Istana Fenghuang terbagi menjadi dua halaman utama. Halaman barat adalah halaman yang tersambung langsung dengan pintu gerbang utama sekaligus menjadi halaman utama Istana Fenghuang. Di halaman barat inilah bunga-bunga yang dirusak Wei Linglong ditempatkan. Tata kelola dan tata letak tanaman di halaman barat yang diatur Murong Qin sebelumnya dirubah oleh Wei Linglong.
Setelah selesai membereskan halaman barat, dia beralih ke halaman utara. Di halaman utara inilah letak kolam teratai jernih dan kolam ikan hias berada. Pemandangan di halaman utara cukup bagus karena berhadapan langsung dengan Danau Dongting. Di sana terdapat sebuah ayunan dari kayu berkualitas tinggi dan sebuah meja kecil tempat menyimpan makanan dan minuman.
Wei Linglong akui kemampuan Murong Qin dalam membangun Istana Fenghuang dan semua isinya memang hebat. Sebagai seorang Kaisar dia telah melampaui batasannya sendiri. Selain dunia pemerintahan dan politik, Murong Qin ternyata pandai dalam bidang arsitektur.
Jika dia melintasi waktu bersama barang-barang modernnya, Wei Linglong dengan senang hati memotret kemegahan Istana Fenghuang dan keindahan Danau Dongting di sore hari dengan kameranya. Dia akan dengan senang hati menggunakan jarinya untuk mengetik ribuan kata yang bisa mendekripsikan semua pemandangan yang ada di hadapannya.
Wei Linglong menyesap udara segar dari pepohonan rimbun yang tumbuh di dekat halaman utara. Matanya terkatup sesaat dan tubuhnya bergoyang di atas ayunan kayu. Dia melupakan niatnya untuk menata ulang halaman utara sesuai dengan keinginannya. Wei Linglong lambat laun telah larut dalam pusaran kenyamanan yang ditawarkan Istana Fenghuang kepadanya.
“Nyonya.”
Suara seorang pria menginterupsinya. Wei Linglong tahu suara itu. Meskipun telah mendengar seseorang memanggilnya, dia tidak ingin beranjak dari ayunan dan mengabaikan orang itu. Orang yang baru datang memanggilnya kembali namun direspon dengan respon yang sama seperti panggilan sebelumnya.
“Apa Yang Mulia datang menyuruhmu untuk berterima kasih padaku?” tanyanya.
“Bukan, Nyonya. Hamba datang untuk menyampaikan undangan.”
“Undangan?”
Kasim Liu menyerahkan buku undangan kepada Wei Linglong. Gadis itu menerimanya dengan tangan kanannya. Harum khas yang belum pernah dia cium menusuk hidungnya.
Buku undangan tersebut sangat indah ukiran di sampulnya. Ketika dia membukanya, dia langsung melihat jajaran kalimat dengan tulisan indah terukir rapi di atas kertas. Di ujungnya ada sebuah cap phoenix berwarna merah menyala.
“Istana Dalam? Oh, tuanmu tidak ingin membiarkanku hidup damai, ya.”
Wei Linglong tidak punya niat untuk ikut campur dalam permasalahan internal keluarga kerajaan meskipun dia sendiri adalah bagian dari keluarga kerajaan—setidaknya mulai saat ini. Undangan perjamuan ulang tahun Ibu Suri adalah sesuatu yang ingin dia hindari.
Wei Linglong cukup bersyukur karena Murong Qin memindahkannya ke Istana Fenghuang, istana yang cukup jauh dari kawasan Istana Dalam hingga dia tidak perlu mendengar keributan dan kebisingan setiap hari. Dia pikir itu akan berakhir sampai di sini. Nyatanya, Murong Qin tetap mengirimnya pergi ke perjamuan para wanita istana.
Kasim Kasim Liu sudah bisa menebak kalau Selir Chun milik Kaisarnya tidak mau pergi ke acara tersebut hanya dari tutur kata dan raut wajahnya. Kepribadian keduanya cukup punya kemiripan satu sama lain. Kasim Liu tiba-tiba menjadi bingung, apa yang harus dia katakan kalau Selir Chun-nya menolak datang?
“Aku tidak mau ikut campur urusan Istana Dalam. Katakan pada Yang Mulia kalau aku tidak akan datang. Statusku terlalu rendah untuk menghadiri acara sebesar itu.”
