Tiga hari kemudian, Istana Fenghuang sudah sibuk di pagi hari.
Wei Linglong masih bersantai di atas ayunan, sementara Xiaotan sibuk mengobrak-abrik isi lemari di dalam kamar. Sesekali dia berteriak, bertanya warna apakah yang akan dipakai oleh Wei Linglong nanti. Wei Linglong menjawabnya sambil berteriak juga.
Hari ini adalah hari perjamuan ulang tahun Ibu Suri. Rencananya, perjamuan akan dimulai pada pukul sepuluh pagi. Sekarang baru pukul delapan, masih tersisa dua jam lagi. Wei Linglong tidak menunjukkan kekhawatiran apapun di wajahnya, meskipun dia tidak menyiapkan sesuatu yang bagus untuk hadiah ulang tahun si gagak tua.
Dia adalah Ibu Suri, ibu negara. Kekayaannya pasti jauh lebih banyak. Ibu Suri pasti tidak kekurangan benda-benda berharga di istananya. Jadi, untuk apa Wei Linglong repot-repot menyiapkan hadiah yang besar? Kecuali jika Ibu Suri berencana mengincarnya lagi, barulah Wei Linglong akan kerepotan.
“Nyonya, warna apa yang ingin kau pakai?” teriak Xiaotan dari dalam.
“Hijau.”
“Kita tidak punya warna hijau.”
“Kalau begitu biru saja.”
“Warna biru baru dipakai hari kemarin.”
“Ungu saja.”
“Warna ungu terlalu tua.”
Lama kelamaan, Wei Linglong kesal juga. Dia bangkit, kemudian berjalan menghampiri Xiaotan yang sedang sibuk memilih pakaian. Isi lemari Wei Linglong berserakan. Pakaian-pakaiannya teronggok di lantai dan ranjang. Bahkan, ada juga yang tersampir di meja. Wei Linglong berdecak kesal.
“Ckckck… apa memilih pakaian harus serepot ini?”
Dia ikut mengacak-acak lemari pakaiannya. Setelan demi setelan dikeluarkan, kemudian dicoba di depan cermin besar. Tidak cocok. Dia mengambil yang lain, kemudian mencobanya lagi. Tidak cocok juga. Begitu dan begitu hingga isi lemarinya keluar semua.
“Aku ini bangsawan atau pelayan? Mengapa tidak ada baju bagus yang bisa kupakai?”
“Nyonya, jangan pergi saja, ya?”
Tepat saat Wei Linglong hendak berpikir untuk tidak pergi, sebuah suara laki-laki terdengar dari arah depan. Xiaotan tanpa perintah langsung menuju ke gerbang istana, menyambut seseorang yang telah berdiri selama beberapa waktu. Setelah berbincang sebentar, Xiaotan kembali ke dalam kamar Wei Linglong.
“Nyonya, Yang Mulia mengirimkan satu set pakaian dan perhiasan untukmu.”
“Kaisar pelit itu masih ingat padaku rupanya!”
“Bukankah nyonya bilang kalau Yang Mulia dermawan?”
“Itu dulu. Sekarang dia sangat pelit.”
Wei Linglong menerima satu set pakaian lengkap dengan perhiasan yang diberikan kepadanya. Orang yang bersuara tadi adalah Kasim Liu yang diutus langsung untuk mengantarkan barang-barang ini kepada Selir Chun di Istana Fenghuang. Pekerjaan kecil seperti ini biasanya diserahkan kepada pelayan atau kasim junior, tetapi Murong Qin malah meminta kasim tinggi seperti Liu Ting melakukannya sendiri.
Pakaian tersebut berwarna pastel. Saat dipakai, warnanya begitu pas dengan warna kulitnya yang putih. Dia berdiri di depan cermin, mematut bayangan dirinya sendiri. Model pakaian ini meskipun tidak berbeda dari pakaian lainnya, bahannya lebih halus dan lebih terasa nyaman dipakai. Ukurannya juga sangat pas dengan ukuran tubuhnya. Entah bagaimana caranya Murong Qin bisa tahu kalau ukuran pakaian ini akan cocok dengannya.
