. Kasim pengurus bilang Selir Chun menolak dekret pengangkatan dari Yang Mulia.”
Kasim Liu tidak berani berbohong perihal perilaku aneh Wei Linglong yang menolak keluar dari Istana Dingin. Dia sudah datang ke istana itu beberapa kali untuk menyampaikan dekret dan meminta Wei Linglong pindah, namun selalu berakhir dengan penolakan. Satu hari yang lalu, Kasim Liu diusir keluar dari Istana Dingin dengan dilempari daun kubis yang baru dipanen.
Dari seratus selir di Istana Dalam yang setiap hari berusaha mencari perhatian Kaisar Mingzhu meskipun tahu hasil akhirnya, mungkin hanya Wei Linglong lah yang tidak tertarik berebut dengan mereka. Mata gadis itu seolah sudah tertutup kabut yang tebal hingga Murong Qin, Sang Kaisar Mingzhu yang terkenal tampan dan berwibawa dan digandrungi wanita seantero Dinasti Yuan dianggap seperti angin yang sedang lewat di depan wajahnya.
Murong Qin kemudian memerintahkan Kasim Liu untuk membawa keluar Wei Linglong dari Istana Dingin bagaimanapun caranya. Dia ingin gadis itu tinggal di istana biasa yang layak dihuni, bukan Istana Dingin yang justru dihindari dan paling ditakuti. Lagi pula, Wei Linglong masuk ke Istana Dingin juga tanpa sepengetahuannya hingga jika dibawa ke ranah hukum bisa dianggap pelanggaran. Seorang wanita istana hanya bisa diasingkan ke Istana Dingin jika kesalahannya jelas dan hukumannya disetujui oleh pemimpin Istana Dalam dan pemegang kekuasaan tertinggi atau dalam hal ini adalah dia sendiri, Kaisar Mingzhu.
Jauh di lubuk hatinya yang terdalam yang tidak pernah diketahui isinya oleh siapapun, Murong Qin sebenarnya penasaran mengapa gadis itu bersikeras tinggal di Istana Dingin. Untuk ukuran seorang wanita bangsawan yang lahir di kediaman jenderal dan menjadi putri kesayangan, seharusnya Wei Linglong merasa gerah ingin keluar dan memohon padanya untuk membebaskannya. Wanita itu seharusnya mengutus seseorang untuk menyampaikan permohonan belas kasihan padanya dan mengembalikannya ke istana biasa, bukan malah dengan senang hati tinggal di sana tanpa beban.
Murong Qin juga heran mengapa putranya, Murong Yu, bisa dekat dengan Wei Linglong. Setahunya, Murong Yu adalah anak yang tertutup terhadap orang luar. Sejak dia lahir, Murong Qin hanya beberapa kali berjumpa dengannya. Murong Qin tidak terlalu mempedulikan putra sulungnya. Dia selalu merasa kesal dan marah setiap kali melihat wajah Murong Yu padahal jelas-jelas Murong Yu adalah putranya dan dia adalah ayah kandungnya. Murong Qin menyerahkan putranya pada pelayan kepercayaan mendiang permaisurinya yang terdahulu untuk dibesarkan layaknya seorang pangeran sesuai aturan istana.
Mengingat permaisuri pertamanya yang telah meninggal bertahun-tahun lalu, kepala Murong Qin berdenyut. Dia masih marah karena hari itu. Meskipun sudah berlalu begitu lama, tetapi ingatan kejadian pada malam itu masih sangat segar di kepalanya. Ingatan itu terus menerus menyiksanya dan membuatnya terus kesal dan marah, meski dia tahu kejadian tersebut bukanlah kesalahan permaisurinya seorang.
Jika dia tidak salah mengingat, Permaisuri Pertama juga bermarga Wei. Murong Qin tidak pernah mau mempedulikan latar belakang wanita itu karena dia hanya menganggapnya sebagai pion dari Ibu Suri. Wei Linglong juga bermarga Wei. Mungkin, antara mendiang Permaisuri Pertama dan Wei Linglong adalah kerabat hingga Murong Yu secara alami bisa dekat dengan orang yang semarga dengan ibu kandungnya.
“Yang Mulia, istana mana yang akan ditempati Selir Chun?” tanya Kasim Liu sebelum pergi.
“Istana Fenghuang.”
Kasim Liu terpaku, lebih tepatnya dia terkejut. Apakah Kaisar Mingzhu-nya ini tidak salah menyebutkan?