Wei Linglong sengaja menggunakan status dan kedudukannya yang rendah sebagai senjata. Pustaka mengatakan kalau orang berstatus rendah tidak bisa hadir di perjamuan kerajaan yang kebanyakan dihadiri oleh kaum aristokrat dan para pejabat istana yang terhormat. Meskipun Wei Linglong putri seorang jenderal besar negara, statusnya di istana ini rendah dan tidak bisa memenuhi kriteria wanita istana yang berhak ikut ke acara kerajaan.
“Nyonya, undangan ini awalnya ditujukan untuk Yang Mulia.”
“Kalau Yang Mulia tidak mau datang, kenapa harus aku yang menggantikan dia? Aku ini siapa? Kaisar wanita? Permaisurinya?”
“Nyonya, maksud dari Yang Mulia adalah ingin nyonya pergi bersamanya.”
“Perkataanmu yang ini justru lebih aneh. Tidak, aku tidak mau pergi.”
“Lalu alasan apa yang harus saya laporkan pada Yang Mulia?”
“Hei, kasim kecil yang banyak bicara. Kutegaskan sekali lagi, aku tidak ingin ikut campur dalam masalah ini. Minta Yang Mulia untuk memberiku hidup yang damai saja. Pergilah.”
Kasim Kasim Liu pergi dengan kecewa. Wei Linglong tidak tahu kalau semakin dia menolak, Murong Qin akan semakin memaksanya. Dia akan jatuh ke dalam pusaran secara perlahan-lahan tanpa disadari. Di istana ini, orang seperti apapun tidak akan bisa menyembunyikan diri selamanya. Orang bisa terekspos kapan saja.
Apalagi, Wei Linglong pernah menyinggung Ibu Suri sebelumnya. Kalaupun undangan dari Murong Qin dia tolak, pasti akan datang undangan yang lain. Kabar mengenai kepindahannya ke Istana Fenghuang sudah sampai ke telinga Ibu Suri. Wei Linglong juga telah melawan beberapa selir yang dikirim untuk mengacaukannya. Apa dia masih punya alasan untuk melarikan diri?
Xiaotan, pelayannya baru saja kembali setelah mengantarkan Pangeran Sulung ke istananya. Di gerbang utama, dia berpapasan dengan Kasim Kasim Liu dan bertegur sapa. Xiaotan tidak bertanya mengapa kasim itu datang ke sini. Dia terlalu fokus pada sesuatu di tangannya yang harus segera dia berikan pada Wei Linglong.
Melihat pelayannya kembali membawa sesuatu di tangannya, perasaan Wei Linglong mendadak tidak enak. Dia menebak sesuatu di tangan pelayannya itu bukanlah hal yang baik. Jadi, sebelum Xiaotan memberikannya, dia berinisiatif bertanya terlebih dahulu.
“Mengapa kau membawa benda buruk itu ke sini?”
“Nyonya, pelayan Istana Dalam memberikannya padaku. Ini mungkin sebuah undangan.”
“Itu memang undangan.”
“Ah?”
Wei Linglong menunjuk buku undangan berwarna sama yang terletak di meja. Xiaotan kini mengerti mengapa nyonyanya berkata seperti itu. Kasim Kasim Liu pasti datang untuk memberikan ini. Tidak disangka, dia kalah cepat dengan seorang kasim raja.
“Nyonya menolaknya?”
“Apa aku harus menerimanya?”
“Lalu bagaimana dengan yang ini?”
Helaan napas yang tertahan terdengar dari hidung Wei Linglong. Dia menolak satu undangan dan datang undangan yang lain. Undangan-undangan perjamuan klasik membuat kepalanya sedikit sakit. Oh, andai langit membantunya memberinya sebuah boneka atau robot yang bisa menggantikannya pergi ke perjamuan, dia pasti akan sangat bersyukur.
Di masa modern, Wei Linglong juga tidak terlalu suka menghadiri acara ulang tahun atau pesta-pesta. Dia seorang mahasiswa yang tidak terlalu menonjol namun tetap mengutamakan prestasi dirinya. Dia lebih suka berdiam diri di apartemennya, berselancar di Google Scholar mencari jurnal-jurnal guna melengkapi tugas-tugas dan laporan hasil praktek serta penelitiannya atau pergi ke toko buku dan perpustakaan. Dia juga lebih suka mengabiskan uang untuk membeli buku baru ketimbang barang-barang yang fungsinya tidak seberapa.
Undangan pesta ulang tahun dari para sahabatnya sendiri juga dia tolak. Lalu, di sini, mengapa dia harus mengubah sifat dan kebiasannya? Wei Linglong ingin sekali menyangkal kalau dia masih bermimpi. Apa yang dia alami dan apa yang ada di hadapannya semuanya tidak nyata.
Sayang, sekarang dia benar-benar sudah menjadi orang yang berbeda. Dia bukan lagi mahasiswa pertanian biasa, melainkan seorang wanita bangsawan keturunan jenderal besar yang menyandang status sebagai seorang selir Kaisar.
Tentunya ini membawa sesuatu yang berbeda pula, bukan?
Setelah menimbang-nimbang, Wei Linglong akhirnya memutuskan untuk pergi. Kali ini dia akan menjadi seorang ‘Wei Linglong’ asli demi mengelabui semua orang. Jangan sampai orang-orang tahu kalau di dalam tubuh ‘Wei Linglong’ putri Jenderal Yun ternyata ada sosok lain yang ikut menempatinya. Dia tiba-tiba mendapat sebuah ide yang sangat cocok dia praktekkan ketika hadir di perjamuan nanti.
“Nyonya, kau akan pergi?”
“Aku bisa apa lagi? Ibu Suri pasti sudah sangat ingin perhitungan denganku.”
Wanita tua yang disebut-sebut bermusuhan dengan Kaisar tersebut pasti sudah sangat gerah. Kabar kepindahan Wei Linglong yang sudah tersebar ke mana-mana mau tidak mau memaksa wanita tua itu bertindak turun tangan. Di perjamuan nanti, Wei Linglong tidak yakin kalau wanita tua yang berurusan dengan pemilik tubuh asli akan melepaskannya dengan mudah.
“Lalu bagaimana dengan hadiahnya? Kita tidak mungkin memberikan barang-barang milik Yang Mulia di istana ini kepadanya.”
“Kenapa harus repot-repot? Dia sendiri yang mengundang kita.”
“Tapi, mereka akan mengejek nyonya jika nyonya datang dengan tangan kosong.”
“Benar juga katamu. Xiaotan, apa kebun kita di Istana Dingin sudah siap panen?”
“Kenapa nyonya menanyakannya? Jangan-jangan?”
“Haish. Tidak, tidak. Untuk hadiahnya biar aku saja yang pikirkan. Kau hanya perlu menyiapkan busana yang sedikit jelek untukku.”
Sebagai seorang bawahan, Xiaotan hanya bisa menurut. Pelayan itu tidak pernah habis pikir pada tingkah majikannya yang semakin hari semakin aneh. Walau sebelum masuk istana Wei Linglong memang agak kurang ajar, tetapi setelah masuk istana kekurang ajarannya malah semakin menjadi. Bahkan Ibu Suri saja dia lawan. Tidak, yang paling parah adalah dia tidak takut pada Kaisar sendiri.
Wei Linglong kembali menikmati pemandangan di atas ayunan. Senja sudah membayang dan pantulan cahayanya telah membentuk semburat berwarna emas di langit sana. Musim gugur sudah hendak berakhir. Sebentar lagi, langit pasti akan menurunkan hujan salju.
Dia tidak tahu apakah saat musim dingin tiba nanti, dirinya sudah kembali pulang ke dunia modern atau tetap menjadi Wei Linglong di masa lalu. Jika dia bisa kembali maka itu adalah hal yang sangat baik karena dia tidak perlu bekerja keras untuk bertahan hidup di tengah kehidupan istana yang manipulatif. Jika tidak bisa pulang, Wei Linglong juga tetap harus menjalankan perannya dan berusaha agar dirinya tidak menyebabkan masalah dan mengganggu orang.
“Xiaotan, ambilkan aku sebuah catatan.”
Setelah pelayannya pergi, Wei Linglong memejamkan matanya. Udara segar kembali merasuki organ pernapasannya. Harum aroma bunga yang telah gugur menjadi sesuatu yang khas. Wei Linglong berencana membuat pilihan untuk hidupnya sendiri. Dia pasti akan hidup sesuai dengan keinginannya apapun yang terjadi.
...***...
...Haloo kesayangan Otor! Gimana, masih lancar kan puasanya? Hihihi. Yuk ikuti terus kisah Linglong di masa lalu! Kalau ada saran atau kritik atau apapun, tulis di kolom komentar ya! Sampai jumpa di episode berikutnya!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Fifid Dwi Ariyani
trusssbsr
2024-01-29
0
fifid dwi ariani
trus ceria
2022-10-19
1
Naura Isa
lnjuuuuuuuuuuut lg dong kak upnya. mksh
2022-04-17
2