Kepalanya yang semula polos kemudian dihias dengan beberapa perhiasan emas. Wei Linglong menolak memakai perhiasan dari Murong Qin. Dia meminta Xiaotan menghiasi rambutnya dengan beberapa jepit rambut emas miliknya sendiri. Rambutnya disanggul ke belakang. Dahinya yang semula polos digambari simbol daun teratai api tiga helai. Alisnya yang hitam melengkung tajam, menunjukkan ketegasan yang dipasangkan dengan sepasang mata cerah seperti bintang milik Wei Linglong.
Bibirnya yang ranum dilapisi pewarna merah muda dan pipinya diberi sedikit bubuk berwarna serupa. Riasan sederhana di wajahnya telah membuat Wei Linglong seperti gadis remaja yang baru menginjak usia delapan belas tahun. Riasannya tidak tua, hiasan di rambutnya juga tidak terlalu banyak. Dengan begini, dia tidak akan kesulitan bergerak hingga lehernya sakit.
“Xiaotan, ambilkan kotak kayu yang kusimpan di dekat meja!”
Xiaotan kemudian menyerahkan kotak kayu. Matanya terbelalak tak percaya ketika majikannya membuka kotak dan menunjukkan isi kotak tersebut. Gila, apakah majikannya benar-benar sudah tidak waras?
“Mengapa wajahmu seperti kucing kedinginan?”
“Nyonya, kau tidak benar-benar akan menghadiahkan ini kepada Ibu Suri bukan?”
“Memangnya kenapa?”
“Apa nyonya mencoba untuk mati? Jika nyonya ingin mati, jangan meminta pada Ibu Suri. Saat di Istana Dingin, nyonya juga melakukan hal yang sama!”
Wei Linglong terkejut.
“Kau mengetahuinya?”
Xiaotan mengangguk.
“Aku tahu nyonya berusaha bunuh diri. Jika tidak, untuk apa nyonya meminta pisau dan bertanya racun kepadaku? Kau juga melilitkan kain panjang di tiang istana. Nyonya, jangan mencoba mati. Jika kau mati, aku harus bagaimana?”
Wei Linglong tertawa canggung. Xiaotan ternyata tidak bodoh. Dia pikir, tindakannya yang mencoba mencari jalan pulang melalui percobaan bunuh diri yang tidak jadi tersebut tidak diketahui oleh siapapun. Ternyata, semua itu sudah diketahui oleh pelayannya. Benar-benar tidak diduga.
Xiaotan menggoyang-goyangkan bahu Wei Linglong, memohon agar wanita itu tidak pergi ke perjamuan ulang tahun Ibu Suri. Xiaotan merasa kalau majikannya tetap pergi membawa hadiah seperti itu, nyawa majikannya bisa-bisa melayang. Ibu Suri selalu bertindak kejam dan tegas, siapapun yang melawannya pasti akan berakhir mati. Dia tidak ingin majikan kesayangannya mati mengenaskan di istana yang asing ini.
“Nyonya, ayo ganti hadiahnya,” pinta Xiaotan. Wei Linglong justru semakin bersemangat.
“Tidak. Ini hadiah yang sangat cocok untuknya.”
“Nyonya….”
“Xiaotan, percaya padaku. Aku tidak akan mati. Oke?”
Pada akhirnya, pelayan hanya bisa menuruti perkataan majikan. Xiaotan tidak bisa mencegah Wei Linglong dengan bujukan. Saat waktu diperkirakan sudah pukul sepuluh, Wei Linglong keluar dari Istana Fenghuang bersama Xiaotan. Di depan gerbang, ada sebuah tandu yang datang entah dari mana. Petugas pengangkut tandu berkata bahwa mereka ditugaskan mengantar Selir Chun ke tempat perjamuan berlangsung.
Tanpa ditebak pun, Wei Linglong sudah tahu siapa pelaku yang telah mengirim mereka. Seumur hidupnya, dia tidak pernah naik tandu. Maka saat dia diangkut, tubuhnya bergoyang ke sana kemari karena tidak seimbang. Selain itu, pinggang dan kakinya pegal karena ruang di dalamnya sempit hingga dia tidak leluasa bergerak. Apalagi, jarak dari Istana Fenghuang ke istana tempat perjamuan ternyata cukup jauh juga.
Setelah melewati komplek istana megah yang berjejer tiga buah, tandu yang membawa Wei Linglong berhenti di sebuah istana besar yang para penjaganya tampak garang. Saat dia turun, dia melihat begitu banyak wanita dan orang tua berseragam merah marun berbincang di halaman, teras, juga di dalam. Wei Linglong menengadah, membaca tulisan yang tertempel pada papan gerbang istana.
Istana Tian Yue, namanya indah juga. Wei Linglong sedikit kebingungan apakah dia harus masuk atau tidak. Di dalam sana terdapat banyak wanita bangsawan yang masih gadis, para Nona Kekaisaran, selir, juga beberapa pejabat penting. Meskipun didominasi oleh wanita, suasana yang tercipta malah semakin membuat Wei Linglong kebingungan.
Perjamuan sama seperti pesta. Dia jadi bertanya apakah urutan kegiatan di dalam perjamuan kuno sama dengan kegiatan dalam acara pesta ulang tahun dunia modern. Apakah ada dansa? Atau potong kue? Atau bernyanyi panjang umur? Ah, entahlah. Daripada terus dibuat penasaran, lebih baik dia masuk saja.
Wei Linglong mengabaikan tatapan tanya dari beberapa orang yang kebetulan melihatnya. Dia berjalan bersama Xiaotan menuju ke ruang perjamuan yang sudah mulai dipenuhi orang. Matanya tidak berhenti memandangi desain interior dari bagian dalam Istana Tian Yue. Diam-diam dia menaruh kagum pada arsitek yang telah merancang pembangunan istana ini.
Dia duduk di barisan kedua paling belakang, yang biasanya ditempati oleh para wanita bangsawan yang masih perawan. Bukan tanpa alasan, dia hanya tidak ingin terlihat oleh orang lain. Jika Ibu Suri atau Permaisuri Yi menemukannya, Wei Linglong harus bekerja keras melawan mereka berdua.
Tidak lama kemudian, dua orang wanita berbeda usia berjalan masuk dengan anggun. Semua tamu undangan berdiri memberi hormat. Satu wanita memakai jubah biru muda yang panjang dengan kerah yang disulam benang perak, kepalanya dihiasi sebuah mahkota indah dari emas.
Riasan di wajahnya cukup tebal, namun tetap terlihat cantik. Satu orang lagi berwajah agak tua dengan beberapa kerutan di wajah. Riasannya juga cukup tebal, mungkin sengaja dibuat seperti itu untuk menutupi tanda usia. Pakaiannya jauh lebih indah dari wanita pertama.
“Hormat kepada Yang Mulia, hormat kepada Permaisuri Yi.”
Kedua wanita tersebut tak lain dan tak bukan adalah Ibu Suri dan Permaisuri Yi. Pantas saja penampilan mereka begitu mencolok diantara yang lain. Kedua ibu negara menunjukkan bahwa mereka punya kuasa tinggi hanya dari pakaian dan tampilan luarnya saja. Semua orang mungkin merasa takjub dan takut, tetapi berbeda dengan Wei Linglong.
Baginya, kedua wanita itu tidak lebih dari sepasang ibu mertua dan menantu yang kurang ajar. Kedua wanita itu adalah otak dari segala gangguan yang diterima Wei Linglong. Andaikan saja waktu berhenti saat itu juga, dia akan maju ke depan lalu mencoret-coret wajah keduanya dengan tinta, kemudian menyumpalkan tomat busuk ke dalam mulut mereka. Andaikan saja bisa.
Tidak lama kemudian, terdengar suara yang memberitahukan kalau Kaisar Mingzhu datang. Benar saja, Murong Qin kemudian muncul dari pintu bersama Kasim Liu. Pakaiannya juga indah dengan mahkota khas seorang raja. Auranya begitu kental dan memukau, seperti ada cahaya yang muncul dari dalam tubuhnya. Wei Linglong menyipitkan matanya untuk menghalau kilauan gaib yang berasal dari pesona Murong Qin.
Ibu Suri, Permaisuri Yi dan Kaisar Mingzhu duduk berjajar. Ketiganya duduk di posisi yang sama tinggi. Akan tetapi, aura permusuhan yang nyata jelas begitu terasa. Entah hanya Wei Linglong saja yang merasakannya atau orang lain juga sama. Benar kata Xiaotan, Ibu Suri sepertinya memiliki hubungan yang kurang baik dengan Murong Qin. Ekspresinya tampak datar dan kurang senang.
Jika diperhatikan, Murong Qin dan Permaisuri Yi cukup serasi juga. Wajah Murong Qin tampan dan Permaisuri Yi cukup cantik. Status mereka berdua juga sangat tinggi. Seandainya mereka punya hubungan yang baik, mungkin keduanya bisa menjadi pasangan yang membuat iri banyak orang.
Selain mereka bertiga, Wei Linglong juga melihat Selir Ou dan Selir Pei yang beberapa waktu lalu datang mendemonya. Mereka berdua duduk paling depan seperti anak kecil yang tidak ingin direbut posisi saat di dalam kelas. Riasan? Jangan tanya lagi. Bedak yang mereka pakai mungkin tebalnya sampai lima sentimeter.
“Ibu tiri ternyata di mana-mana sama,” celetuk Wei Linglong pelan.
“Nyonya, pelankan suaramu,” sergah Xiaotan. Wei Linglong berdecih.
Tidak ada yang istimewa dari rangkaian kegiatan perjamuan. Tarian-tarian dan musik klasik, pesta teh, berbalas puisi, kemudian membicarakan gadis cantik dan keluarga bangsawan, semuanya begitu membosankan di mata Wei Linglong. Pesta ulang tahun anak kecil berusia tujuh tahun bahkan lebih seru dari ini. Tiba-tiba, dia merasa menyesal telah datang ke sini.
Beberapa orang kemudian maju ke depan, menyerahkan hadiah yang mereka bawa secara bergiliran. Peti berisi guci, kalung, batu giok, ginseng berumur puluhan tahun, kain langka, semuanya datang seperti sebuah gelombang di depan mata. Para kasim dan pelayan Istana Tian Yue lalu hilir mudik mengangkut hadiah-hadiah yang telah diberikan.
“Bukankah kau Selir Chun, putri Jenderal Besar Yun?” tanya Permaisuri Yi tiba-tiba.
Wei Linglong yang tengah memakan kuaci tak ayal langsung tersedak. Semua mata kemudian tertuju kepadanya seperti anak panah. Murong Qin juga menatapnya dengan ekspresi yang aneh. Sial, Permaisuri Yi telah menemukanku. Dia mengumpat dalam hati.
“Ya.”
“Hadiah apa yang kau bawa untuk Ibu Suri?”
Benar-benar menyebalkan!
Toh Wei Linglong juga tidak bisa lari, kalau begitu sekalian saja dia mempersembahkan pertunjukan yang bagus di sini. Dia melangkah. Saat tiba di depan Ibu Suri, dia membuka kotak kayu yang sudah dia persiapkan sejak di Istana Fenghuang.
Isi kotak tersebut membuat semua orang terkejut bukan main. Permaisuri Yi bahkan sampai berdiri saking terkejutnya. Murong Qin mengernyitkan dahi, bertanya-tanya. Wajah Ibu Suri bahkan sudah seperti monster yang menemukan mangsa, seperti ingin menelan Wei Linglong hidup-hidup.
“Selir Chun, apa maksudmu?”
...***...
...Ayo tebak apa hadiah yang diberikan Linglong kepada Ibu Suri! Kalau ada yang bener, nanti Otor kasih triple up di hari berikutnya! Selamat menjawab🤭...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Oi Min
opo sech sing di giwo Linglong
2024-08-02
0
Fifid Dwi Ariyani
ttissehst
2024-01-29
0
Elsina Heatubun
selir wei gga sopan tidak tau berterimakasih pada kaisar
2023-01-30
3