“Yang Mulia yakin?”
“Em.”
“Bukankah ini tidak pantas?”
“Apa aku harus mengulanginya lagi?”
Meskipun masih ragu, Kasim Liu akhirnya pergi. Sepanjang jalan, dia tidak bisa percaya pada apa yang sudah dikatakan oleh tuan besarnya. Dari sekian banyak istana megah di Dinasti Yuan ini, tuannya malah memilih Istana Fenghuang. Jika ini diketahui oleh para menteri dan anggota Istana Dalam, harem pasti akan mengalami kekacauan.
Bagaimana tidak, Istana Fenghuang adalah istana khusus yang dibangun oleh Murong Qin sendiri. Letaknya di seberang Danau Dongting, sebuah danau alami yang airnya jernih. Jaraknya dari Istana Yanxi mungkin hanya berkisar lima ratus meter. Jalan menuju Istana Fenghuang dihiasi batu-batu alam yang mengkilap dan berpuluh lentera taman yang indah. Sepanjang jalan tersebut juga dipenuhi bunga-bunga indah yang langka dan eksotis.
Halamannya sangat luas dan asri. Pilar-pilarnya terbuat dari batu marmer yang diukir indah dan mahal. Perabotannya terbuat dari gerabah dan porselen berkualitas tinggi. Kainnya semua kain sutera, kayunya adalah kayu jati yang didapat dari luar negeri.
Istana Fenghuang didesain oleh Murong Qin sendiri saat dia baru dua tahun naik takhta. Pembangunannya menghabiskan biaya yang sangat besar dan memakan waktu dua tahun. Istana Fenghuang sengaja dibangun sebagai tempat beristirahat lain Kaisar Mingzhu dan tempat bersantai. Tidak ada satu anggota kerajaan pun yang diperbolehkan masuk ke sana.
Bisa dibilang, Istana Fenghuang adalah istana termegah dan terindah kedua setelah Istana Yanxi. Seperti namanya, Istana Fenghuang yang berarti Istana Phoenix memang seperti sebuah phonix emas di antara sekumpulan burung perak. Sekarang, Murong Qin memberikan istana kesayangannya kepada Wei Linglong, seorang gadis yang bahkan belum dia kenal dan baru dia angkat menjadi selir yang baru dikeluarkan dari Istana Dingin.
Siapa yang tidak akan terkejut?
Bahkan para selir dan pejabat saja tidak pernah menginjakkan kaki di sana. Mata mereka akan copot dan jantung mereka pasti akan berhenti berdetak jika tahu kalau Istana Fenghuang, Istana Phoenix kesayangan Kaisar Mingzhu yang dibangun sendiri olehnya ditempati oleh seorang wanita biasa yang keluarganya pulang kampung dan tidak berada di ibukota.
Betapapun tidak masuk akalnya itu semua, tidak ada yang bisa menolak perintah. Juga, tidak ada orang yang berhak menyalahkan Murong Qin. Dia seorang Kaisar Mingzhu, Kaisar Agung Dinasti Yuan yang saat mudanya dijuluki Dewa Perang bertangan besi. Hak dan otoritasnya tidak bisa diganggu oleh siapapun.
Beberapa saat kemudian, Kasim Liu kembali setelah bertugas. Peluh berceceran di dahi kasim itu. Wajahnya memerah. Kasim Liu berlari dari Istana Dingin ke Istana Yanxi hanya untuk melaporkan hasil kerjanya. Setelah memberi hormat, Kasim Liu kemudian memberitahu kalau Wei Linglong sudah berhasil dibawa keluar dari Istana Dingin.
“Yang Mulia! Yang Mulia!”
Wei Linglong tiba-tiba berlari dari depan pintu utama Istana Yanxi. Di belakangnya, beberapa penjaga ikut mengejar namun kecepatannya kalah jauh dari Wei Linglong. Hanfunya yang panjang diangkat setinggi lutut hingga celana panjang berwarna putih sebagai ****** ******** terlihat.
“Wei Linglong?”
“Yang Mulia, mengapa kau mengeluarkanku dari Istana Dingin? Aku tidak ingin pindah!”
“Sudah pindah.”
“Hei, marga Murong. Aku tidak akan pindah ke manapun!”
“Nyonya, sebaiknya kau menurut saja. Yang Mulia sudah memberi perintah untuk memindahkanmu ke istana lain,” sela Kasim Liu.
“Eh kasim kecil, aku sedang bicara pada tuanmu. Kalau tidak mau kusumpali kulit kubis lagi, sebaiknya kau diam!”
Wei Linglong merebut dokumen laporan yang sedang dibaca oleh Murong Qin hingga kepala pria itu terangkat seketika. Matanya yang tajam dan bening bertemu pandang dengan manik mata hitam Wei Linglong yang seperti kejora. Sengatan seperti sengatan listrik menyambar ulu hati Murong Qin, kepalanya kemudian refleks menoleh ke samping kanan.
“Pindahlah. Tempat barumu tidak buruk.”
“Yang Mulia, asal kau tahu. Kasim-kasim punyamu ini mengeluarkan aku dengan paksa! Mereka jelas-jelas sedang menindasku!”
Wei Linglong sangat kesal karena cara Kasim Liu dan bawahannya membawanya keluar dari Istana Dingin tidak biasa. Orang lain mengeluarkan seseorang dan mengembalikan statusnya dengan tandu, tapi Wei Linglong malah diperlakukan seperti barang.
Saat Kasim Liu datang untuk yang ke sekian kali bersama anak buahnya, Wei Linglong melawan dan bersikeras tidak mau keluar dari Istana Dingin. Di halaman Istana Dingin, dia menyiapkan sekeranjang kulit kubis untuk menghadang Kasim Liu dan pasukannya. Wei Linglong tahu kalau Kasim Liu tidak akan menyerah dan membiarkannya tetap di Istana Dingin.
Sayangnya, dia kalah cepat. Anak buah Kasim Liu menyingkirkan keranjang kulit kubis, membuangnya ke samping. Kasim Liu bicara baik-baik, meminta Wei Linglong segera keluar dari Istana Dingin sesegera mungkin. Karena Wei Linglong terus menolak, akhirnya Kasim Liu menggunakan cara tak terduga. Lagi pula, Kaisar Mingzhu-nya juga tidak akan marah karena dia sendiri yang memerintahkan agar membawa Wei Linglong dengan cara apapun.
“Nyonya, aku hanya menjalankan perintah Yang Mulia.”
“Oh, jadi caramu memperlakukanku adalah berdasarkan perintah darinya?”
Kasim Liu tersenyum dan mengangguk. Wei Linglong berkacak pinggang. Jika saja pria di hadapannya bukan seorang Kaisar, dia pasti sudah menyumpali mulutnya dengan tomat busuk dan melemparinya sekeranjang kubis, lalu memberinya minum sepoci jus seledri.
“Nyonya, silakan.”
Tidak bisa melawan, akhirnya Wei Linglong keluar dari Istana Yanxi. Pelayan kepercayaan Murong Qin lalu membimbingnya, menunjukkan jalan ke Istana Fenghuang. Di belakangnya, Xiaotan mengikuti dengan langkah pelan. Mata pelayan itu tak henti-hentinya berpetualang menikmati pemandangan indah sepanjang perjalanan dari Istana Yanxi menuju Istana Fenghuang.
Tidak lama setelah itu, ketiga orang tersebut sampai di depan gerbang. Wei Linglong sempat terkejut saat dia melihat ukiran naga dan burung merak yang terukir rapi di pintu gerbang. Gerbang tersebut terbuat dari batu marmer yang dipahat oleh seniman terkenal Dinasti Yuan.
Pelayan membawanya masuk. Saat pintu gerbang terbuka, sebuah bangunan megah nan indah berdiri dengan kokoh di bawah sinar matahari sore. Tiang-tiangnya yang juga dihiasi ukiran sangat kokoh. Bahkan, halamannya saja ditumbuhi bunga-bunga cantik yang langka.
“Nyonya, barang-barangmu akan dipindahkan kembali. Silakan masuk, hamba akan meminta beberapa orang untuk mengantarkannya kemari.”
“Pergilah.”
“Nyonya, istananya sangat indah!”
“Aku tahu.”
“Kau baik-baik saja?”
“Entahlah.”
......***......
...Wah, Linglong punya istana baru nih! Bagus banget lagi istananya. Tapi, kenapa dia tidak senang ya? Yuk cari tahu jawabannya di episode berikutnya! ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Oi Min
mesti mikir..... isih iso bercocok tanam po ra
2024-08-02
1
Wini aulia 08
dia tuh sayang dengan kebunnya dn tempat tinggalnya yg tenang
2023-09-25
1
fifid dwi ariani
trus berusaha
2022-10-19
1