Wei Linglong membungkus akar teratai yang dipetik dari kolam dengan selembar kain. Dia kemudian meminta Xiaotan untuk memberinya sisa tabungan yang ada. Saatnya membalas dendam untuk perut keroncongan. Otak cerdasnya sebagai petani masa depan bekerja dua kali lebih baik dibandingkan di dunia modern.
“Hm. Cukup untuk menyuap penjaga dan meminjam baju.”
“Menyuap penjaga? Nona, sejak kapan kau jadi wanita jahat?”
“Wanita jahat? Definisimu salah, Xiaotan. Menyuap orang kecil tidak masalah. Jahat itu ketika kau orang besar menyuap orang besar lagi. Sudahlah, aku sudah terlambat. Kau, berbaring di sini dan jangan ke mana-mana!”
“Tapi, nona, bagaimana jika ketahuan?”
“Sstt… Apa kau punya peta?”
Xiaotan menyerahkan segulung kertas usang bergambar simbol dan bangunan berisi tata letak istana, jalan, dan pintu gerbang. Wei Linglong baru datang, terpaksa harus menggunakan peta karena dia tidak hapal pada tempat ini.
Pelayan paling patuh jika majikan sudah memerintah. Dia, Xiaotan yang sangat setia pada tuannya hanya menurut ketika disuruh berganti pakaian dan berbaring, menyamarkan diri dan menggantikan Wei Linglong untuk sementara waktu. Ketakutan jelas terlihat, namun dia sendiri tidak berdaya. Dia juga ingin Wei Linglong terbebas. Membiarkannya keluar istana saat ini mungkin adalah satu-satunya penghiburan yang bisa dia berikan pada wanita yang sudah memberinya kehidupan.
Meninggalkan Xiaotan yang terjebak di Istana Dingin, mari lihat betapa bahagianya Wei Linglong ketika dia bisa keluar Istana Dingin dengan mudah. Aroma kebebasan menguar menusuk hidung dan memenuhi paru-parunya saat kakinya menginjak tanah di luar gerbang Istana Dingin yang biasanya selalu tertutup. Demi kebebasan tersebut, dia harus menghabiskan seluruh sisa tabungannya untuk menyuap penjaga dan meminjam baju kasim.
Di sebelah barat pagar pembatas, Wei Linglong melihat sebuah lubang anjing. Uangnya sudah habis, tidak mungkin lagi jika harus menyuap penjaga di gerbang utama. Tubuhnya yang kecil mulai masuk, melewati lubang kecil tersebut. Meski sempat tersendat di bagian pinggul, Wei Linglong tetap bisa keluar.
“Untung saja badanku kecil. Wei Linglong, kau benar-benar menjaga tubuhmu dengan baik, ya!”
Wei Linglong berjalan menyusuri jalan besar yang sepi. Jalan itu mengarah ke bagian barat. Tidak ada penjaga di sini. Dia sesuka hati bersenandung tanpa takut ditangkap. Rupanya, dinding pembatas dekat Istana Dingin tidak dijaga. Mungkin pihak istana sendiri tidak khawatir karena penghuni Istana Dingin semuanya adalah orang yang berputus asa.
Rasa senangnya bertambah berkali-kali lipat saat matanya menangkap pemandangan luar biasa.
“Wah, ini benar-benar nyata?”
Orang-orang menyebut ibukota Dinasti Yuan dengan Yongji. Kota Yongji. Ibukota kekaisaran. Kotaraja. Imperial city. Wei Linglong terpukau melihat keramaian yang sangat nyata ada di depannya. Bahkan, ini lebih ramai daripada yang dia lihat di film televisi dan serial aplikasi. Potret nyata dari kehidupan sejarah yang agung ternyata benar-benar luar biasa.
Wei Linglong berjalan di tengah keramaian kota sendirian. Matanya nyalang, mencari tempat yang sekiranya cocok dan strategis untuk menjalankan bisnis. Dia memilih sebuah lahan kosong di dekat sebuah gedung yang ramai. Akar teratai di gendongannya dia letakkan, kemudian dia tata sedemikian rupa. Wanita itu mulai menjajakan dan menawarkan harga.
“Nona, berapa harga akar teratai ini?” tanya seorang wanita setengah baya sambil menunjuk satu akar teratai yang ukurannya paling besar.
“Harganya hanya lima tael perak, nyonya.”
Wanita paruh baya terkejut bukan kepalang.
“Apa? Lima tael perak? Mahal sekali!”
“Nyonya, ini sudah harga diskon. Harga aslinya delapan tael perak. Untuk nyonya, aku beri potongan harga.”
Wanita paruh baya protes. Lima tael perak adalah harga yang terlalu mahal untuk sebuah akar teratai yang dijajakan di pinggir jalan. Harga ini setara dengan satu bulan gaji pejabat eselon sembilan. Namun, pemikiran
tersebut tidak ada dalam otak Wei Linglong yang sedang kekurangan uang. Dia perlu bermain harga agar akar teratainya terjual habis dan dia mendapat keuntungan.
Sebagai mahasiswa pertanian, dia tidak hanya belajar bertani. Dosennya di kampus juga mengajarkan agrobisnis pada mahasiswanya hingga Wei Linglong cukup terampil dalam bisnis jual beli sayuran hasil panen. Keterampilan ini kemudian dia terapkan di sini, di kehidupan barunya.
“Kulihat kau bukan berdagang, tapi memeras. Nona, kau menjual harga tinggi, siapapun tidak akan membelinya!”
“Ini karena akar terataiku spesial!”
Terjadi cekcok antara Wei Linglong dan Si Wanita Paruh Baya. Penawaran harga masih berlangsung namun kedua belah pihak masih ribut dan tetap pada pendiriannya. Wei Linglong tetap pada harga awal, sedangkan wanita paruh baya di depannya bersikeras menawar dengan harga pasar.
Seratus meter dari lapak jual Wei Linglong, sebuah kereta kuda yang mewah berhenti. Seorang pria yang pakaiannya biasa saja turun dari kursi kusir, menatap ke arah depan. Kereta kuda tersebut sepertinya hendak lewat, namun terhenti karena cekcok antara Wei Linglong dan wanita paruh baya mengundang perhatian hingga orang-orang berkerumun dan menutup akses jalan.
“Ada apa?” tanya seseorang dari dalam kereta. Suaranya berat dengan tone yang khas. Suara laki-laki. Namun, terkesan dingin.
“Tuan Muda, di depan ada seorang tukang sayur bertengkar dengan seorang wanita paruh baya,” jawab pria berpakaian biasa.
“Singkirkan mereka!”
“Baik, Tuan Muda.”
Pria berpakaian biasa kemudian menghampiri kerumunan yang ditimbulkan akibat perdebatan Wei Linglong dengan calon pelanggannya. Namun, sepertinya kesempatan untuk membubarkan kerumunan sangat kecil karena orang-orang ini sangat berisik. Mereka semua masing-masing mendukung Wei Linglong dan wanita paruh baya. Alhasil, pria berpakaian biasa tersebut kembali ke kereta kuda.
“Tuan Muda, kerumunannya tidak bisa dibubarkan.”
“Bubarkan paksa!”
Pria berpakaian biasa menarik tali kendali kuda. Kereta berjalan kembali, hendak menerobos kerumunan. Beberapa orang yang sudah tahu mulai menyingkir memberi jalan. Sebagian lagi masih berdiri menyaksikan pertunjukan debat antara seorang pedagang wanita dengan calon pelanggannya.
“Nyonya, akar terataiku diambil dari kolam istana Kaisar. Air tempatnya tumbuh sangat berharga. Jadi, harganya tentu berbeda dengan akar teratai yang dijual di pasaran,” ungkap Wei Linglong begitu meyakinkan.
“Istana Kaisar? Haha, tidak mungkin. Bagaimana bisa akar teratai di kolam istana Yang Mulia bisa kau petik sesuka hati?”
“Itu karena aku ini pandai. Asal kau tahu, temanku bekerja di sana dan menyuruhku menjualnya agar rakyat negeri ini merasakan berkah dari Kaisar!”
Kereta kuda semakin dekat. Suara Wei Linglong yang keras dan tegas mendengung di telinga hingga tuan muda di dalam kereta berseru,
“Berhenti!”
Kereta kuda berhenti tepat di dekat kerumunan.
“Tuan Muda, mereka?”
“Jangan bicara.”
Tirai penutup kereta kuda tersingkap. Seorang laki-laki muda dalam balutan pakaian indah berwarna cokelat keluar dari dalam. Rambutnya panjang sepunggung, diikat sebagian seperti pemuda pada umumnya. Di tangannya terdapat sebuah kipas dari kain polos berwarna senada dengan pakaiannya. Wajahnya putih bersinar, tampan dan cantik dalam waktu bersamaan.
Orang itu turun dari kereta. Kerumunan orang kemudian memberi jalan pada pemuda tersebut. Wajahnya yang indah itu ternyata menarik perhatian banyak orang, tidak terkecuali Wei Linglong dan wanita paruh baya. Gaya
berjalannya sangat tegap bak bintang film berjalan di karpet merah. Wei Linglong sempat terkesima. Dia baru tersadar ketika pria berpakaian biasa di samping pemuda itu berdehem dan bersiap mengeluarkan senjata di tangan kirinya.
“Beraninya kau menatap Tuan Mudaku!”
Perkataan pria berpakaian biasa membuat Wei Linglong berdecih. Tampangnya saja yang bagus, tapi tidak mampu mendidik bawahan hingga berkata kasar pada seorang wanita dengan nada tinggi. Tipe pria seperti ini pasti hanya mengandalkan kekayaan dan kekuasaan orang tua untuk menggapai popularitas dan menggaet hati banyak gadis. Semua yang terlihat tidak lebih dari sebuah cangkang kosong atau topeng palsu.
“Ckck… Pria kecil, kenapa kau menghalangi bisnisku?”
“Hei pedagang kecil, beraninya kamu!”
Pria berpakaian biasa tidak jadi memukul Wei Linglong karena ditahan oleh isyarat tuan mudanya. Wei Linglong memperhatikan wajah pria itu dengan saksama. Tampan, alis tegas, kulit putih, hidung bangir, bibir kecil, semuanya memang tampak sempurna. Tapi, kenapa pria ini terkesan sangat dingin dan kejam?
“Kau bilang akar teratai ini dari istana Kaisar?”
Wei Linglong sempat tertegun begitu mendengar suara Si Tuan Muda. Suaranya berat namun penuh wibawa, membuat siapapun yang mendengarnya terkesima.
“Ya. Kenapa? Apa Tuan Muda mau membelinya?”
“Jika palsu, kau akan dihukum gantung.”
“Hei, mau beli atau tidak? Tidak mau beli ya sudah. Jangan menghalangi bisnisku.”
Pria itu menyunggingkan senyum kecil yang sangat dingin. Wanita di depannya sungguh punya keberanian besar. Dia sama sekali tidak terintimidasi oleh perkatannya. Sebaliknya, mata wanita itu berbicara kalau dia punya keyakinan dan kepercayaan diri yang tinggi. Nada bicaranya semakin tegas tanpa keraguan atau ketakutan. Jarang sekali ada wanita seperti ini.
“Berapa harganya?”
“Karena Tuan Muda sepertinya orang kaya, diskonnya aku batalkan. Jika Tuan Muda membelinya, kau cukup membayar dua ratus empat belas tael perak saja. Murah, bukan?”
Semua orang yang ada di sana terkejut bukan main. Mereka beranggapan kalau wanita itu benar-benar sudah gila. Dua ratus empat belas tael? Itu sudah setara dengan harga sehektar tanah di pegunungan yang subur. Siapa yang membeli akar teratai dari wanita ini otaknya kemungkinan sudah rusak.
Tetapi, siapa yang menyangka kalau pria itu berkehendak lain.
“Guanxi, beli semuanya!”
“Tuan Muda, apa ini tidak keterlaluan?”
“Aku bilang beli semuanya!”
Mata Wei Linglong hampir keluar saking terkejutnya. Dia pikir pemuda itu hanya main-main. Tetapi, setumpuk perak di hadapannya benar-benar nyata. Dia menggigitnya, kemudian bersorak kegirangan. Tuan muda tadi benar-benar menakjubkan! Dia tanpa ragu membeli semua akar teratainya dan membayar dengan harga yang sudah ditentukan.
Amazing! He’s really crazy rich!
“Tuan Muda, siapa namamu? Lain kali, kita mungkin bisa berbisnis lagi!”
Sambil sibuk menghitung perak, Wei Linglong tidak menyadari kalau pelanggan hebatnya sudah beranjak dari sana tanpa membawa akar teratainya. Sang Tuan Muda yang dermawan berhenti sejenak, kemudian berkata tanpa membalikkan badan,
“Murong.”
Pria berpakaian biasa di sampingnya tertegun. Barusan, tuannya ini memberitahukan namanya pada wanita itu? Apa dia tidak salah dengar? Sejak kapan tuannya menjadi ramah pada orang asing, terlebih lagi pada seorang pedagang sayur wanita yang jelas-jelas sedang menipunya?
“Tuan Muda, lalu bagaimana dengan akar teratainya?”
“Bagikan saja.”
Sang Tuan Muda kembali masuk ke dalam kereta. Kerumunan sudah bubar, Wei Linglong sudah mendapat keuntungan besar. Ilmu agrobisnis yang dia pelajari tidak sia-sia. Dua ratus empat belas tael menjadi miliknya. Harga tersebut setara dengan dua juta dolar, harga yang fantastis sekali. Hanya dengan meminjam nama Kaisar, dua juta dolar langsung berada di tangan. Tidak disangka, di dunia ini ada orang bodoh yang begitu percaya pada perkataannya.
“Tuan Muda Murong, kau sangat dermawan!”
Langit benar-benar tidak buta. Dia mengirimkan seorang tuan muda gila yang kaya raya pada Wei Linglong. Keuntungan yang didapatkan oleh wanita itu seratus kali lebih banyak, lebih dari kejatuhan durian runtuh. Langit tidak pilih kasih, hidup Wei Linglong terselamatkan.
Setelah membereskan lapaknya, dia pergi ke restoran, membeli beberapa bungkus makanan kemudian pergi lagi. Perutnya yang keroncongan sudah kenyang karena dua juta dolar dari akar teratai yang dijualnya. Makanan ini, biarkan Xiaotan saja yang memakannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Fifid Dwi Ariyani
russehat
2024-01-29
0
Kartika Lina
kata keramat nya belum muncul 🤭
2024-01-15
0
ar wahkhu
Trus nantinya tertarik, ternyata pria itu pangeran punya prajurit bayangan, bla,, bla,,bla,,
2023-03-24
1