Saat waktu pulang tiba Juna melangkah pulang menyusuri lorong lantai bawah untuk sampai di parkiran belakang, sesaat dia menghentikan langkah kakinya ketika melihat salah satu teman Jehan yaitu Gibran sedang berbicara pada seseorang.
"Jadi Jehan beneran kecelakaan ?" laki-laki di samping Gibran bertanya ke pada Gibran dengan raut wajah khawatir.
"iya, kenapa tu muka lo. Biasa aja kali" Gibran menimpali ucapan laki-laki itu yang tidak di kenali oleh Juna.
"aku mau jenguk dia" laki-laki itu masih berbicara dengan nada khawatirnya yang belum hilang. Juna seperti tersetrum arus listrik, tidak mampu walau hanya untuk menggerakkan tangannya.
dia tidak salah dengar bukan, Jehan kecelakaan gadis nya sedang terluka. Pantas saja dari tadi dia tidak melihat gadis itu. Tiba-tiba dia ikut khawatir takut jika gadis itu terluka parah. Inggin bertanya tapi dia takut jika tidak mendapat balasan.
"ngga usah Jehan juga nggak mau lo jenguk" Gibran mengungkapkan penolakan atas niat laki-laki itu.
Arjuna, laki-laki itu menatap hampa ke arah dua orang yang sedang berbicara tentang gadis nya. Dia bahkan terus termenung menatap mereka sampai tiba-tiba dia di kejutkan oleh seseorang yang menepuk pundaknya dia pun berbalik dan mendapati teman perempuan Jehan yang berdiri di belakang nya. Salah satu teman Jehan yang paling ramah menurutnya di banding teman Jehan yang lain.
"kakak kenapa berdiri di sini, tunggu kakak bukannya temen nya Jehan ya yang waktu itu ngobrol berdua di kantin sama Jehan" Juna mencoba untuk tersenyum, dia mengangguk kecil sebagai jawaban.
"kenapa kok berdiri di sini, ngga pulang ?" gadis itu memperhatikan Juna yang nampak sedih dan khawatir.
"em, aku tadi cari Jehan tapi sepertinya dia udah pulang ya" Juna pura-pura tidak tahu, inggin melihat reaksi atau jawaban dari gadis di depannya.
"Jehan ngga masuk sekolah kak"
"memang kenapa, em maksudnya apa dia sedang sakit atau izin ?" Juna memberanikan diri bertanya.
"dia sakit, mungkin untuk beberapa hari ke depan ngga masuk sekolah, jadi kakak ngga usah nyari dia ya" gadis itu menjawab seadanya, masih tidak ingin memberitahukan bahwa temannya kecelakaan. Wajar mungkin sedikit sulit percaya kepada orang lain. Karena semua teman Jehan memang begitu mempunyai sikap waspada yang tinggi apalagi Jehan yang sulit percaya kepada orang lain.
"parah ya, sampai ngga masuk beberapa hari. Pengen jenguk sebenarnya" gadis itu melihat nya dan menatap nya tajam, mungkin mencoba mencari tau lewat matanya tentang tujuan nya sebenarnya.
"kakak deket banget ya sama Jehan, sampai berani buat jenguk dia" gadis itu mungkin menganggap bahwa dia sok kenal atau sok akrab kepada Jehan yang notabennya nya sulit menerima orang lain. Tapi dia tidak peduli dia inggin melihat keadaan gadis yang dia cintai.
"boleh saya tau di mana Jehan di rawat" Juna mulai sedikit berani untuk bertanya. kenapa, dia juga ingin merawat Jehan yang selalu membantu nya ketika susah, juga merawatnya ketika sakit. Dia juga ingin menjenguk gadis itu.
"apa kakak yakin, kakak akan menjenguk dia" gadis itu mulai tidak sabar, sepertinya memang Gibran sedang menunggunya dan ini memang sudah lama mereka berbincang.
"iya, tolong kasih tau saya dimana Jehan di rawat"
"ini alamat rumah sakitnya, ya udah aku pergi dulu ya. Tapi aku peringati kakak ngga usah ke sana. Aku rasa Jehan juga tidak peduli kakak ke sana atau tidak" gadis itu pergi setelah menyelesaikan ucapan nya meninggalkan Juna sendiri yang menatap kartu alamat sebuah rumah sakit tempat di mana Jehan di rawat.
🌿🌿🌿
Juna pun turun dari bus deket halte rumah sakit tempat di mana Jehan di rawat, setelah membayar dia pun berjalan menuju resepsionis dan mulai bertanya di mana ruangan tempat Jehan di rawat. Setelah mendapat nama ruangannya dia pun melangkah sesuai arah panah yang menunjuk ternyata Jehan di rawat di kamar VVIP lantai atas. Juna terdiam, dia tau mungkin Jehan akan di jaga oleh beberapa bodyguard papa nya namun dia tetap nekat untuk bisa bertemu dengan gadis itu.
dia mencoba mencari cara, bagaimana agar dia bisa masuk dalam ruangan itu tanpa ketahuan, saat sedang berfikir dia melihat ada seorang laki-laki yang berusia sekitar 40 an berjalan keluar menggunakan jas kerja dan menghampiri para bodyguard. Mereka menyingkir dari pintu dan berbicara sebentar, Juna tersenyum dia tidak menyianyiakan hal itu. Dia langsung berlari kecil menuju ruangan itu dan menutup pintunya.
Juna melihat seseorang yang terbaring di ranjang putih itu, seorang gadis yang menggenakan baju rumah sakit dengan kaki dan tangan yang di perban yang biasa digunakan untuk membalut luka. Dia mengintip di jendela untuk melihat ke luar. Ada dua penjaga gagah yang sedang menjaga ruangan ini. Dengan pelan tanpa suara dia menghampiri gadis nya yang tertidur di ranjang itu.
Juna duduk di samping brankar gadis itu, mencoba untuk menggenggam tangan mungil itu yang dingin. Terdapat luka di tangan kanan, jari manis dan telapak tangan yang ikut di perban. Dia tidak tega melihat keadaan gadis itu. Ditambah bagian pelipis gadis itu yang merah dan dahi yang di tutup kain pembalut luka.
"buka mata kamu aku mohon" Juna berbisik pelan di telinga gadis itu yang dengan setia memejamkan matanya. Tanpa dia sadari air matanya ikut menetes di tangan gadis itu yang di perban.
Jehan yang merasakan pergerakan di tangan nya pun mencoba membuka mata dan melihat seseorang yang menggenggam tangan nya. Cukup memberikan rasa hangat dan nyaman untuk nya.
"udah sadar hem, maaf ganggu tidur kamu ya" Juna berbicara dengan lembut sambil mengelus lengan gadis itu yang menatap nya sebentar.
"kakak kenapa ada di sini"
"kakak denger kamu sakit, makanya kakak kesini. Apa luka nya terasa sakit"
"apa papa izinin seseorang untuk jenguk aku ?" gadis itu tidak menjawab pertanyaan Juna yang terdengar khawatir.
"kakak..." Juna tidak tau harus menjawab apa, karena dia masuk tanpa izin tadi. Melihat Jehan yang seperti tidak menginginkan keberadaannya dia pun mencoba untuk tersenyum.
"kakak boleh ngerawat kamu, kamu juga pernah rawat kakak kan waktu kakak sakit"
"perhatian ini... sebagai teman atau apa, kenapa sampai nekat datang padahal mungkin kakak ngga di izinin, kakak nekat kan. Rasanya terlalu berlebihan kalau temen sampai seperti itu" gadis itu terlalu pintar sehingga dapat menebak maksudnya dengan cepat.
"apa kakak ngga boleh jenguk kamu, menurut kakak ini semua perhatian sebagai seorang teman. Karena cuma kamu temen kakak jadi kakak ngga tau harus bersikap seperti apa" Juna masih mencoba untuk menyangkal ucapan Jehan yang terlihat menyudutkannya.
"boleh, tapi menurut aku kakak terlalu nekat, karena bahkan ke empat teman ku tidak berani masuk tanpa izin dari papa" gadis itu melihat mangkuk yang berisi bubur di nakas, seperti inggin mengambilnya namun di urungkan.
Juna pun mengambil mangkuk itu, dan duduk lagi di tempatnya. "mau makan ini, kakak suapi ya" Juna masih kekeh untuk merawat gadis itu, Jehan menghela nafas pelan dia merasa bahwa perhatian dari Arjuna terlalu berlebihan. Namun dia hanya mampu mengangguk karena tangan nya juga tidak mampu untuk makan sendiri. Tangan kiri nya pun terluka.
"kamu tadi udah minum obat dek" Jehan hanya menggeleng karena memang dia baru bangun.
"ya udah di habisin dulu aja makanannya trus langsung minum obat. Sebentar" Juna mengambil nasi yang tertinggal di bibir gadis nya dengan lembut, yang membuat jantung Jehan sedikit berdebar namun dia menepisnya. Mencoba bersikap biasa di hadapan senior nya itu.
"sekarang istirahat aja ya, aku tunggu sampai kamu tidur" Juna menaruh mangkuk yang sudah kosong dan duduk kembali, cukup lama dia duduk setelah memastikan bahwa perempuan itu terlelap Juna pun tersenyum. Merapikan selimut agar gadis itu nyaman. Dia akan merawat gadis itu hingga sembuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments