Setiap hari Juna selalu datang ke rumah sakit, dia melakukan segala cara untuk bisa masuk ke kamar inap Jehan tanpa ketahuan. Seperti hari ini, dia sedang mengupas kan buah yang Jehan inggin kan.
Jika di pikirkan memang perhatian yang dia berikan itu berlebihan, bahkan dia tidak peduli akan konsekuensi yang mungkin terjadi nanti. Dia tidak tau kedepannya akan seperti apa yang dia pikirkan adalah saat ini dia masih bisa bersama gadis kesayangannya.
"udah belum kak, buah nya" gadis itu menegur Juna yang nampak serius mengupas buah.
"bentar ya kakak cuci dulu, biar lebih bersih" Juna membersihkan buah yang sudah dia kupas, padahal buah itu mungkin sudah bersih tapi ya tidak ada salahnya jika di cuci lagi.
"ini, kamu makan aja dulu, itu akan menyegarkan perut kamu" laki-laki itu menyerahkan buah sambil tersenyum manis kepada Jehan. Yang membuat Jehan ikut membalas dengan senyuman manis nya.
jantung keduanya berdebar, sekaligus senang. Jehan yang senang mendapatkan teman baik seperti Juna dan Juna yang senang karena bisa melihat senyum manis gadis kesayangannya.
"kakak kenapa ngelihatin aku kaya gitu" Jehan mengalihkan wajahnya menghindari tatapan Juna yang tajam namun lembut. Wajahnya sedikit merona karena salah tingkah. Membuat Juna terkekeh karena wajah gadis itu yang menggemaskan.
"ngga, kakak heran aja kenapa kamu cantik banget. Bahkan ketika sakit kamu masih terlihat cantik" Juna tersenyum amat manis yang membuat wajah Jehan semakin merona merah.
"omong kosong" Jehan tidak mungkin percaya dengan ucapan kakak seniornya itu. Memang banyak yang bilang dia itu cantik dan beruntung. Mamahnya seorang wanita yang mempunyai garis wajah manis dan papa nya yang tampan dan sukses keturunan Eropa. Mempunyai kakak laki-laki yang juga sempurna dari segi fisik maupun otak yang cerdas. Yang mampu mengembangkan bisnis hingga sukses dan meluas sampai luar Negara.
Namun ya memang, semua tidak semudah itu. Jehan selama ini tidak memanfaatkan kekayaan orang tuanya untuk kesenangan dirinya sendiri. Dia sekolah dengan meraih banyak prestasi. Orang tuanya tidak memanjakan nya walau terkesan sibuk dengan dunia bisnis.
orang tuanya mau anak mereka hebat dengan kemampuannya sendiri. Meraih impian mereka dengan kaki mereka sendiri. Jehan beruntung karena orang tuanya tidak memaksa anak-anaknya untuk jadi seperti apa yang mereka mau. Orang tuanya selalu mendukung apapun yang anak-anaknya mau dan tempuh.
"emang selama ini kamu ngga nerima ucapan kagum para cowok yang selalu mengagumi kamu. Seorang Jehan gadis nakal dan cantik di sekolah kita"
Jehan tersenyum, dia memang di kenal nakal oleh beberapa siswa dan guru. Karena sering telat dan membantah perintah guru. Tapi memang jika dia tidak suka dia bisa apa. Pura-pura suka dengan apa yang gurunya perintahkan, lebih baik dia kabur dari pelajaran atau jujur kalau pelajaran mereka menyiksanya. Jehan gadis pintar namun tidak pernah mengasah otaknya, sehingga terkadang susah karena dia yang lebih sering menghabiskan waktu balap motor dan memburu ketenangan di alam.
"siapa kamu" mereka berdua tersentak ketika terdengar suara bariton berat seorang pria yang membuat tubuh Jehan menegang. Mereka pun menoleh ke arah pintu dimana berdiri seorang pria dengan setelan jas kerja menatap datar ke arah mereka. Terlebih tatapan nya yang tajam ke arah Juna yang tertawa bersama Jehan tadi.
🌿🌿🌿
Juna duduk menunduk, meremas tangannya. Duduk di depan seseorang yang menatapnya tajam, ya seseorang yang tadi memergoki nya tertawa bersama Jehan. Juna sedikit canggung di tatap seperti itu. Apalagi merasakan aura dingin di sekitarnya membuat tulang nya ngilu.
"jadi kamu siapa nya Jehan, kenapa kamu bisa dekat dengannya" suara dingin yang di keluarkan laki-laki itu membuat Juna terdiam. Dia menghela nafas pelan menatap sekelilingnya yang kosong. Dia sedang duduk di salah satu resto di ruang VVIP. Tadi dia di seret untuk mengikuti laki-laki itu.
"saya temennya Jehan om, Jehan adalah adek kelas saya di sekolah. Satu jurusan dengan saya" Juna menjawab sopan pertanyaan yang di lontarkan papa Jehan.
"benar cuma teman ?" papa Jehan tidak semudah itu percaya dengan ucapan Juna. Apalagi anak kecil di depannya ini berani menjenguk anaknya tanpa izin.
"iya om... Cuma temen"
"kamu denger ya, Jehan putri saya tidak pernah menjalin hubungan dengan sembarang orang. Entah itu sebagai teman maupun pasangan. Jehan itu pemilih dia juga tidak mudah nyaman dengan seseorang. Ke empat sahabatnya pun tidak pernah se nekat ini. Tapi melihat kamu yang nekat menemui anak saya tanpa izin. Saya merasa kamu bukan teman yang baik untuk putri saya" papa Jehan mengeluarkan peringatan ke Juna dengan tajam. Dia tidak mau putri nya dekat dengan sembarang orang terutama itu seorang pria. Dia selalu menasehati putrinya untuk tidak dekat dengan pria asing.
"maafkan saya om, saya hanya takut jika tidak di izinkan bertemu dengan Jehan. Saya hanya ingin merawat Jehan sampai sembuh, selama ini Jehan selalu membantu saya ketika saya butuh teman, ketika saya sedang sakit. Makanya saya juga ingin merawat Jehan ketika dia sedang sakit" Juna menghela nafas sebelum melanjutkan ucapannya.
"saya mohon om, tolong izinkan saya menemani Jehan, saya hanya ingin merawatnya sampai dia sembuh. Maafkan kelancangan saya yang menemui Jehan tanpa izin dari om. Tapi saya mohon tolong izinkan saya merawat Jehan sebagai teman"
papa Jehan menatap datar ke arah Juna yang terus berbicara. Dia merasa jika laki-laki itu lebih cenderung menyukai putrinya. Dia bimbang takut jika laki-laki itu membawa dampak buruk buat putrinya.
"baiklah, saya tidak pernah melarang Jehan berteman dengan siapapun. Dia bebas mencari teman yang dia mau. Kamu boleh merawatnya hingga sembuh tapi tetap dalam pantauan saya" papa Jehan ingin mengetes bocah di depannya. Jika memang dirasa membawa dampak buruk maka dia akan meminta putrinya untuk menjauhi laki-laki itu.
"terima kasih om atas izin nya" Juna tersenyum tipis, dia sudah was-was jika nanti papa Jehan melarangnya untuk dekat dengan Jehan. Dia sedikit lega ketika papa Jehan mengizinkannya.
"ya sudah saya akan pulang, kamu juga pulang aja tidak usah ke rumah sakit. Biarkan Jehan beristirahat hari ini"
"baik om, jika begitu saya permisi dulu" Juna berdiri dan mengulurkan tangan nya, yang membuat papa Jehan bingung. Apa bocah itu ingin bersalaman. Namun papa Jehan ikut mengulurkan tangan yang di terima Juna yang langsung mencium telapak tangan papa dari gadisnya.
"assalamualaikum, om hati-hati ya di jalan. Semoga selamat sampai tujuan" ucap Juna yang hanya di balas anggukan oleh papa Jehan. Papa Jehan sedikit termenung mendapat perlakuan manis dan sopan dari teman putrinya. Dia tersenyum ketika sudah berada di dalam mobil. Sekarang dia tau kenapa anaknya menerima bocah itu sebagai teman.
dia pun melajukan kendaraanya meninggalkan Juna yang tersenyum di parkiran. Setelah mobil menghilang dari pandangan, Juna pun menghela nafas lega. Dia yakin jika sebenarnya keluarga Jehan orang yang baik, tidak memandang orang dari segi penampilan. Syukurlah gadisnya hidup dalam lingkungan yang baik, mempunyai orang tua yang baik dan memiliki sifat yang baik pula.
setidaknya dia bisa tenang saat ini, karena sudah mendapatkan izin merawat Jehan yang sedang sakit. Dia tidak perlu mengendap-endap ketika ingin bertemu Jehan. Karena dia sudah mendapatkan izin dari papa gadis itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments