Pagi hari adalah hari dimana segala aktivitas di mulai, pagi itu Juna berjalanan menuju kelasnya, hari ini mungkin terhitung cukup berat untuknya, dari mata pelajaran yang di penuhi dengan jadwal presentasi, hafalan, dan juga praktek.
bahkan siangnya dia juga harus mengikuti kelas tambahan bersama kak Hugo, hari yang cukup padat dengan segala aktivitas yang menguras tenaga, namun dia tetap tersenyum menjalani harinya dengan semangat. Apa sih yang tidak buat ilmu. Dia harus terus belajar agar bisa mencapai tujuannya.
jam istirahat Juna gunakan untuk mengerjakan beberapa soal, tadi guru memberikan soal Kimia dan Fisika dan terakhir pengumpulan adalah besok.
laki-laki itu menghela nafas pelan, sedikit lelah karena bahkan tadi matanya tidak lepas dari layar komputer karena ada tugas pengetikan. Dia menegak air putih yang dia beli tadi waktu berangkat sekolah.
setelah ini masih ada hafalan dua mata pelajaran yang sama rumitnya, dia mengerjakan kembali tugas nya rencananya ingin dia kumpulkan sepulang sekolah nanti.
setelah ber jam-jam Juna mengikuti pelajaran kini suara bel pulang sekolah pun dibunyikan, Juna menuruni tangga dan berjalan ke arah ruang guru. Dia menemui guru mata pelajarannya dan menyerahkan tugasnya.
"kamu selalu rajin Juna, teman mu saja belum ada yang menyerahkan tugas ke ibu" Juna tersenyum dan hanya menjawab seadanya, lalu laki-laki itu keluar menuju lantai atas, dia sudah di tunggu kak Hugo di lantai atas.
mereka bertemu di dalam Lab, Juna menyalakan komputernya dan mulai melakukan perintah dari kak Hugo, sesekali merenggangkan tubuhnya yang lelah.
satu-persatu sudah dapat Juna selesaikan kini tinggal beberapa, jam sudah menunjukkan pukul 14.45 kurang beberapa menit lagi tugas Juna akan selesai.
"ayo masuk, saya penasaran sama kemampuan kamu yang katanya mahir itu" Juna mengalihkan pandangannya dari layar monitor, menatap kak Hugo yang baru saja masuk menyeret perempuan. Juna menatap kak Hugo yang terlihat marah itu dan tersentak ketika melihat perempuan itu adalah Jehan. Memang tadi laki-laki itu pamit keluar karena ingin bertemu dengan temannya yang juga masih berada di lantai bawah.
"duduk, coba kamu buktikan perkataan mu tadi" kak Hugo menekan bahu gadis nya, lalu menyalakan monitor, sudah banyak aplikasi desain yang terpampang di layar monitor.
"ayo buktikan, tadi aja kamu bilang ke teman-teman kamu kalau kamu udah menguasai semua aplikasi desain, dengan bangga nya kamu bilang kalau hal itu hal yang mudah. Kenapa sekarang diam." gadis itu hanya diam tanpa menatap wajah kak Hugo, bahkan dapat Juna lihat gadis itu memutar bola matanya kesal.
"berlebihan banget lo kak, ya gw mau ngomong apa ngga ada urusan nya sama lo" gadis itu bangkit namun kembali kak Hugo tekan bahu nya sehingga Jehan kembali duduk ke tempatnya.
"saya paling ngga suka sama orang yang omongan nya kosong, cuma bisa bicara tanpa membuktikan ucapannya, kalau kamu ngga mau buktiin semua omongan kamu, maka saya akan suruh pak Egan buat ngetes kamu sendiri. Dan saya pastikan pak Egan akan setuju dengan ucapan saya." Jehan berdecak kesal, di pikir siapa laki-laki itu yang berani menekannya seperti itu bahkan mengancamnya.
"dasar cepu" ucap Jehan
"kalau kamu ngga mau ya sudah biarkan pak Egan yang membuktikan kemampuan kamu, kamu pikir perkataan kamu membuat jurusan kita bangga dan di junjung oleh anak jurusan lain. Bahkan kalau mereka tau sebenarnya kamu ngga bisa apa-apa mereka akan mengolok jurusan kita yang mempunyai angkatan sombong dan suka berbicara omong kosong." Jehan melotot apa-apaan laki-laki itu, berbicara semaunya. Dia pikir siapa juga yang sombong toh dia memang pandai meretas data, ya walau dia lemah dalam bidang desain.
"oke, aku bakal buktiin, kakak ngga usah omong apa-apa lagi. Kakak terlalu menganggap remeh aku. Kakak pikir aku bodoh" Kak Hugo hanya tersenyum sinis, jelas dia meremehkan kemampuan Jehan.
dua aplikasi desain dapat Jehan kuasai dengan mudah bahkan aplikasi yang menurutnya susah sekarang sudah dapat dia jalankan dengan gerakan yang pelan, Jehan tertawa senang dalam hati ketika melihat kak Hugo yang menatapnya tajam.
kak Hugo merebut mouse yang Jehan pegang lalu mengutak-atik komputer, Jehan hanya menghela nafas malas
"sekarang aplikasi ini, mendengar ucapanmu yang tadi enteng bilang kamu menguasai aplikasi desain seharusnya aplikasi ini mudah untuk kamu". Juna mengintip, dia kaget, bagaimana mungkin Kak Hugo memberikan tantangan aplikasi yang mungkin saja belum Jehan tau, itu pembelajaran untuk kelas 11 semester dua, bahkan sekarang itu sedang Juna pahami karena pembawaan nya yang cukup rumit.
"apaan aku ngga pernah tu di ajarin aplikasi ini sama pak Egan" Juna tersenyum kecut, jelas saja Jehan tidak akan paham walau di ajari sekali pun. Karena jarang orang bisa langsung paham dalam sekali lihat.
"lah saya ngga tanya kamu di ajarin pak Egan atau ngga, yang saya tau kamu tadi bilang kalau kamu jago dalam bidang desain"
gadis itu menggerutu mencoba untuk mencoba aplikasi di depannya sekarang, namun jelas dia tidak bisa dan selalu salah, dia tidak tau aplikasi itu seperti apa.
1 jam lebih Jehan berada di depan komputer, namun belum ada satu karya pun yang dia hasilkan.
"bodoh banget ya, gitu aja ngga bisa apa lupa atau emang dasarnya bodoh" Jehan hanya diam mendengar semua penghinaan yang keluar dari mulut kak Hugo, memang dia tidak bisa mau apa. Ingin rasanya Jehan mengamuk namun di hadapan kak Hugo entah kenapa dia tidak bisa berontak, mata laki-laki itu begitu mengintimidasi nya membuat nya sedikit takut.
"udah lah, kamu dari dulu memang sama selalu saja begitu, semua ucapan kamu itu cuma omong kosong, merasa bangga pada diri kamu yang di puji orang lain. Nyatanya kamu itu tidak ada kelebihannya sama sekali, cuma bisanya berbuat nakal gitu aja bangga. Kalau saya jadi kamu malu saya."
setelah mengucapkan kata-kata pedas itu, kak Hugo pergi meninggalkan Jehan dan Juna, Juna menghampiri gadis nya yang menundukkan kepala dengan mengepalkan tangannya, dia tau jika mungkin Jehan sedang menangis saat ini.
"ngga usah di ambil hati ya omongan kak Hugo, dia emang gitu bicaranya" Juna mengelus rambut gadis itu, Jehan terdiam sebentar lalu dia menyandarkan kepala nya ke perut Juna yang sedang berdiri, gadis itu memeluknya sambil terisak Juna hanya diam membiarkan perempuan itu menangis.
"dia sombong sekali kak, dia menghina ku seolah dia bisa segalanya. Dia berlebihan aku tidak terima atas hinaannya"
"dia berbicara seolah-olah aku adalah orang paling bodoh yang tidak bisa apa-apa, aku memang tidak tau aplikasi itu di gunakan untuk apa. Bahkan dia tidak menjelaskannya tadi" Jehan masih terisak dia membiarkan Juna mengelus rambutnya, dia tidak terima hinaan yang Kak Hugo berikan.
Jehan berdiri, dia ingin pergi saja, rasanya dia ingin memukul apapun itu untuk meredakan emosinya, bagaimana pun dia terluka dengan perkataan kasar kak Hugo.
Juna menangkup wajah gadis nya, menghapus air mata yang masih tersisa, tadi sebenarnya dia ingin membantu gadis itu namun kak Hugo melarangnya melalu tatapan mata, dia akui kata-kata kak Hugo memang tadi kasar, mungkin untuk dia sudah biasa mendengar kata-kata hinaan begitu, tapi untuk Jehan yang tidak pernah mendapat hinaan jelas itu melukai hatinya.
"kamu tadi kenapa bisa berakhir ketemu sama kak Hugo, kak Hugo tadi kelihatan marah banget. Kamu berbuat salah apa sampai dia marah ?" tanya Juna pelan dia mengelus pipi gadis itu sambil menatap mata Jehan lembut.
"aku cuma ngobrol sama temen, tiba-tiba dia datang narik tangan aku" mata gadis itu kembali berkaca-kaca.
"aku benci sama dia" Juna tersenyum tipis, baginya Jehan adalah orang yang pendendam, hanya karena ucapan kakak senior dia jadi membencinya.
"jangan, dia kaya gitu biar kamu bisa tau apa kesalahan kamu. Mungkin ucapannya kasar dan menohok tapi itu lah caranya memberitahu bahwa kamu salah." Juna mencoba memberi pengertian walau sebenarnya dia sendiri juga menyia-nyiakan ucapan kak Hugo.
"pokonya aku benci, dan aku mau pulang"
"iya sayang, tapi jangan nangis lagi ya, muka kamu merah tu" muka Jehan bertambah merah ketika Juna memanggilnya 'sayang'. Jantung nya berdetak kencang walau dia mencoba untuk menepis perasaannya namun jelas dia sedikit malu mendengar candaan Juna.
Jehan ingin protes namun laki-laki di depannya kembali memeluknya kini lebih erat, laki-laki itu lebih tinggi darinya. Tinggi Jehan saja hanya sebatas bahu laki-laki itu. Jehan menyandarkan kepala nya ke dada laki-laki itu, dia anggap ini perhatian seorang teman karena dia tidak ingin mengakui bahwa laki-laki di depannya ini hari ini resmi menjadi pacar nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments