Arjuna berjalan pelan ke arah sepedanya, dia mulai mengayuh sepedanya untuk keluar dari arena sekolah, melajukan dengan pelan sepedanya, hari sudah menjelang sore banyak kendaraan roda empat di jalan raya, Juna memilih untuk putar arah lewat jalan yang sepi saja. Karena terkadang jalanan sangat macet.
Juna terus mengayuh sepedanya dengan pikirannya yang bercabang kemana-mana. Jehan, ya gadis itu yang sekarang memenuhi pikirannya, Juna heran kenapa gadis itu sampai menghindarinya hanya karena mengetahui perasaannya.
bahkan Juna pernah melihat gadis itu putar arah ketika melihatnya yang menunggu gadis itu di motor kemarin. Ya saat itu Juna sebenarnya tau jika Jehan putar arah, saat Juna mengikuti gadis itu ternyata gadis itu menunggu Gibran dan menukar motor mereka.
setidak ingin itukah bertemu dengannya, apakah dia begitu memuakkan sehingga gadis itu mati-matian menghindarinya. Sekarang Juna suduh cukup tau rasanya tidak di inginkan untuk kesekian kalinya. Apakah mungkin dia tidak berharga, tidak pantas untuk mendapatkan cinta dan ketulusan. Ingin rasanya dia egois kali ini, memaksakan perasaannya untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
walau memang antara dia dan Jehan banyak sekali perbandingan yang mencolok, namun dia ingin egois untuk kali ini. Memperjuangkan seseorang yang dia sukai tidak peduli jika satu dunia menentang dan mencibirnya dia akan terus maju.
Juna berhenti ketika melihat anak kecil yang menangis sambil berjongkok, dia pun meletakkan sepedanya dan menghampiri anak itu.
"kamu kenapa dek ?" tanya Juna sambil berusaha melihat wajah anak itu.
"aku tersesat" ucap anak itu dengan ketakutan, ah mungkin takut sama dirinya pikir Juna.
"tersesat ?" anak itu hanya mengangguk sambil menunduk
"kamu tau tidak rumah kamu, biar kakak antar" anak itu menggeleng, dia diam sebentar sebelum menjawab
"kata ibu aku tidak boleh percaya ke orang asing" Juna tersenyum mendengar jawaban anak itu, Juna pun mengelus lembut rambut anak laki-laki itu.
"iya tapi kakak orang baik, kakak ngga akan berbuat apapun ke kamu. Ini sudah sore, nanti ibu khawatir karena kamu ngga pulang-pulang, kakak antar saja ya" Juna masih berusaha membujuk, tidak enak juga meninggalkan anak itu sendirian di sana.
"ini kak alamat ibu" anak itu menyodorkan kertas yang mungkin berisi alamat anak itu, setelah tau di mana alamat anak itu, Juna pun menyuruh anak itu untuk duduk di boncengan nya.
"kamu kenapa main sampai kesini, tadi naik apa ?" Arjuna mulai bertanya, karena alamat anak itu cukup jauh dari tempat anak itu menangis tadi.
"aku naik angkot kak"
"kenapa kok berani naik angkot sendirian, harus nya minta di temenin aja dek"
"aku mau keluar aja, gara-gara aku sakit ibu melarang ku untuk keluar. Padahal aku ingin bebas seperti anak lain, bisa bermain, bersekolah, jalan-jalan tapi aku tidak mendapatkannya." Juna terdiam, sakit ? apa begitu parah sampai kebebasan anak itu di rampas.
Juna terdiam selama perjalanan, tidak bertanya apapun lagi. Dia terus mengayuh sepedanya sampai mereka sampai di tempat di mana alamat itu berada.
"itu kak rumah aku, berhenti di situ aja ya" anak itu menunjuk sebuah panti asuhan yang cukup besar, Juna melihat anak itu yang masuk ke dalam dan memeluk salah satu ibu yang berusia sekitar 35 tahun, setelah itu ibu setengah baya itu pun menghampiri Arjuna, sedangkan anak kecil tadi sudah masuk ke dalam rumah.
"makasih ya nak, sudah mengantar anak ibu. Ibu khawatir sekali tadi karena dia tidak kunjung pulang"
"iya bu sama-sama, tapi kenapa tadi dia main sendiri tanpa pengawasan ?" tanya Juna
"dia kabur nak, mungkin karena capek di rumah terus" ucap Ibu tadi dengan raut wajah yang berubah sendu.
"memang kenapa bu dia dilarang main, kasihan dia butuh kebebasan juga seperti yang lainnya. Setidaknya biarkan dia menghirup udara luar."
"dia sedang sakit nak, dan itu bukan penyakit biasa. Ibu tidak mau dia kelelahan dan nanti sakit lagi." Juna sebenarnya sangat penasaran, tentang sakit bocah tadi. Namun dia memilih diam, tidak ingin membuat ibu itu bertambah sedih.
"ya sudah saya permisi dulu ya bu, saya masih harus pergi ke suatu tempat" Juna memilih untuk langsung pamit
"iya, sekali lagi makasih ya nak sudah mengantar anak asuh ibu" Juna tersenyum miris, kasian sekali anak itu, dia sedang sakit tapi dia tinggal di area panti. Orang tuanya entah kemana padahal anak mereka sedang mengalami sakit yang katanya parah.
setidaknya Juna lebih beruntung dari anak itu, karena masih bisa sekolah walau semua serba terbatas. Dia masih bisa menghirup udara di saat anak tadi bahkan tidak di izinkan untuk keluar rumah. Seharusnya Juna merasa beruntung dia diberi kesehatan dan kenikmatan bisa merasakan susahnya sekolah dan mencari uang.
ada yang berkata bahwa kita harus terus merendah, jangan melihat yang di atas, yang hidupnya berkecukupan atau mempunyai segalanya, hidup tanpa tau susahnya mencari uang karena yang ada kita hanya terus iri dan menginginkan kehidupan seperti mereka. Atau bahkan mungkin menuntut sang pencipta untuk di berikan posisi seperti mereka.
tapi lihatlah orang yang berada di bawah kita, yang hidupnya lebih susah dan keras dari kita, maka kita akan selalu merasa beruntung dan akan terus bersyukur karena mempunyai hidup yang lebih baik dari mereka.
sekarang Juna bisa menyimpulkan bahwa masih banyak orang yang jauh lebih menderita daripada dia. Dia masih belum apa-apa. Anak kecil tadi bahkan mempunyai ujian yang jauh lebih parah, di tinggalkan orang tua dengan keadaannya yang sakit. Sungguh ironis bukan ?
setelah tiba di tempat nya bekerja, Juna pun turun dia harus semangat untuk hidupnya. Bersyukur jika bisa membantu orang lain yang lebih membutuhkan bantuan. Dia harus bisa berjuang sendiri untuk hidupnya, syukur kalau hidupnya bermanfaat buat orang lain.
"Juna, kamu kenapa baru pulang" tanya bapak bos penjual bakso tempatnya bekerja selama ini.
"maaf pak, tadi masih ada urusan hehe. Mungkin Juna akan sering telat kerjanya mulai sekarang apalagi sebentar lagi Juna mau naik kelas 12."
"oh iya itu nak, kamu memang harus fokus dengan sekolah kamu. Sekolah yang pintar biar mendapat kerja yang bagus."
"iya pak, niatnya Juna juga mau kerja dulu ngumpulin uang, ntar kalau tabungan Juna udah lebih dari cukup, Juna baru lanjutin buat kuliah".
"bagus itu nak, pendidikan memang penting, yang semangat ya bapak yakin kamu pasti bisa sukses" Juna tersenyum dan mengamini semua ucapan itu. Dia mulai ke belakang untuk membantu menata bakso, jam sudah pukul empat sore waktu yang tepat untuk mempersiapkan semuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments